Anggota Komisi IX Harap Angka Pernikahan Dini Ditekan Agar Lahir Keluarga Berkualitas

Legislator PKB ini mengatakan fenomena perkawinan dini memang masih banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia.

oleh Muhammad Ali diperbarui 12 Agu 2020, 20:11 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2020, 17:52 WIB
Anggota Komisi IX DPR Nur Yasin
Anggota Komisi IX DPR Nur Yasin saat melakukan Sosialisasi Generasi Berencana (GenRe Ceria) bersama BKKBN bersama remaja di Desa Balung Lor, dan desa Tanggul Kulo Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR Nur Yasin menilai salah satu pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah masih maraknya pernikahan dini. Di berbagai daerah, angka pernikahan dini masih tergolong tinggi. Komisi IX DPR pun gencar mengkampanyekan bahaya pernikahan dini.

Pernikahan dini dewasa ini lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Oleh karena itu janganlah menikah sebelum siap baik secara usia, mental, maupun materi,” ujar Nur Yasin saat melakukan Sosialisasi Generasi Berencana (GenRe Ceria) bersama BKKBN di depan puluhan remaja di Desa Balung Lor Kecamatan Balung dan di desa Tanggul Kulo Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember, dalam keterangannya, Rabu (12/8/2020).

Dia menjelaskan tingkat KDRT dan tingkat perceraian di Jember masih relatif tinggi. Sebagian besar para pelaku KDRT maupun perceraian merupakan pasangan muda yang terjerat persoalan ekonomi. Fenomena ini semakin marak saat pandemic Covid-19 terjadi.

“Kami sangat prihatin dengan fenomena ini maka kami mengimbau para remaja benar-benar memikirkan kesiapan sebelum mengikatkan diri dalam ikatan pernikahan,” ujarnya.

Legislator PKB ini mengatakan fenomena perkawinan dini memang masih banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Kondisi ini harus menjadi concern bersama dari para pemangku kepentingan bai di level Pemrov maupun Pemkab.

“Kami berharap angka pernikahan dini ini terus ditekan sehingga rumah tangga yang terbina merupakan keluarga kualitas dan menghasilkan generasi penerus yang tangguh,” ujarnya.

Supri Handoko, kepala KBPP Jember mengungkapkan seharusnya di Kabupaten Jember memiliki nomenklatur BKKBD tentang fungsi budgeting untuk regulasi perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009. BKKBD ini akan menjadi rujukan bagi upaya pengendalian laju penduduk sekaligus titik awal pembinaan rumah tangga berkualitas.

“Kami berharap nomenklatur BKKBD segera terbentuk sehingga berbagai upaya menciptakan rumah tangga berkualitas bagi generasi muda di Jember,” katanya.

 


Jangan Terjebak Pernikahan Dini

Dalam kesempatan itu, Supri Handoko wanti-wanti para remaja di Jember untuk tidak terjebak pada godaan menikah saat usia, mental, dan materi belum siap. Para remaja juga harus menghindari aktivitas seks bebas yang melanggar norma agama.

“Kami berharap adik-adik menghindari free seks, perkawinan anak, narkoba, dan ancaman dasar kesehatan reproduksi,” katanya. Kepala Balai Diklat Jember, Ronald Steven Rico mengatakan usia nikah untuk perempuan diharapkan minimal 21 tahun. Menurutnya saat ini angka perkawinan di bawah 21 tahun di Jatim jumlahnya masih sangat besar.

"Ada 5 upaya untuk membangun dan membina generasi muda yaitu, hidup sehat, pendidikan tinggi, mendapatkan pekerjaan, perencanaan nikah, dan usia yang matang", pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya