Ketika Perajin Batik Berkawan dengan Digital di Tengah Pandemi

Banyak pengrajin batik rumahan (dengan modal di bawah 200 juta) di Cirebon, Jawa Barat, hingga Pekalongan kini harus gulung tikar karena tidak adanya permintaan.

oleh Maria Flora diperbarui 02 Okt 2020, 12:36 WIB
Diterbitkan 02 Okt 2020, 12:36 WIB
Ilustrasi batik megamendung
Ilustrasi batik megamendung. (Gambar oleh Kevin Sanderson dari Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Sektor tekstil dan garmen di Indonesia menjadi salah satu industri yang terdampak saat pandemi Covid-19 melanda. Salah satunya batik  nusantara. 

Melihat kondisi ini, tak sedikit para perajin dan pengusaha batik berusaha memutar otak agar produksi batik hasil karyanya bisa terus dicari hingga ke mancanegara. Salah satunya dengan berkawan dengan teknologi dan beralih ke digital.

"Sekarang memaksa kami para pelaku untuk beralih ke digital. Kami terus menjalin komunikasi, bahkan kerja sama dan membuat webinar setiap Minggu tentang batik dan donasi untuk perajin batik lokal," kata Ketua Asosiasi Pengusaha dan Perajin Batik Indonesia, Komarudin Kudiya melalui diskusi virtual, Kamis, 1 Oktober 2020. 

Dia pun mengaku pihaknya juga telah menjalin kerja sama dengan Google Arts and Culture untuk memasukkan batik ke lamannya.

"Dengan ditampilkan ke Google, kita sudah declare ke seluruh dunia kalau ini adalah batik Indonesia," ujarnya dilansir Antara

Sebagai informasi, pada April, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan terjadi pengurangan 2,1 juta pekerja di industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

Komarudin pun menyebut, saat ini terdapat banyak perajin batik rumahan (dengan modal di bawah Rp 200 juta) di Cirebon, Jawa Barat, hingga Pekalongan kini harus gulung tikar karena tidak adanya permintaan.

"Ini juga berlaku bagi pelaku industri bordir dan tenun, " jelasnya. 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Dukungan Google

Ketua Galeri Batik YBI Periode 2010-2019 dan aktivis Yayasan Batik Indonesia, Dr Tumbu Ramelan, menyatakan bahwa memang yang paling terdampak adalah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), atau industri akar rumput.

"Sejauh ini, pengusaha batik telah melaporkan bahwa penjualan mereka menurun drastis hingga sekitar 30 persen," kata dia. 

Menurutnya dengan mencoba mengenalkan teknologi ke para pelaku bisnis batik, diharapkan bisa menggugah keterlibatan mereka untuk eksistensi bati dan membantu industrinya, yang meliputi 200 ribu pembuat batik di seluruh Nusantara.

Di sisi lain, raksasa teknologi Google juga turut menyatakan komitmen untuk mendukung pemulihan ekonomi Indonesia dengan digitalisasi.

"Ini agar sektor batik dapat bertransformasi digital secara cepat dan memanfaatkan teknologi. Google juga telah melatih 50 UMKM di sektor batik untuk go digital dan beradaptasi baik di masa pandemi, dan membantu mereka memajukan bisnis melalui media digital," kata Kepala Hubungan Publik Asia Tenggara, Google Asia Tenggara, Ryan Rahardjo. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya