Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta, Chaidir, menyatakan saat ini tidak ada lagi unsur pegawai negeri sipil (PNS) di Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2019 tentang TGUPP, anggota tim itu disebut dapat terdiri dari unsur PNS dan/atau non-PNS.
Baca Juga
"Sudah tidak ada PNS," kata Chaidir kepada Liputan6.com, Senin (7/10/2019).
Advertisement
Saat ini anggota TGUPP berjumlah 67 orang. Chaidir menyebut, sebelumya terdapat satu PNS di TGUPP, yakni Yurianto. Namun, saat ini dia telah dimutasi ke Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) DKI.
TGUPP memiliki empat bidang. Pertama, bidang pencegahan korupsi dan percepatan pembangunan dipimpin Bambang Widjojanto atau BW. Mantan Komisioner KPK ini sempat menjadi ketua dewan pakar tim pemenangan Anies-Sandi saat Pilkada 2017 lalu.
Kemudian bidang harmonisasi dan regulasi yang sebelumnya dijabat Rikrik Rizkiyana. Rikrik juga sempat menjadi ketua dewan pakar tim pemenangan Anies-Sandi pada pilkada 2017. Kini Rikrik telah dimutasi menjadi Dewan Pengawas PD Pasar Jaya.
Ketiga, bidang percepatan pembangun yang dipimpin mantan Dirut PLN Amin Subekti.
Sementara bidang penataan wilayah Pesisir dipimpin oleh Marco Kusumawijaya. Marco juga pernah menjadi tim pakar Anies-Sandi.
Tahun ini Pemprov DKI Jakarta kembali mengusulkan kenaikan anggaran TGUPP menjadi Rp 21 miliar.
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Manfaatnya Tak Signifikan
Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta mengkritik rencana Pemprov DKI Jakarta menaikkan anggaran untuk Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) akan naik dari Rp 18,9 miliar menjadi Rp 26,5 miliar.
Ketua Fraksi PDIP, Gembong Warsono, menyatakan selama ini peran TGUPP tidak signifikan bagi warga Jakarta. Karena itulah, sebaiknya anggaran untuk tim ini di APBD dihapus dan dialihkan alokasinya ke dana operasional gubernur.
"Manfaat TGUPP tidak terlalu signifikan. Maka jangankan dinaikkan. Justru kami berencana meminta kepada Pemprov DKI untuk mendrop anggaran TGUPP tahun 2020 dengan alasan tadi, manfaatnya tidak terlalu signifikan bagi rakyat Jakarta," jelasnya dihubungi Jumat (4/10/2019).
"Saran kami dari Fraksi PDIP ya gunakan saja alokasi anggaran operasional gubernur," tambah Gembong.
Gembong mengatakan, TGUPP berada langsung di bawah gubernur, bukan melekat ke SKPD. Dengan demikian seharusnya anggaran TGUPP dilekatkan ke gubernur.
"Memang TGUPP melekat kepada gubernur. Karena ini melekat pada gubernur ya sudah alokasi anggarannya tempelin saja dengan anggaran gubernur. Kan sederhana, sehingga tidak membebani APBD kita," tegasnya.
Dia menambahkan, sejak kursi Wagub kosong, dana operasional yang diterima Anies cukup besar karena tak harus dibagi dua dengan Wagub. Karena itulah, seharusnya anggaran TGUPP dialokasikan dari dana operasional gubernur.
Gembong juga mengkritik Anies Baswedan yang tidak membatasi jumlah anggota TGUPP. Menurut dia, alokasi anggaran dinaikkan karena jumlah TGUPP akan bertambah menjadi 67 orang. Menurut dia, TGUPP dimanfaatkan Anies untuk menampung tim suksesnya saat Pilkada 2016.
"Kenapa dinaikkan jumlahnya? Supaya tim suksesnya bisa tertampung semua, sederhana gitu loh," ujarnya.
Gembong juga bingung menjawab apa selama ini hasil kinerja TGUPP. Dia pun menyarankan agar langsung ditanyakan ke Anies Baswedan. Hasil kerja TGUPP menurutnya tak bisa dirasakan masyarakat, kecuali oleh Anies Baswedan.
"Yang bisa merasakan hanya Pak Gubernur," cetusnya.
Kenaikan anggaran TGUPP di KUA-PPAS 2020 dialokasikan melalui Bappeda. PDIP pun meminta pertanggungjawaban Bappeda atas hal ini. Termasuk juga meminta Bappeda mempublikasikan hasil kerja TGUPP. Hal ini juga nantinya akan dipertanyakan secara langsung ke Bappeda.
"Pasti akan dipertanyakan gitu karena itu kan duit rakyat. Saya harus mempertanggungjawabkan itu kepada rakyat," ujarnya.
Advertisement