PPP: Bebasnya Romi Bukan Perlakuan Istimewa 

Arsul menilai kalau Romi tidak mendapatkan haknya untuk dilepas Rabu (29/4/2020) malam, malah akan terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia.

oleh Yusron Fahmi diperbarui 30 Apr 2020, 08:46 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2020, 08:46 WIB
Romahurmuziy
Terdakwa dugaan suap jual-beli jabatan di lingkungan Kemenag, M Romahurmuziy saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (27/11/2019). Sidang mendengar keterangan dua orang saksi, Roziqi dan Abdul Wahab. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal DPP PPP Arsul Sani menilai bebasnya mantan Ketua Umum PPP M Rommahurmuziy atau Romi dari Rumah Tahanan (Rutan), bukan sebuah perlakuan istimewa.

"PPP melihat dikeluarkannya MR (M Romahurmuziy)  dari Rutan KPK bukan sebuah perlakuan istimewa namun memang aturan hukum mengharuskan dikeluarkan," kata Arsul, dikutip Antara, Jakarta, Rabu (29/4/2020).

Hal itu menurut Arsul karena tepat jam 00.00 WIB malam ini, Romi telah menjalani penahanan selama 1 tahun seperti vonis Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta.

Dia menilai kalau Romi tidak mendapatkan haknya untuk dilepas Rabu (29/4/2020) malam, malah akan terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia.

"Kalau MR tidak mendapatkan haknya untuk dilepas malam ini, itu malah akan menjadi pelanggaran HAM," ujarnya.

Selain itu Arsul menilai apa yang diperintah MA merupakan sebuah penetapan, bukan putusan perkara kasus hukum. Menurut dia, memang seharusnya seperti itu, ketika masa penahanan seseorang sudah sama dengan vonis hakim maka harus dikeluarkan dahulu meskipun masih ada upaya hukum.

"Nah masa penahanan MR sudah sama dengan pidana dalam putusan banding," katanya.

 

Pemotongan Hukuman

Sebelumnya, MA memerintahkan KPK untuk mengeluarkan mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Rommahurmuziy alias Romi dari rumah tahanan.

"Dalam penetapan penahanan yang dikeluarkan oleh MA tetap dicantumkan klausul bahwa penahanan terdakwa sudah sama dengan putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi DKI sehingga terdakwa dapat dikeluarkan dari tahanan demi hukum," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro.

Pada 22 April 2020 lalu, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima banding Rommy dengan mengurangi hukumannya menjadi 1 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.

Padahal pada 20 Januari 2020, majelis pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis kepada Rommy selama 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima suap sebesar Rp255 juta dari Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Rp91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi.

Atas putusan PT DKI Jakarta itu, KPK mengajukan kasasi ke MA pada 27 April 2020.

"Laporan adanya pengajuan kasasi dari PN Jakarta Pusat dalam perkara terdakwa Romahurmuziy diterima MA pada hari ini Rabu, 29 April 2020 kemudian MA merespon dengan alasan untuk kepentingan pemeriksaan kasasi dalam perkara tersebut MA mengeluarkan penetapan untuk melakukan penahanan terhadap terdakwa yang berlaku sejak pernyataan kasasi terdakwa yaitu 27 April 2020," tambah Andi.

Namun dari laporan kasasi tersebut ternyata penahanan yang dijalani Rommy telah sama dengan pidana penjara yang dijatuhkan oleh PT. DKI Jakarta yaitu 1 tahun penjara.

"Menurut KUHAP dan Buku II MA, Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintahkan Terdakwa dikeluarkan dari tahanan demi hukum," ungkap Andi.

Selain itu, KPK menindaklanjuti penetapan dari Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan agar mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Rommy dikeluarkan dari rumah tahanan (rutan).

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya