Liputan6.com, Jakarta - Markas Besar TNI melalui Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Sisriadi, membenarkan adanya purnawirawan jenderal bintang dua yang terlibat penyelundupan senjata untuk digunakan di aksi 22 Mei.
Selain purnawirawan jenderal, Polisi Militer juga menangkap seorang tentara aktif dalam operasi tersebut.
"Tadi malam telah dilakukan penyidikan terhadap oknum yang diduga sebagai pelaku pada waktu bersamaan oleh penyidik dari Mabes Polri dan penyidik dari POM TNI," kata Kapuspen TNI Mayjen Sisriadi, Selasa (21/5/2019).
Advertisement
Penyidikan, kata Sisriadi, dilakukan di Markas Puspom TNI, Cilangkap.
"Hal ini dilakukan karena salah satu oknum yang diduga pelaku berstatus sipil (Mayjen [Purn] S, sedangkan satu oknum lainnya berstatus militer (Praka BP)," beber Sisriadi.
Saat ini purnawirawan jenderal tersebut ditahan di Rutan Militer Guntur dan berstatus tahanan Bareskrim Mabes Polri,
"Sedangkan Praka BP menjadi tahanan TNI di Rumah Tahanan Militer Guntur," kata Sisriadi.
Trigger untuk Berbuat Chaos
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menyebut pemerintah telah mengidentifikasi kelompok yang ingin berbuat anarkis dan mengganggu keamanan pada 22 Mei2019 mendatang. Bahkan, dia menuturkan pihak intelijen berhasil menangkap kelompok yang menyelundupkan senjata untuk mengacaukan aksi 22 Mei.
"Intelijen kita sudah menangkap adanya upaya menyelundupkan senjata. Kita tangkap, ada senjata. Orangnya ini sudah sedang diproses," kata Moeldoko di Kantor Staf Kepresidenan Jakarta, Senin (22/5/2019).
Moeldoko mengatakan penyeludupan senjata itu sengaja dilakukan oleh kelompok-untuk mengacaukan aksi 22 Mei. Caranya, lanjut dia, dengan menembak ke kerumunan sehingga seolah-olah tembakan tersebut berasal dari TNI-Polri.
"Itu menjadi trigger berawalnya sebuah kondisi chaos," jelasnya.
Moeldoko menegaskan bahwa hal yang disampaikanny adalah informasi yang benar, bukan untuk menakut-nakuti masyarakat. Dia pun menyarankan agar masyarakat tak datang melakukan unjuk rasa di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei nanti.
"Kalau memang menuju pada suatu area tertentu membahyakan, ya jangan datang," ucap mantan Panglima TNI itu.
Advertisement