Usai Putusan MK, BW Langsung Tinggalkan Ruang Sidang

Menurut Arsul para kuasa hukum kubu 02 langsung meninggalkan ruang sidang tanpa memberikan ucapan selamat.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Jun 2019, 23:10 WIB
Diterbitkan 27 Jun 2019, 23:10 WIB
Putusan Sidang MK 2019
Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto berbincang usai putusan MK di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019). MK menolak seluruh gugatan hasil Pilpres 2019 yang diajukan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang disepakati sembilan hakim konstitusi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto (BW) langsung meninggalkan ruang sidang setelah majelis hakim MK membacakan putusan sengketa Pilpres 2019. Dalam hasil putusan, MK menolak gugatan seluruhnya yang diajukan Prabowo-Sandiaga.

Hal itu dituturkan Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra. Kata Yusril, BWlangsung meninggalkan ruang sidang.

"Enggak, dia langsung pulang hehe," kata Yusril usai sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2019).

Hal sama disampaikan Wakil Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf, Arsul Sani. Menurut Arsul para kuasa hukum kubu 02 langsung meninggalkan ruang sidang.

"Saya lihat teman-teman kuasa hukum pemohon 02 sudah meninggalkan (ruangan sidang)," kata dia.

Namun, Arsul yakin ucapan selamat itu ujungnya akan disampaikan. Menurutnya bisa saja ucapan dari BW disampaikan melalui WhatsApp dan telepon.

"Kalau ucapan selamat itu nantikan bisa lewat WA atau teleponan, kami semua sama-sama rekan satu profesi, jadi kalaupun ada pertengkaran atau debat sengit itu bukan personal," kata Arsul.

MK Tolak Gugatan Prabowo-Sandiaga

Putusan Sidang MK 2019
Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman (tengah) saat membacakan putusan MK di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019). MK menolak seluruh gugatan hasil Pilpres 2019 yang diajukan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang disepakati sembilan hakim konstitusi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan hasil Pilpres 2019 yang diajukan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Putusan tersebut disepakati sembilan hakim konstitusi tanpa dissenting opinion atau perbedaan pendapat.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).

Dalam putusannya, MK menegaskan lembaganya punya kewenangan untuk mengadili permohonanan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan pemohon, yaitu Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahudin Uno selaku pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2 dalam Pilpres 2019.

"Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili perkara a quo," ujar Hakim Konstitusi Aswanto saat membacakan putusan sengketa Pilpres 2019 di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2019).

Diuraikan, hal itu disampaikan MK karena dalam perkara ini pihak pemohon dan pihak terkait telah menyampaikan eksepsi atau keberatan atas permohonan sengketa yang diajukan pemohon.

"Dalam eksepsi, termohon menyatakan permohonan kabur dan melampaui tenggat waktu yang telah ditentukan perundang-undangan," jelas Aswanto.

Kendati berwenang mengadili, MK menolak hampir semua dalil yang diajukan oleh pemohon. MK antara lain menyebut tidak menemukan adanya bukti terkait ketidaknetralan aparatur negara, dalam hal ini Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), dan TNI.

"Dalil permohonan a quo, bahwa Mahkamah tidak menemukan bukti adanya ketidaknetralan aparatur negara," kata Hakim Konstitusi Aswanto.

Dia mengatakan, pihaknya telah memeriksa secara seksama berbagai bukti dan keterangan yang disampaikan pemohon, dalam hal ini tim hukum pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Salah satu bukti yang diperiksa adalah bukti tentang video adanya imbauan Presiden Joko Widodo atau Jokowi kepada aparat TNI dan Polri untuk menyampaikan program pemerintah ke masyarakat.

"Hal itu sesuatu hal yang wajar sebagai kepala pemerintahan. Tidak ada ajakan kampanye kepada pemilih," ucap Aswanto.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan, majelis tidak menemukan adanya indikasi antara ajakan pendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin berbaju putih ke TPS dengan perolehan suara.

"Selama berlangsung persidangan, mahkamah tidak menemukan fakta bahwa indikasi ajakan mengenakan baju putih lebih berpengaruh terhadap perolah suara Pemohon dan pihak Terkait," kata Arief Hidayat.

Oleh karena itu, dalil tersebut dikesampingkan majelis hakim MK. "Dalil Pemohon a quo tidak relevan dan dikesampingkan," kata Arief.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya