Mengintip Kegiatan Suku Baduy Mualaf Selama Ramadan

Para keluarga suku Baduy yang telah mualaf itu berada di Kampung Landeuh, Desa Bojongmenteng, Kabupaten Lebak, Banten.

oleh Herman ZakhariaLiputan6.com diperbarui 02 Mei 2021, 23:57 WIB
Diterbitkan 02 Mei 2021, 16:02 WIB
Kisah Warga Baduy Mualaf yang Kini Menjalani Puasa
Aldi yang berganti nama muslim menjadi Hamid Bambang Kusomo (28) saat ditemui di pemukiman mualaf yang berbatasan dengan daerah adat Baduy. Beberapa waktu belakangan terdapat sejumlah warga suku Baduy yang keluar dari desa adat, dan menjadi pemeluk agama Islam. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 34 keluarga suku Baduy yang kini menjadi seorang muslim turut menjalankan kewajiban puasa Ramadan.

Para keluarga suku Baduy yang telah mualaf itu berada di Kampung Landeuh, Desa Bojongmenteng, Kabupaten Lebak, Banten.

Pantauan Liputan6.com di lokasi, selama bulan Ramadan, seluruh warga biasanya melakukan buka puasa bersama dan melaksanakan salat Isya serta tarawih berjemaah di masjid.

Selain itu, tadarus Al-Qur'an juga dilakukan secara bergantian selama satu jam sekali. Kegiatan dilakukan hingga datangnya waktu subuh. Setelah itu tak ada lagi kegiatan di desa tersebut.

"Kalau mau ada yang ngaji di sini gantian satu jam sekali sampai Subuh. Habis salat Subuh enggak ada kegiatan lagi," kata Sudin selaku Ketua RT Kampung Landeuh saat berbincang dengan Liputan6.com.

Menurut Sudin, di desanya itu anak-anak telah dianggap sebagai seorang santri. Jadi, kata dia, setiap sore dan pagi mereka akan datang ke pengajian yang telah disediakan.

"Namun, bagi anak-anak yang umurnya lebih kecil, diadakan pengajian khusus usai salat Ashar," ucap Sudin.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kegiatan Lain

Musala di Kampung Suku Baduy
Warga Baduy melaksanakan salat di Musala At-Taubah di kampung Landeh, Lebak, Banten, Selasa (27/04/2021). Musala ini didirikan sejak 3 tahun lalu bebarengan dengan di dirikannnya Kampung Mualaf suku Baduy. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Tak hanya itu, menurut Sudin, ada kegiatan lain yang mereka lakukan yaitu makan bersama. Biasanya kegiatan ini dilakukan setiap hari ke-15 bulan Ramadan yang disebut Qunut.

Namun, makan bersama juga beberapa kali dilakukan apabila ada donatur dari Jakarta yang memberi warga menu berbuka puasa.

"Mungkin sekali-kali kalau ada rezeki, kemarin kan ada donatur dari Yayasan Jakarta dia kirim untuk berbuka bersama tapi baru dua kali, yang pertama hari Selasa, kedua hari Jumat, banyak orang sampai anak-anak dikumpulkan semua di sini," kata Sudin.

Meskipun tengah menjalankan ibadah puasa, aktivitas yang biasa mereka lakukan sehari-hari tetap terlaksana dengan baik.

Beberapa warga masih terus bekerja sebagai kuli dan anak-anak mulai sekolah secara tatap muka di awal bulan Ramadhan.

Di desa ini baru tersedia Sekolah Dasar (SD). Akibat adanya pandemi, seluruh siswa hanya dapat melakukan sekolah tatap muka selama tiga kali seminggu.

Selama sekolah online, Sudin mengaku bahwa ia kesulitan memfasilitasi anaknya untuk belajar karena tidak memiliki handphone. Terkadang, meminjam tetangga untuk sekolah anaknya.

"Baru masuk awal Ramadan kemarin, sebelumnya di rumah aja sekolahnya. Makanya anak saya kan belum punya HP kadang-kadang pinjem sama tetangga buat anak belajar," ucap Sudin.

 

Desa Baduy Mualaf

Musala di Kampung Suku Baduy
Warga Baduy muslim saat melihat pemandangan di Musala At-Taubah di kampung Landeh, Lebak, Banten, Selasa (27/04/2021). Musala ini didirikan sejak 3 tahun lalu bebarengan dengan di dirikannnya Kampung Mualaf suku Baduy. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Kampung Landeuh menjadi tempat masyarakat Baduy mualaf berkumpul, mulai dari masyarakat yang baru 2 tahun memeluk Islam hingga yang telah 10 tahun. Namun, mereka baru menempati rumah di desa ini sekitar tiga tahun terakhir.

"Sama sih, di sini baru 3 tahun semuanya, sebelumnya di kampung lain. Kalau orang Baduy kan sering ngeruma’ atau tanam padi. Jadi misalkan saya di sini, ngeruma’ di sana, ya saya pindah berapa tahun di sana, nanti pindah lagi," ujar Sudin.

Sudin mengatakan, sebanyak 45 rumah yang ada di desa tempat tinggalnya ini dibangun oleh sebuah yayasan. Rumah-rumah telah difasilitasi kasur, selimut, dan beberapa barang lainnya.

Menurut dia, tempat tinggal tersebut dibangun dengan berbentuk rumah panggung untuk menjadi ciri khas suku Baduy.

Sehingga apabila orang-orang berkunjung akan tetap mengenali rumah khas suku Baduy meskipun mereka telah memeluk kepercayaan yang berbeda.

"Jadi kalau orang kota ke sini melihat potongan rumahnya masih orang Baduy, mungkin kayak gitu aja tujuannya," tutup Sudin.

 

(Cinta Islamiwati - Dinda Permata)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya