Polri Tegaskan Pengamanan Demo Tolak Omnibus Law Cipta Kerja Sesuai SOP

Argo mengatakan, suasana malah semakin anarkis. Oleh sebab itu, imbauan yang sifatnya pengumuman keras diberikan kepada massa demo hingga terakhir menembakkan gas air mata.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 09 Okt 2020, 16:46 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2020, 16:45 WIB
Demo Berujung Anarkis, Sebagian Jakarta Porak Poranda
Sebuah mobil plat merah atau mobil dinas dibakar massa di kawasan Gondangdia, Jakarta, Kamis (8/10/2020). Unjuk rasa menentang disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja berujung aksi anarkis merusak berbagai fasilitas umum. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono menyampaikan, pihaknya telah melakukan pengamanan aksi demo menolak pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja, sesuai dengan aturan dan standar operasional prosedur (SOP).

"SOP itu pertama, tidak dilengkapi dengan senjata api. Kedua, di dalam kegiatan tersebut polisi melakukan kegiatan nego-nego dalam berunjuk rasa supaya kegiatan aspirasinya disampaikan," tutur Argo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (9/10/2020).

Menurut Argo, polisi juga melakukan pengamanan ke area yang memang tidak boleh dimasuki. Imbauan persuasif pun dilakukan dan memberikan edukasi kepada anggota agar tidak mudah terpancing emosi saat demo.

"Anggota walaupun dilempari tetap diam saja. Tetap melakukan defend, persuasif, tetap melakukan pertahanan. Ada beberapa anggota yang luka karena dilempari," jelas dia.

Namun di tengah upaya menenangkan massa, suasana malah semakin anarkis. Oleh sebab itu, imbauan yang sifatnya pengumuman keras diberikan kepada massa demo hingga terakhir menembakkan gas air mata.

"Jadi ada beberapa yang luka, ada juga beberapa fasilitas dari polisi yang ikut dirusak. Contohnya mobil, ini ambulans yang digunakan untuk kemanusiaan pun ikut dirusak. Kemudian mobil dinas ikut dirusak juga," Argo menandaskan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Demo RUU Cipta Kerja Berujung Rusuh, Polisi Amankan 1.192 Orang

Sisa-Sisa Halte TransJakarta di Kawasan Bundaran HI
Kondisi halte transjakarta Tosari yang dibakar massa perusuh di Jakarta, Jumat (9/10/2020). Demo menolak omnibus law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja diwarnai kericuhan dan pembakaran terhadap sejumlah halte Transjakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) mengundang reaksi dari buruh dan mahasiswa. Tak sedikit dari mereka turun ke jalan menyampaikan aspirasinya.

Di berbagai daerah demonstrasi itu berujung ricuh salah satunya di DKI Jakarta. Polisi pun menangkap massa yang diduga bertindak anarkis.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mencatat hingga saat ini peserta unjuk rasa yang diamankan di sekitaran DKI Jakarta berjumlah 1.192 orang.

"Sampai dengan saat ini memang ada 1.192 yang telah kita amankan sebelum dilakukan demo ini memang kita melakukan razia," kata dia di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (9/10/2020).

Yusri menjelaskan, orang-orang yang diamankan terjaring razia yang digelar kepolisian dari 7 Oktober sampai 8 Oktober 2020. Polisi menyebut mereka adalah kelompok Anarko.

"Kita ketahui pada pengalaman-pengalaman sebelumnya memang ada demo dan berakhir kerusuhan ada indikasi itu ditunggangi oleh orang-orang yang memang Anarko. Kelompok Anarko yang memang membuat keributan," ucap dia.

Yusri menjelaskan, kelompok perusuh datang dari beberapa wilayah seperti Purwakarta, Karawang, Bogor, dan Banten.

"Datang ke Jakarta memang tujuannya untuk melakukan kerusuhan. Itu bukan dari kelompok buruh tapi ada kelompok-kelompok sendiri yang datang untuk merusuh," ucap dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya