ICW Desak Polisi Usut Kasus Pemukulan Nurhadi Terhadap Sipir Rutan KPK

Dugaan pemukulan terhadap sipir Rutan KPK dilakukan Nurhadi pada 28 Januari 2021 di Rutan ACLC KPK kavling C1 Rasuna Said. Nurhadi pun dilaporkan ke Polisi keesokan harinya, 29 Januari 2021.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 12 Mar 2021, 10:45 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2021, 10:45 WIB
Ekspresi Nurhadi Usai Diperiksa Terkait Dugaan Pemukulan Sipir Rutan KPK
Tersangka suap dan gratifikasi penanganan perkara di Mahkamah Agung, Nurhadi (kanan) usai diperiksa penyidik Polres Jakarta Selatan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/2/2021). Mantan Sekretaris MA itu diperiksa terkait dugaan pemukulan terhadap sipir di Rutan KPK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Kepolisian Republik Indonesia terus mengusut secara tuntas kasus pemukulan terhadap petugas Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK) yang diduga dilakukan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.

"ICW turut pula meminta agar Kepolisian memproses hukum insiden pemukulan di Rumah Tahanan KPK yang diduga dilakukan oleh Nurhadi," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Jumat (12/3/2021).

Dugaan pemukulan terhadap sipir Rutan KPK dilakukan Nurhadi pada 28 Januari 2021 di Rutan ACLC KPK kavling C1 Rasuna Said. Nurhadi pun dilaporkan ke Polisi keesokan harinya, 29 Januari 2021.

Nurhadi sendiri mengklaim dirinya hanya mengayunkan tangan tanpa mengenai bagian wajah petugas Rutan KPK. Menurut Nurhadi, ayunan tangan juga dia lakukan lantaran terprovokasi oleh petugas Rutan KPK tersebut.

ICW meminta demikian lantaran kecewa dengan vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat terhadap Nurhadi.

Menurut ICW, vonis terhadap Nurhadi dalam kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA sangat kecil dan melukai rasa keadilan. Apalagi, kejahataan yang dilakukan Nurhadi sudah menjatuhkan wibawa lembaga peradilan tertinggi, yakni MA. Sebab, Nurhadi melakukan kejahatannya saat menjabat sebagai pejabat tinggi lembaga kekuasaan kehakiman.

"Tentu suap-menyuap yang dia lakukan dengan sendirinya meruntuhkan wibawa MA. Nurhadi juga tidak kooperatif saat menjalani proses hukum. Hal itu terbukti tatkala ia melarikan diri dan terlibat dalam insiden pemukulan pegawai rumah tahanan KPK. Kemudian, selama proses persidangan Nurhadi tidak mengakui praktik korupsi yang ia lakukan. Padahal fakta persidangan menunjukkan sebaliknya, ia diduga menerima miliaran rupiah dari Hiendra Soenjoto," kata Kurnia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Vonis 6 Tahun Penjara

Ekspresi Nurhadi Usai Diperiksa Terkait Dugaan Pemukulan Sipir Rutan KPK
Tersangka suap dan gratifikasi penanganan perkara di Mahkamah Agung, Nurhadi usai pemeriksaan oleh penyidik Polres Jakarta Selatan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/2/2021). Mantan Sekretaris MA itu diperiksa terkait dugaan pemukulan terhadap sipir di Rutan KPK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono divonis 6 tahun pidana penjara denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Dalam tuntutan, JPU meminta hakim memvonis Nurhadi 12 tahun sementara Rezky 11 tahun penjara.

Majelis hakim menyebut Nurhadi dan Rezky Herbiyono menerima gratifikasi sebesar Rp 13.787.000.000. Penerimaan gratifikasi itu lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK yang menyebut Nurhadi dan Rezky menerima gratifikasi senilai Rp 37.287.000.000.

Sementara uang suap yang diterima Nurhadi juga lebih rendah dari tuntutan Jaksa. Nurhadi diyakini hanya menerima suap sebesar Rp 35.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto.

Sedangkan berdasarkan tuntutan Jaksa, Nurhadi dinilai menerima suap sebesar Rp 45.726.955.000. Uang suap untuk memuluskan pengurusan perkara antara PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa menyewa depo kontainer.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya