Liputan6.com, Jakarta - Tim jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan upaya hukum banding atas vonis 3 tahun 6 bulan penjara terhadap mantan Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) Rohadi.
"Tim JPU yang diwakili Januar Dwi Nugroho, hari ini (19/7/2021) telah menyatakan upaya hukum banding melalui kepaniteraan pidana khusus Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (19/7/2011).
Ali menyebut, alasan permohonan banding yakni lantaran adanya beberapa aset milik Rohadi yang belum sepenuhnya dirampas sebagaimana dalam surat tuntutan Tim JPU dalam rangka asset recovery.
Advertisement
"Uraian selengkapnya termuat dalam memori banding yang akan segera disusun dan kami serahkan kepada pengadilan Tinggi Jakarta," ucap Ali.
Sebelumnya diberitakan, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 3 tahun 6 bulan penjara denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan terhadap mantan Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) Rohadi.
Ketua Majelis Hakim Albertus Usada menyatakan Rohadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi lantatan menerima suap dan gratifikasi. Mantan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Mahkamah Agung (MA) tersebut juga dinyatakan terbukti melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Menyatakan terdakwa Rohadi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi," ujar Hakim Albertus Usada dalam amar putusan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (14/7/2021).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan, serta pidana denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan," imbuhnya.
Hakim menetapkan pidana penjara yang dijatuhkan terhadap Rohadi tidak dikurangkan dengan masa penahanan. Sebab, saat ini Rohadi sedang menjalani hukuman pada perkara sebelumnya yang telah dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap alias inkrakh. Sehingga, Rohadi tidak menjalani masa penahanan selama proses penyidikan hingga penuntutan.
Dalam menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan. Hal yang memberatkan putusan yakni lantaran perbuatan Rohadi tidak mendukung program pemerintah yang tengah giat memberantas tindak pidana korupsi.
Sementara hal meringankan yakni Rohadi dianggap kooperatif dalam menjalani proses peradilan, berterus terang memberikan keterangan di persidangan, menyatakan mengaku bersalah, dan merupakan tulang punggung keluarga.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Vonis Lebih Ringan
Vonis Rohadi ini lebih ringan dari tuntutan yang diajukan tim jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa menuntut hakim menjatuhkan vonis 5 penjara denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Rohadi.
Dalam perkaranya, Rohadi dinyatakan terbukti menerima suap dengan nilai total Rp 4.663.500.000 dan gratifikasi dengan nilai Rp 11.518.850.000. Rohadi juga dinyatakan terbukti melakukan pencucian uang hasil suap dan gratifikasinya sejumlah Rp 40.598.862.000.
Adapun, uang suap yang diterima Rohadi salah satunya berasal dari Robert Melianus Nauw dan Jimmy Demianus Ijie senilai Rp 1,2 miliar. Uang tersebut diberikan agar Rohadi bisa mengurus perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Robert Melianus Nauw dan Jimmy Demianus supaya dapat dibebaskan pada tingkat kasasi di MA.
Selanjutnya, Rohadi juga dinyatakan terbukti menerima uang sebesar Rp 110 juta dari Jeffri Darmawan melalui perantara bernama Rudi Indawan. Rohadi juga disebut terbukti menerima suap dari Ali Darmadi Rp 1.608.500.000, dan dari Yanto Pranoto melalui Rudi Indawan Rp 235 juta.
Rohadi juga disebut terbukti pernah menerima uang dari mantan Anggota DPR RI Sareh Wiyono. Rohadi disebut menerima suap Rp 1,5 miliar untuk memenangkan perkara perdata milik teman Sareh Wiyono yang sedang diajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).
Terkait gratifikasi dengan nilai total Rp 11,5 miliar, diterima Rohadi sejak Mei 2001 atau saat dirinya menjabat sebagai panitera pengganti di PN Jakarta Utara. Rohadi pada tahun 2011 sempat dimutasi menjadi panitera pengganti di Pengadilan Negeri Bekasi. Namun pada tahun 2014, Rohadi ditugaskan kembali menjadi panitera pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Terkait TPPU dengan jumlah Rp 40,598 miliar, Rohadi menggunakan sejumlah modus. Modus yang digunakan Rohadi mulai dari membelanjakan, membayarkan, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan.
Dalam dakwaannya, Rohadi disebut membeli tiga unit perumahan di Perumahan The Royal Residence, satu unit rumah villa di Perumahan Villa Bumi Ciherang, Perumahan Grand Royal Residence, sejumlah bidang tanah (lahan sawah) di Indramayu. Total pembelian tanah dan bangunan itu senilai Rp 13,01 miliar.
Rohadi juga membelanjakan atau membeli 19 kendaraan roda empat dengan transaksi pembayaran seluruhnya senilai Rp 7,714 miliar. Adapun, mobil yang pernah dibeli Rohadi yakni Jeep Wrangler Sport Platinum Diesel 2800 CC AT tahun 2013, Mitsubishi Pajero warna putih, Toyota New Camry 3.5 Q A/T, Toyota Alphard warna hitam.
Kemudian, Toyota Camry Type 2.4 G AT tahun 2006 warna hitam, Mitsubishi Pajero Sport Exeed 4x2 AT tahun 2015 warna hitam, Mercedes Benz C 250 CGI AT tahun 2014 warna hitam metalica, Toyota Fortuner 2.7 G Lux A/T TRD tahun 2015 warna hitam metalik, Mitsubishi Pajero Sport 2.5 Exceed 4x2 A/T warna hitam tahun 2015, dan Toyota Alphard 2.5 G AT Luxury warna putih metalik tahun 2016.
Rohadi juga menempatkan, mentransfer, mengubah bentuk atau menukarkan dengan mata uang berupa sejumlah mata uang asing USD 461.800, SGD1.539.720, dan SAR 7.550 yang ditukar keseluruhannya menjadi Rp 19.408.465.000.
Atas perbuatan suapnya, Rohadi dinyatakan melanggar Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Terkait gratifikasi, Rohadi dinyatakan melanggar Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sedangkan terkait TPPUnya, perbuatan Rohadi dinyatakan melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Advertisement