Pasal-Pasal Kontroversi di RKUHP yang Jadi Sorotan

Beberapa pihak menilai terdapat pasal-pasal karet yang merugikan banyak pihak.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Sep 2019, 07:39 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2019, 07:39 WIB
Aksi Massa Menolak RUU KUHP di CFD
Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil untuk Keadilan dan Demokrasi menggelar aksi saat car free day (CFD) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (15/9/2019). Massa mengatakan RUU KUHP berpotensi digunakan untuk mengkriminalisasi korban kekerasan seksual. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok perubahan atau revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Tak jarang, pasal-pasal perubahan dalam RUU tersebut menuai kontroversi di publik.

Beberapa pihak menilai terdapat pasal-pasal karet yang merugikan banyak pihak. Ini rangkuman pasal-pasal kontroversi dalam RKUHP yang menjadi sorotan publik:

Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden

Salah satu pasal dalam RKUHP yang menjadi kontroversi yakni terkait penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden yang diatur dalam pasal 218 sampai pasal 220.

Salah satu pasal yang menjadi sorotan yaitu pasal 219 yang berbunyi: Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudi menilai pasal tersebut berpotensi melemahkan kebebasan pers di Indonesia.

"Kenapa kita permasalahkan, pendapat kami dari sejarahnya bahwa pasal penghinaan presiden itu diperuntukkan menjerat para penghina ratu Belanda. Namun konteksnya saat itu adalah ratu dan raja itu sebagai simbol negara bukan simbol pemerintah. Sedangkan dalam konteks di Indonesia presiden adalah simbol kepala negara dan juga kepala pemerintahan," katanya di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2019).

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pasal Perzinaan

Selanjutnya ada pasal perzinaan yang menjadi sorotan, di mana dalam pasal 417 ayat 1 berbunyi, setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang lain yang bukan suami atau istri dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda kategori II. Pada ayat 2 tindak pidana perzinaan tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orangtua atau anaknya.

Kemudian pada pasal 418 ayat 1 laki-laki yang bersetubuh dengan seorang perempuan yang bukan istrinya dengan persetujuan perempuan tersebut karena janji akan dikawini, kemudian mengingkari janji tersebut dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak kategori III.

Selanjutnya pasal 418 ayat 2 berbunyi dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kehamilan dan laki-laki tersebut tidak bersedia mengawini atau ada halangan untuk kawin yang diketahuinya menurut peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Kategori IV. Kemudian proses hukum hanya bisa dilakukan atas pengaduan yang dijanjikan akan dikawini.

Pada pasal 419 ayat (1) setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II.

Ayat 2 pasal 419 Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orang tua atau anaknya. Ayat 3 pengaduan dapat juga diajukan oleh kepala desa atau dengan sebutan lainnya sepanjang tidak terdapat keberatan dari suami, istri, orang tua atau anaknya.

Pasal Pencemaran Agama

Pasal RKUHP yang kontroversi terkait pasal tindak pidana terhadap agama dan kehidupan agama, terdiri dari pasal 304 sampai pasal 309. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudi mengatakan pasal penistaan agama dan pencemaran nama baik juga menjadi ancaman bagi kebebasan pers.

"Karena (pasal) itu nilai abuse of power-nya sangat besar karena penilaiannya sangat subjektif," ujar Ade.

Seperti bunyi pasal 304, setiap orang di muka umum yang menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V.

Pasal 305, setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, menempelkan tulisan atau gambar, atau memperdengarkan suatu rekaman, termasuk menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304, dengan maksud agar isi tulisan, gambar, atau rekaman tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V.

Ayat (2) pasal 305, jika setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama maka dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.

Pasal Tindak Pidana Korupsi

Pasal tindak pidana korupsi dalam RKUHP juga menuai kontroversi, hal ini karena hukuman koruptor yang diturunkan menjadi minimal dua tahun penjara. Padahal dalam KUHP lama, hukuman untuk pelaku tindak pidana korupsi minimal empat tahun penjara.

Hal ini diatur dalam pasal 604 yang berbunyi, "setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori VI".

Anggota Panja Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), Nasir Djamil menilai dalam RKUHP fokus penegakan hukum untuk mengembalikan uang negara, ketimbang memperberat hukuman kepada pelaku.

"Kita inginkan itu bagaimana institusi penegak hukum terkait dengan korupsi itu lebih mampu menyelamatkan uang negara ketimbang memberikan hukuman yang berat kepada pelakunya," kata Nasir.

Reporter : Syifa Hanifah

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya