James Riady Mangkir Panggilan KPK Terkait Suap Meikarta

Febri mengatakan, James tidak memberikan keterangan apapun terkait ketidakhadirannya dalam proses pemeriksaan kali ini.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 12 Des 2019, 22:02 WIB
Diterbitkan 12 Des 2019, 22:02 WIB
Kasus Meikarta, KPK Periksa Bos Lippo Group James Riady
CEO Lippo Group James Riady (tengah) tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (30/10). James Riady memenuhi panggilan oleh penyidik KPK. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Bos Lippo Group James Tjahaja Riady mangkir panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). James sejatinya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Bartholomeus Toto dalam kasus suap proyek pembangunan Meikarta

"Saksi James Tjahaja Riady, swasta yang diagendakan diperiksa untuk tersangka BTO (Bartholomeus Toto) hari ini tidak hadir," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (12/12/2019).

Febri mengatakan, James Riady tidak memberikan keterangan apapun terkait ketidakhadirannya dalam proses pemeriksaan kali ini. Febri mengimbau agar James kooperatif dalam proses hukum, sebab, penyidik bisa pemanggilan paksa kepada saksi jika terus menerus mangkir.

"Jika tidak hadir tanpa alasan yang patut, maka tentu sesuai hukum acara dapat dilakukan pemanggilan kembali atau permintaan bantuan pada petugas untuk menghadirkan," kata Febri.

Febri mengatakan, penyidik tengah berdiskusi apakah akan memanggil paksa James Riady atau tidak. Sebab, keterangan James Riady sangat dibutuhkan dalam perkara ini.

"Saat ini, Penyidik akan menyusun langkah berikutnya agar saksi dapat hadir mematuhi perintah UU," kata Febri.

 


Bhartolomeus Toto Tersangka dan Ditahan

Dalam kasus ini, Bhartolomeus Toto ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan mantan Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa pada 29 Juli 2019. Toto bersama Iwa Karniwa ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta.

Toto diduga menyuap mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin senilai Rp 10,5 miliar. Uang diberikan kepada Neneng melalui orang kepercayaannya dalam beberapa tahap.

Sementara Iwa diduga telah menerima uang Rp 900 juta dari Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili untuk menyelesaikan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi Tahun 2017. Perda RDTR Kabupaten Bekasi itu diperlukan untuk kepentingan perizinan proyek Meikarta.

Uang yang diberikan Neneng Rahmi kepada Iwa diduga berasal dari PT Lippo Cikarang. PT Lippo Cikarang disinyalir menjadi sumber duit suap untuk beberapa pihak dalam pengurusan izin proyek Meikarta.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya