Liputan6.com, Jakarta - Pengelolaan pertambangan emas skala kecil (PESK) yang menggunakan merkuri masih dibiarkan Pemerintah Indonesia. Tidak hanya melakukan pengelolaan PESK dari sisi kebijakan dan teknologi, namun juga dari sisi rantai pasok emas PESK (penyediaan pasar emas PESK yang legal).
Seperti diketahui, mayoritas PESK saat ini adalah ilegal dan menggunakan bahan berbahaya beracun (B3) tanpa dikelola secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Salah satu B3 yang digunakan adalah merkuri, bahan yang dilarang di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury dan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM) dan bahkan di dunia melalui Konvensi Minamata.
Advertisement
Seperti disampaikan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) Ridwan Djamaluddin, masalah yang belum berhasil dituntaskan tersebut membawa makna bahwa hak-hak rakyat terhadap sumberdaya alam belum sepenuhnya terpenuhi.
"Namun, dengan semangat perbaikan untuk memberikan manfaat jangka panjang dan perlindungan lingkungan yang lebih baik, diterbikan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 yang memperkuat posisi pertambangan rakyat," ujar Ridwan saat webinar Exploring Opportunities In Gold Certification di Jakarta, Rabu (16/9/2020).
Luasan WPR yang berdasarkan UU sebelumnya hanya 25 Ha menjadi 100 Ha. Kedalaman tambang yang sebelumnya hanya 25 meter menjadi 100 meter. Luas wilayah IPR perorangan dari 1 Ha menjadi 5 Ha dan dapat diperpanjang maksimal 10 tahun dan diperbaharui setiap 2x 5 tahun.
Dengan adanya kegiatan pertambangan rakyat yang lebih jelas, pemerintah mengharapkan adanya pendapatan daerah yang akan digunakan untuk pengelolaan tambang rakyat sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Salah satu strategi pengelolaan PESK yang disampaikan Deputi bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam (TPSA) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Ir. Yudi Anantasena, M.Sc, saat membuka acara ini adalah sertifikasi emas PESK untuk mengoptimalkan rantai pasok emas PESK.
"Saat ini, alur rantai pasok perdagangan emas PESK cukup panjang dengan berbagai pelaku usaha informal yang terlibat. Sebagai akibatnya penambang kecil hanya mendapatkan porsi keuntungan yang sedikit. Selain itu, di antara berbagai pelaku usaha informal yang terlibat dalam sektor PESK juga terdapat pemasok merkuri. Sehingga apabila emas PESK tersertifikasi, tidak hanya meningkatkan harga jual emas PESK, namun juga diharapkan akan memutus mata rantai merkuri di PESK," ujar dia.
Sertifikasi emas sendiri telah dilakukan di beberapa negara, termasuk Peru dan Kolombia, yang didukung LSM Alliance for Responsible Mining. NGO ini mendorong PESK untuk menjadi legal, melakukan perbaikan berkelanjutan dalam pengelolaan lingkungan, perlindungan sosial, keselamatan dan kesehatan.
Bagi PESK yang sudah legal dan melakukan perbaikan berkelanjutan, NGO ini akan membantu menghubungkan pasar emas resmi dengan PESK. Sejak 2014, sebanyak 1,4 ton emas PESK yang dibina telah terjual ke pasar resmi dan membawa keuntungan > 5,9 miliar USD bagi PESK.
Hal tersebut juga dapat dilakukan di Indonesia. Proyek Global Opportunities for Long-term Development of Artisanal and Small-Scale Gold Mining (ASGM) Sector: Integrated Sound Management of Mercury in Indonesia’s ASGM Project (GOLD-ISMIA), yang merupakan kerja sama antara KLHK, BPPT dan UNDP membantu penambang PESK mendapatkan akses pasar perdagangan emas yang formal, transparan dan bertanggung jawab.
Unit bisnis ANTAM, Logam Mulia, merupakan perusahan pemurnian Logam Mulia di Indonesia (terdaftar di Good Delivery List of London Bullion Market Association) yang berpotensi untuk dapat bekerja sama dengan PESK. Hal ini didukung dengan paparan GM Logam Mulia, ANTAM, Muhammad Abi Anwar.
"Estimasi produksi emas PESK pada tahun 2018 sebanyak 105 ton/tahun. Jika isu-isu PESK seperti pencucian uang, royalti, K3, dan lingkungan ini dapat diselesaikan, kerja sama antara Logam Mulia ANTAM dengan PESK yang legal dapat meningkatkan produksi emas ANTAM hingga mencapai kapasitas maksimumnya yaitu 80 ton/annum. Potensi kerja sama yang dapat dibangun adalah PESK mengolah emasnya di dore processing plant atau langsung mengirimkan bullion-nya ke refining plant," jelas Muhammad Abi Anwar.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Sertifikasi Produk Emas
Terkait dengan sertifikasi emas PESK, Y Kristianto Widiwardono selaku Direktur Pengembangan Standar Mekanika, Energi, Elektroteknika, Transportasi, dan Teknologi Informasi, Badan Standarisasi Nasional (BSN)) menyatakan bahwa pihaknya sudah memiliki sertifikasi produk emas dengan rentang 8-24 karat atau logam emas murni.
"Namun tidak ada SNI khusus untuk produk emas PESK. Oleh karena itu, BSN membuka kesempatan untuk sertifikasi produk emas PESK yang dihasilkan dari pengolahan emas tanpa merkuri dan yang melakukan pengelolaan lingkungan," pungkas Kristianto.
Â
Advertisement