PAN Sebut Stabilitas Pemerintahan Bukan Didasarkan Jumlah Parpol

Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 dinyatakan bahwa salah satu fungsi parpol sebagai alat pemersatu bangsa

oleh Muhammad Ali diperbarui 14 Nov 2020, 06:48 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2020, 06:48 WIB
Viva Yoga Mauladi
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauladi (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi menilai efektivitas dan stabilitas pemerintahan tidak berdasarkan jumlah partai politik tetapi berdasarkan perbedaan ideologi politik dari partai yang di DPR.

"Saat ini, partai politik meski memiliki ideologi politik yang menjadi ciri khasnya tetapi perbedaan ideologi partai tidak dalam posisi berlawanan/diametral, karena dipersatukan oleh Pancasila dan komitmen kebangsaan," kata Viva Yoga di Jakarta, Jumat 13 November 2020.

Hal itu dikatakan Viva Yoga terkait pernyataan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengatakan sejak awal berdiri, partainya menawarkan upaya penyederhanaan parpol di Indonesia melalui kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold". Surya Paloh juga mengatakan, partainya menawarkan kenaikan ambang batas parlemen dari 4 persen menjadi 7 persen.

Viva Yoga menjelaskan, sistem multipartai di Indonesia saat ini adalah cerminan dari multikultural masyarakat Indonesia yang pluralis atau beragam suku bangsa, agama, adat, dan budaya.

"Ini harus diakomodasi secara politik di partai politik. Makanya di UU Nomor 7 Tahun 2017 dinyatakan bahwa salah satu fungsi parpol sebagai alat pemersatu bangsa," ujarnya.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Aspek Proporsionalitas

Menurut dia, penerapan ambang batas parlemen berkaitan dengan aspek proporsionalitas atau derajat keterwakilan pemilu dan pemilu yang berkualitas ditandai dengan semakin banyaknya pemilih yang terwakili alias suaranya terkonversi menjadi kursi.

Dia menilai apabila banyak suara terbuang, tidak sah, ditambah partisipasi pemilih yang rendah, tentu derajat keterwakilan akan semakin buruk.

"Dalam teori matematika pemilu, semakin tinggi PT akan menyebabkan semakin besar suara sah nasional tidak bisa dikonversi menjadi kursi. Hal itu diperparah dengan semakin banyaknya partai politik peserta pemilu tidak lolos PT maka akan menjadi semakin besar suara yang terbuang ini menyebabkan pemilu semakin disproporsionalitas," katanya yang dikutip dari Antara.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya