Liputan6.com, Jakarta Perkembangan dunia digital tumbuh melesat saat pandemi Covid-19. Masyarakat diharuskan menjaga jarak dan membatasi aktivitas di luar rumah. Sehingga membuat ekonomi negara merosot. Pada 2020 Indonesia mengalami kontraksi sekitar 5 persen dan hanya tumbuh sekitar 2,07 persen.
Kondisi itu memaksa masyarakat untuk mengalihkan aktivitas melalui digital, termasuk aktivitas pembayaran melalui elektronik. Adanya ekonomi digital ini membuat masyarakat lebih kuat dalam menghadapi pandemi terutama bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Pada 2020 menjadi milestone bagi digitalisasi ekonomi, pola transaksi masyarakat semakin terbiasa menggunakan digital saat pandemi. Hal itu terbukti dari adanya peningkatan signifikan dalam transaksi e-commerce, digital banking, dan transaksi uang elektronik.
Advertisement
Menurut Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Filianingsih Hendarta, pada 2021 telah melihat akan adanya pemulihan ekonomi nasional. Dimulai dari terkendalinya penanganan pandemi melalui vaksinasi, maupun digitalisasi ekonomi yang terakselerasi.
"Adanya pelaksanaan vaksinasi dan digitalisasi, prediksi Bank Indonesia memperkirakan ekonomi Indonesia pada 2021 akan mampu bertumbuh 4,3 sampai 5,3 persen," jelas Filianingsih pada webinar Katadata Indonesia Data and Economic Conference 2021 bertajuk Payment System in Digital Era, Rabu (24/3/2021).
"Transaksi e-commerce di triwulan 4 tahun 2020 itu mencapai Rp 90,28 triliun atau meningkat sekitar 28 persen, digital banking mencapai 12,4 persen, dan secara tahunan tumbuh pesat mencapai 41 persen. Sementara itu kalau kita lihat di uang elektronik mengalami pertumbuhan yg besar secara Q+Q 18 persen dan secara Year on Year hampir 20 persen," tambahnya.
Walaupun perkembangan digitalisasi mengalami pertumbuhan yang pesat selama pandemi, bukan berarti tak ada tantangan yang menghampiri. Filianingsih mengatakan, hambatan itu muncul karena belum meratanya kegiatan ekonomi di Indonesia.
Menurutnya, pembentukan ekosistem menjadi kunci kolaborasi antara bank dan fintech, termasuk UMKM yang menjadi kekuatan utama ekonomi. Dan bertujuan membawa 91,1 juta penduduk unbanked dan 62,9 juta UMKM ke dalam ekonomi dan keuangan formal secara sustainable melalui pemanfaatan.
"SDM (Sumber Daya Manusia) kekurangan tenaga kerja, pusat kegiatan ekonomi masih terkonsentrasi di Jawa Barat, khususnya Jakarta. Ini menyebabkan transaksi digital belum merata karena digitalisasi perlu dinavigasi melalui pendekatan kebijakan yang tidak bisa sektoral, tapi juga komprehensif dan struktural supaya transformasi digital ini mampu mengintegrasikan seluruh pelaku ekonomi," ucap Filianingsih.
Ekonomi digital pun mulai berhasil masuk ke banyak pelaku ekonomi termasuk UMKM. Hal tersebut diungkapkan oleh Presiden OVO, Karaniya Dharmasaputra, terdapat karakteristik yang penting bahwa sebagian besar merchant OVO didominasi oleh UMKM.
"Hampir 900 ribu merchant kami 90 persennya itu UMKM. Di mana ekosistem dari merchant UMKM ini sebetulnya bisa dimanfaatkan dengan sangat menarik oleh berbagai inisiatif. Jumlah pedagang di OVO pada 2020 mencapai 66 persen," kata Kara.
Ia menganggap uang elektronik kini tidak hanya untuk sekadar membayar parkir saja, tapi juga bisa sebagai alat untuk mendorong pasar modal. Terbukti selama pandemi terjadi pertumbuhan yang luar biasa di reksa dana, investasi, dan Bareksa. Jadi bermain investasi bisa dilakukan dengan uang elektronik.
"Hampir 55 persen di Bareksa, Reksadana yang membeli dana dengan uang elektronik. Ini bukti industri e-money sudah going beyond payment. Ini menunjukan ekosistem ekonomi seperti OVO dan e-money lain memiliki ekosistem yang cukup banyak, kita bisa memanfaatkan teknologi e-money ini untuk membantu memperbaiki UMKM kita. Ini potensi menarik dan penting dikembangkan terus ke depan," tutur Kara.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pembayaran Masa Depan
Selain UMKM yang dapat mendongkrak ekonomi digital, kolaborasi dengan fintech juga tak kalah penting. Sehingga bank bisa melayani sebanyak-banyaknya dengan berkolaborasi bersama fintech.
Director of Technology Information & Operation, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Indra Utoyo berpendapat, sistem pembayaran digital harus merujuk pada ekosistem kolaborasi dan UMKM.
"Dua hal pertama adalah open banking ini era kolaboratif ekonomi dan kita berkolaborasi secara masif dengan fintech atau digital player. Kita juga membangun kolaborasi secara masif, ada virtual account, ini akan menjadi pembayaran di masa depan. Kita bank mikro perlu melakukan pembayaran sebanyak-banyaknya dan semurah-murahnya, maka itu berkolaborasi dengan OVO dan teman-teman e-money lain perlu dilakukan," jelasnya.
Kolaborasi itu juga dilakukan oleh LinkAja yang merupakan layanan keuangan digital. Chief Technology Officer LinkAja, Rahmat Bagas Santoso, menjelaskan bahwa merchant yang telah dimiliki banyak dari UMKM. Selain itu, mereka juga mengaplikasikan keuangan syariah untuk beramal.
"Donasi ke masjid dengan elektronik syariah sebanyak 2,2 juta pengguna link syariah. Dari mulai zakat, masjid, jadi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kita berharap penetrasinya lebih cepat dan lebih baik karena pelayanan sesuai dibutuhkan oleh pasar. Saat ini sudah 66 juta pengguna terdaftar," jelas Rahmat.
Advertisement