Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap ada 14 kali pertemuan oleh mantan Direktur Perencanaan Strategis 2 PLN, Supangkat Iwan Santoso dengan Eni Maulani Saragih dan Johannes Budisutrisno Kotjo. Dari 14 pertemuan, sembilan kali Sofyan Basir sebagai Direktur Utama PLN turut hadir.
Supangkat, membenarkan adanya pertemuan itu sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dirinya saat diperiksa penyidik.
"14 kali pertemuan antara saksi, Pak Sofyan Basir, Eni, Kotjo yang mana dari 14 ini 9 kali dihadiri oleh Pak Sofyan Basir dan 5 kali tanpa dihadiri Pak Sofyan Basir," ucap jaksa Budi Sarumpaet di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (22/7/2019).
Advertisement
Pertemuan pertama yang dihadiri Sofyan terjadi dalam rentang akhir 2015 hingga awal 2016. Saat itu Kotjo bersama perwakilan China Huadian Engineering Co (CHEC) datang ke kantor PLN membahas kontrak kerja sama PLTU Riau-1.
Di sana, Sofyan Basir mengarahkan Kotjo agar berkomunikasi dengan Supangkat. Pertemuan kedua, Juli 2017, terjadi di ruang kerja Sofyan. Kepada Eni dan Kotjo, mantan Direktur Utama BRI itu menjelaskan mekanisme pembangunan Independent Power Producers (IPP).
"Di sini saksi menjelaskan juga bahwa adapun Eni mendorong agar Kotjo segera mendapatkan kontrak kerja sama PLTU Riau 1 sedangkan Sofyan Basir menyampaikan kepada saya silakan proses mengikuti aturan. Betul keterangan saksi?" konfirmasi jaksa.
"Benar," jawab Supangkat.
Pertemuan ketiga terjadi di restoran Arcadia pada September 2017, dihadiri oleh Eni, Kotjo, dan Supangkat. Saat itu, Kotjo menanyakan kepada Sofyan lamanya proses mendapat kontrak kerja sama jual beli listrik pada proyek PLTU Riau-1.
"Sofyan menyampaikan kepada saya untuk memonitor proses kontrak kerjasama PLTU yang dimaksud," kata jaksa membacakan BAP Supangkat.
Pertemuan keempat Sofyan terjadi pada Desember 2017 di BRI Prioritas. Pada pertemuan tersebut Kotjo, Eni, dan Supangkat membahas bunga pinjaman.
Januari 2018, sebagai pertemuan kelima Sofyan, terjadi di ruang kerjanya. Saat itu Eni dan Kotjo mendatangi Sofyan untuk membahas pencapaian kesepakatan proyek senilai USD 900 juta tersebut.
"Itu pertemuan di ruang kerja Pak Sofyan Basir inisiatifnya dari siapa?" tanya jaksa.
"Ini kan dari mereka yang minta, Pak Kotjo dan Bu Eni yang minta. Karena saya kan diminta menemani," ujar Supangkat.
Pertemuan keenam, 31 Mei 2018 di ruang tamu kediaman Sofyan Basir. Ketujuh, awal Juni 2018, kedelapan pada 6 Juni, Sofyan meminta Supangkat menyampaikan pesan kepada Eni datang keesokan harinya. Kesembilan, pada tanggal 7 Juni Eni Sofyan dan Supangkat bertemu.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Masukkan PLTU Riau 1 ke RUPTL
Mantan Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN, Supangkat Iwan Santoso mengatakan ada permintaan dari Eni Maulani Saragih, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, agar tetap memasukkan proyek PLTU Riau ke dalam Rencana Usaha Penyedia Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2017. RUPTL Riau dimohonkan PT Samantaka Batubara sejak tahun 2015, namun baru dimasukan ke dalam RUPTL 2016.
Permintaan disampaikan oleh Eni saat pertemuan dengan Sofyan Basir, bekas Direktur Perencanaan PLN Nicke Widyawati, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Budisutrisno Kotjo, di Hotel Fairmont. Supangkat, turut serta dalam pertemuan.
"Bu Eni sampaikan menginginkan PLTU Riau tetap di RUPTL," ujar Supangkat saat memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa Sofyan Basir, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (22/7/2019).
Menanggapi permintaan Eni, menurut Supangkat, Sofyan Basir bersikap normatif. Sofyan mempersilakan Nicke mengizinkan proyek PLTU Riau-1 tetap ada di RUPTL 2017 jika memang layak.
Nicke kemudian menyanggupi arahan Sofyan atas permintaan Eni tersebut.
