Anggota Komisi IX DPR Minta Pemerintah Terapkan 5 Kebijakan soal Utang Luar Negeri

Menurut dia, posisi ULN Pemerintah sudah berada pada level over borrowing.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Apr 2021, 22:42 WIB
Diterbitkan 16 Apr 2021, 20:03 WIB
Kamrussamad
Anggota DPR Komisi XI Kamrussamad. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi XI DPR RI, Kamrussamad angkat bicara terkait rilis Bank Indonesia tentang posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia sebesar US$ 422,6 miliar per Februari 2021. Jumlah ini menunjukkan pertumbuhan 4% year on year (YoY).

Menurut dia, posisi ULN Pemerintah sudah berada pada level over borrowing. Pandangan ini didasarkan atas tiga indikator yaitu posisi DSR (Debt Service Ratio), merupakan rasio pembayaran bunga dan cicilan utang terhadap penerimaan ekspor yang mencapai 27,86%, sementara posisi aman menurutnya berada di angka 20%.

Kemudian posisi DGDP (Debt to GDP ratio), merupakan rasio antara total ULN terhadap PDB Indonesia yang mencapai 39,7%, posisi ini nyaris menyentuh batas aman di angka 40%. Selain itu posisi DER (Debt Export Ratio) yang merupakan rasio ULN dengan penerimaan ekspor dengan batas aman sebesar 200%, sementara posisi Indonesia berada diangka 215.4% pada kuartal IV-2020.

"Dua indikator menunjukkan bahwa Indonesia mengalami over borrowing, ketika dilihat dari indikator DSR dan DER. Sedangkan dengan indikator DGDP, nilainya hampir melebihi batas aman sehingga diperlukan manajemen utang dengan hati-hati dan terstruktur," ujar Anggota Fraksi Gerindra ini.

Dalam mengelola ULN, Kamrussamad menyarankan Pemerintah agar mendapatkan sumber pendanaan dengan biaya yang murah, meminimalkan risiko terkait portofolio utang, dan mendukung pengembangan pasar.

Selain itu, Anggota DPR dari Daerah Pemilihan DKI Jakarta ini meminta pemerintah menjalankan pedoman arah kebijakan ULN dengan 5 cara. Yaitu Pengurangan pinjaman valas secara gradual dan terencana, fokus pada pinjaman domestik dengan jatuh tempo jangka menengah dan panjang, Penerbitan SPN (Treasury bills dengan jatuh tempo 12 bulan) hanya untuk manajemen kas dan tidak untuk menutup defisit atau refinancing utang yang masih ada.

Selain itu, fokus pada suku bunga tetap untuk pinjaman baru dan terakhir obligasi internasional hanya diterbitkan untuk membiayai kewajiban dalam valas, memperkuat cadangan devisa, dan menghindari crowding out pasar obligasi domestik.

"Utang merupakan konsekuensi belanja negara yang ekspansif. Dengan adanya pandemi Covid-19 maka pemerintah meningkatkan pengeluarannya untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional baik dari segi sosial, ekonomi maupun kesehatan," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Ekonomi Cepat Pulih

Selain itu, dengan kondisi yang dialami saat ini, pemerintah harus memanfaatkan momentum ini untuk dapat kembali bersaing dan menghindari opportunity loss melalui strategi-strategi kebijakan yang akan dilaksanakan.

Lebih jauh dikatakan, melalui perdebatan yang muncul akibat adu argumen terkait perbandingan besaran utang negara, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana strategi efektif yang dapat ditempuh agar ekonomi dapat lekas pulih kembali. Bukan malah 'tawuran' argumen yang dapat memicu hambatnya pemulihan ekonomi.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya