Liputan6.com, Jakarta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menggelar rapat dengan jajarannya di Eselon I. Rapat yang dilakukan lewat video conference itu dihadiri pula oleh Ketua KPK Firli Bahuri, Kepala LKPP Ronny Dwi Susanto, dan Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit dan diikuti Ketua BPK RI Agung Firman, Ketua BPKP Muhammad Yusuf Ateh, jajaran kepala daerah, baik gubernur, bupati dan walikota maupun yang diwakili oleh masing-masing sekretaris daerah.
Dalam rapat itu, Mendagri menegaskan terkait penanganan dan penanggulan Covid-19. "Kita semua harus bekerja sama antara pusat dan daerah, dan harus sinergi. Karena ini adalah perang. Perang kita menghadapi Covid-19," kata Tito di Kantor Kemendagri, Rabu (8/4).Â
Baca Juga
Menurut Tito, kini banyak negara sudah menggunakan istilah perang dalam menanggulangi Covid-19. India misalnya menggunakan istilah war on Covid. Begitu juga dengan Inggris. Negeri Ratu Elizabeth ini juga telah menggunakan istilah war.
Advertisement
Juga dengan Amerika. Negara Paman Sam ini pun telah menggunakan istilah perang dalam melawan penyebaran Covid-19.
"Sudah banyak, war atau perang covid. Ini adalah perang pada sesuatu yang tidak bisa kita lihat, virus. Dan tidak mengenal apa targetnya, mau kaya mau miskin, pejabat mau bawahan, laki maupun perempuan, polisi, tentara, siapa pun juga dapat terserang. Dengan menggunakan paradigma perang inilah maka penguatan kesehatan menjadi penting," kata Tito.
Oleh karena itu, menurut Tito diperlukan strategi yang tepat dan terukur. Prinsipnya, kesehatan publik tetap diutamakan, tapi juga roda perekonomian sebisa mungkin harus tetap bergerak. Jangan sampai jatuh terlalu dalam.
3 Hal yang Jadi Fokus Kemendagri
Untuk menegaskan terkait strategi tepat dan terukur itu, Mendagri menerbitkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2020 yang memberikan kewenangan kepada kepala daerah untuk melakukan realokasi dana dan refocussing anggaran. Realokasi dan refocussing anggaran ini fokusnya pada tiga hal. Pertama, untuk meningkatkan kapasitas kesehatan.
"Jadi segala sesuatu yang berhubungan dengan kesehatan publik baik dalam rangka sosialisasi atau pencegahan," katanya.
Selain itu, Tito juga menegaskan terkait realokasi dan refocussing anggaran. Kata Tito, hal tersebut harus difokuskan untuk pembentukan gugus tugas, dengan melakukan langkah mitigasi, misalnya rapid test atau untuk pencegahan, seperti pengadaan masker, hand sanitizer dan lain sebagainya.
Termasuk untuk peningkatan kapasitas perawatan. Misalnya pengadaan rumah sakit, ranjang perawatan, tenaga medis serta sarana dan prasarana lainnya. "Juga untuk obat-obatan dan vitamin," ujarnya.
Hal kedua yang harus jadi fokus semua pihak, baik pusat dan daerah, kata Tito, menyiapkan social safety net atau pengaman jaring pengaman sosial. Anggaran bisa direalokasi untuk jaring pengaman sosial. Sebab banyak masyarakat yang terpukul, terutama yang kurang mampu.
Jika mereka tidak ditangani dan tidak dibantu baik oleh pemerintah maupun non pemerintah, maka krisis kesehatan bisa berubah menjadi krisis ekonomi. Dan krisis ekonomi ini bisa berubah menjadi krisis sosial. Ini tentu tak boleh terjadi karena berdampak pada krisis keamanan dan akan muncul gangguan keamanan.
Kemudian fokus yang ketiga, lanjut Tito, membantu dunia usaha tetap bisa bertahan dan ketahanan pangan. Intinya, pemerintah harus terus membantu dunia usaha tetap hidup dan survive. Oleh karena itu, dalam rapat dengan kalangan dunia usaha, khusus yang terkait dengan produksi, Menteri Perindustrian, Menteri Kelautan dan Perikanan, Kepala BKPM dan Menteri Pertanian sepakat untuk membantu dunia usaha.
Prinsipnya, industri, UMKM yang masih bisa survive harus bisa bertahan dan peningkatan produksi pangan dengan proteksi kepada petani, nelayan dan peternakan.
"Jadi kalau ada peraturan rekan-rekan kepala daerah yang melarang dunia industri untuk bekerja di pukul rata itu akan memukul dunia industri dan nanti secara tidak langsung akan berdampak kepada sistem secara keseluruhan," katanya.
Â
(*)
Advertisement