"Bu Nicke tak ada tanggapan, hanya mengiyakan saja," tukasnya.
Berdasarkan surat dakwaan, Sofyan Basir mengajak Supangkat Iwan Santoso dan Nicke Widyawati bertemu dengan Eni Maulani Saragih dan Johanes Budisutrisno Kotjo. Dalam pertemuan itu, Eni dan Kotjo meminta kepada Sofyan agar proyek PLTU Riau-1 tetap dicantumkan dalam RUPTL PLN tahun 2017 sampai dengan 2026, kemudian Sofyan meminta Nicke Widyawati untuk menindaklanjuti permintaan tersebut.
Permintaan Eni tetap mencantumkan PLTU Riau-1 ke dalam RUPTL PLN sehubungan tidak adanya respons dari perusahaan pelat merah tersebut kepada PT Samantaka Batubara, sebagai pihak pengaju.
Direktur Utama PT Samantaka Batubara Rudi Herlambang mengatakan pihaknya sudah mengajukan tawaran pekerjaan untuk PLTU Riau, namun tak kunjung mendapat respon dari PLN.
"Waktu itu bersama pak Kotjo, kami mengajukan ke PLN tidak ada tanggapan. Saya diminta mencari informasi ke PLN batu bara," ujar Rudi saat memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa Sofyan Basir di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/7).
Rudi menjelaskan, ia bersama Kotjo bersikukuh mengajukan diri sebagai pihak pengerja proyek listrik tenaga uap lantaran memiliki batu bara dengan kualitas baik sekaligus murah. Saat itu, kata dia, Samantaka mengajukan muatan listrik sebesar 2 x 300 megawatt. Dengan muatan besar sekaligus tawaran harga murah, Rudi dan Kotjo selaku pemilik saham mayoritas Blackgold Natural Resources (BNR), induk PT Samantaka Batubara, berkeinginan agar PLN menerima tawaran mereka.
Dikarenakan tak kunjung mendapat respon dari pihak PLN, Rudi mengaku ia hanya diperintahkan Kotjo mengurus persoalan teknis. Sementara urusan penawaran, Kotjo ambil alih.
Sambil terus berkoordinasi, Kotjo menghubungi Rudi yang mengatakan bahwa ia sudah bertemu dengan Sofyan Basir.
"Saya ditelepon Pak Kotjo. Saya bicarakan company, dia bilang saya bertemu pak Sofyan," ujarnya.
Setelah mengabarkan telah bertemu dengan Sofyan sebagai Dirut PLN, Rudi juga mengatakan beberapa kali pernah dihubungi Eni Maulani Saragih, bekas Wakil Ketua Komisi VII DPR sekaligus terpidana kasus yang sama. Rudi mengatakan, ia pernah bertemu dengan Eni di ruang kerja Kotjo.
"Saya tahu bu Eni bantu pak Kotjo Oktober 2017. Bu Eni telepon ke saya, saya ikut bantu untuk proyek PLTU Riau 1. Saya konfirmasi ke Pak Kotjo, saya tanyakan. Jadi kalau sulit koordinasi dengan PLN melalui Eni," jelasnya.
"Akhirnya masuk RUPTL?" tanya jaksa Ronald.
"Masuk ke RUPTL PLN tahun 2016.Wattnya sama," kata dia.
Advertisement
Dakwaan
Diketahui Sofyan Basir didakwa memfasilitasi pertemuan pembahasan permufakatan jahat suap kontrak kerjasama proyek PLTU Riau-1. Menurut JPU KPK, Sofyan Basir memfasilitasi perempuan antara Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih, Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo.
JPU juga menyebut Sofyan Basir mengetahui bahwa Eni Saragih dan Idrus Marham akan mendapatkan fee dari Johanes Kotjo.
Eni dan Idrus menerima suap secara bertahap dari Kotjo sebesar Rp 4,7 miliar. Uang tersebut disinyalir untuk mempercepat proses kesepakatan proyek IPP PLTU mulut tambang Riau-1. Sofyan Basir juga disebut beberapa kali melakukan pertemuan dengan Eni Saragih dan Kotjo membahas proyek ini. Sofyan menyerahkan ke anak buahnya, Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN, Supangkat Iwan Santoso untuk mengurus proposal yang diajukan Kotjo.
Atas bantuan Sofyan, perusahaan Johanes Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1. Eni dan Idrus menerima imbalan dari Kotjo sebesar Rp 4,7 miliar.
Atas perbuatannya, Sofyan Basir didakwa melanggar Pasal 12 a atau Pasal 11 juncto Pasal 15 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Â
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka