Dirjen Vokasi: Siswa Masuk SMK Tanpa Passion, Seperti Menikah Tanpa Cinta

Wikan Sakarinto mengharapkan seluruh siswa yang masuk ke SMK agar sudah mempunyai visi dan minat (passion) dalam dirinya.

oleh Yopi Makdori diperbarui 29 Agu 2020, 16:05 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2020, 16:05 WIB
Pelaksanaan UNBK SMK di Jakarta
Pelajar mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMK Negeri 1, Jakarta, Senin (2/4). Data Dinas Pendidikan DKI, secara keseluruhan jumlah yang menggelar UNBK terdiri dari 5.784 sekolah dan diikuti 443.768 peserta. (Liputan6.com/Arya Manggala)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Wikan Sakarinto mengharapkan seluruh siswa yang masuk ke SMK agar sudah mempunyai visi dan minat (passion) dalam dirinya. Visi terkait mengapa memilih SMK sebagai jenjang untuk melanjutkan pendidikannya.

"Siswa harus memiliki passion dan visi, kalau siswa nggak punya passion dan visi ya percuma. Jangan cuma ikut-ikutan atau terpaksa, kala ikut-ikutan dan terpaksa nanti ketika memulai proses pembelajaran kaya menikah tanpa cinta," kata Wikan dalam webinar Cerdas Berkarakter, Sabtu (29/8/2020).

Kalau sudah begitu, menurut Wikan minat belajar siswa akan kecil. Bahkan cenderung tak niat.

"Kalau belajar tanpa passion itu nikah tanpa cinta, males, gak niat," ujarnya.

Namun lain halnya bagi mereka yang memiliki minat dan tujuan lanjut ke SMK, maka mereka akan sungguh-sungguh dalam belajar.

"Tiap pagi-pagi latihan sendiri karena dia tahu karena latihan itu bisa meningkatkan skill-nya di masa depan. Sehingga kalau lulus itu tadi kompeten," jelas Wikan.

Jika banyak lulusan vokasi yang kompeten, menurut Wikan mereka akan memajukan industri di Indonesia.

"Ekonomi bangsa ini akan tumbuh tinggi, tapi ya itu kompeten itu tidak hanya hard skill, soft skill tapi juga kejujuran, moral, integritas itu sangat, sangat penting," tegasnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Guru SMK Harus Jadi Mentor

Wikan juga menekankan supaya pengajar di SMK bukan hanya berperan sebagai guru semata. Melainkan juga harus mengambil peran sebagai mentor bagi anak didiknya.

"Nah ini, guru-guru harus berubah, guru-guru harus mampu jadi teacher, dan kadang-kadang menjadi mentor, fasilitator project based learning, menjadi coach. Coach itu bukan ngajarin, tetapi membangkitkan inspirasi sehingga anak-anak itu menjadi pembelajar mandiri sepanjang hayat," ucap Wikan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya