Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk program rumah DP 0 persen di Munjul, Pondok Rangon Cipayung, Jakarta Timur tahun anggaran 2019. Penyidik KPK mengusut mekanisme perencanaan awal pengadaan lahan.
Hal ini dilakukan penyidik KPK saat memeriksa dua saksi yakni Plh BP. BUMD periode 2019 Riyadi dan Senior Manajer Divisi Pertanahan dan Hukum Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yadi Robby. Keduanya dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Yoory Corneles Pinontoan.
"Para saksi didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan perencanaan awal hingga proses dilaksanakannya pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (4/6/2021).
Advertisement
Selain itu, KPK juga memanggil pegawai PT Adonara Propertindo Darzenalia Azli dan Wakil Kepala BPKD DKI Jakarta - Kabid Pembinaan Pengelolaan Keuangan Daerah BPKD DKI Jakarta 2019 Lusiana Hwrawati. Namun, Lusiana mangkir dalam pemeriksaan KPK.
"Darzenalia Azli dikonfirmasi antara lain terkait dengan berbagai dokumen yang terkait dengan perkara ini," kata Ali.
Sebelumnya, KPK menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan (YRC) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan rumah DP 0 Persen di Cipayung, Jakarta Timur.
Selain Yoory, KPK juga menjerat Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adria, Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtunewe, dan juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korporasi.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kerugian Negara
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut, perbuatan yang dilakukan para tersangka disinyalir merugikan keuangan negara sebesar Rp 152 miliar.
"KPK menduga, perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar sejumlah Rp 152,5 miliar," ujar Ghufron dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Mei 2021.
Ghufron menjelaskan, kasus ini bermula saat adanya kesepakatan penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di Kantor Perumda Sarana Jaya. Kesepakatan dilakukan oleh Yorry dan Anja Runtunewe pada 8 April 2019.
Pada saat itu juga dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar sejumlah Rp 108,9 miliar ke rekening Bank DKI milik Anja Runtunewe. Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah Yoory dilakukan pembayaran oleh Perumda Sarana Jaya kepada Anja Runtunewe sejumlah Rp 43,5 miliar.
Dalam pelaksanaan pengadaan tanah ini, diduga dilakukan secara melawan hukum, yakni tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah, tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait.
"Beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate. Kemudian, adanya kesepakatan harga awal antara pihak AR (Anja Runtunewe) dan PDPSJ (Sarana Jaya) sebelum proses negosiasi dilakukan," kata Ghufron.
Advertisement