Wadah Pegawai Anggap Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai Perlemah Integritas KPK

Menurut Yudi, TWK tidak sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas karena sejak awal tidak jelas konsekuensinya

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Mei 2021, 14:02 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2021, 14:02 WIB
1.000 Pegawai KPK Bikin Petisi Tolak Capim Bermasalah
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap memberi keterangan terkait petisi 1.000 tanda tangan tolak Capim KPK bermasalah di Gedung KPK, Jakarta, Senin (2/9/2019). (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap menyatakan sebenarnya telah mengirim surat keberatan terkait adanya Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), sebelum tes tersebut dijalankan.   

Yudi mengatakan, surat yang dimaksud dikirim pada 4 Maret 2021 terkait TWK ini. Surat tersebut bernomor 841 /WP/A/3/2021.

"Dalam surat tersebut, kami menilai bahwa TWK berpotensi menjadi sarana legitimasi untuk menyingkirkan pegawai-pegawai yang menangani kasus strategis atau menempati posisi strategis," kata Yudi dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis (6/5/2021). 

Dengan begitu, maka pemberantasan korupsi di KPK akan semakin melemah karena pegawai-pegawai KPK yang berintegritas disingkirkan oleh tes tersebut.

"Sehingga Tes Wawasan Kebangsaan tidak bisa dilepaskan dari konteks pelemahan pemberantasan korupsi yang telah terjadi sejak revisi UU KPK," katanya.

Selain itu, lanjut Yudi, TWK tidak sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas karena sejak awal tidak jelas konsekuensinya. Menurutnya, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menyatakan pengalihan status tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN.  

"Hal itu tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang dibacakan pada Selasa 4 Mei 2021," kata Yudi

Dia mengatakan, seharusnya Pimpinan KPK sebagai pemimpin lembaga penegakan hukum  menjalankan putusan MK secara konsisten dengan tidak menggunakan TWK sebagai ukuran baru dalam proses peralihan yang menyebabkan kerugian hak Pegawai KPK.  

Untuk itu, menurutnya pemberantasan korupsi tidak bisa dipisahkan dari konteks intsitusi dan aparatur berintegritas dalam pemenuhannya.

"Segala upaya yang berpotensi menghambat pemberantasan korupsi harus ditolak," tegasnya.

Dia juga menilai bahwa pemberlakuan TWK telah melanggar 28 D ayat (2) UUD 1945 mengenai jaminan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja dan UU KPK itu sendiri.

"Karena dalam UU KPK maupun PP 41/2020 terkait pelaksanan alih status tidak mensyaratkan adanya TWK. TWK baru muncul dalam peraturan komisi nomor 1 tahun 2021. dalam rapat pembahasan bersama bahkan tidak dimunculkan," katanya.

"Hal tersebut menimbulkan pertanyaan, siapa pihak internal KPK yang ingin memasukan TWK sebagai suatu kewajiban?" Tanya Yudi. 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Bantah Ada Pemecatan

Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Sebelumnya Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan bahwa ada 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK. Namun Firli tidak menyebutkan puluhan nama yang gagal dalam TWK tersebut, dengan alasan KPK ingin menjunjung tinggi penegakan hak asasi manusia (HAM). 

"Untuk 75 nama kami akan sampaikan melalui Sekjen setelah surat keputusan keluar karena kami tidak ingin menebar isu," kata Firli dalam konferensi pers yang disiarkan di YouTube KPK, Rabu (5/5/2021).

Firli juga menepis pemecatan terhadap 75 nama-nama yang tidak lolos TWK. Seperti yang diketahui, sejumlah pegawai KPK yang diberhentikan termasuk penyidik senior Novel Baswedan.

Serta sejumlah kepala satuan tugas, pengurus inti wadah pegawai KPK, serta pegawai KPK yang berintegritas dan berprestasi lainnya.

 

Reporter: Rifa Yusya Adiah

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya