Dinkes DKI soal Temuan BPK Terkait Pengadaan Alat Rapid Test: Harga Satuan Beragam

Widyastuti menyatakan pihaknya telah melakukan tindak lanjut terkait rekomendasi BPK atas pengadaan alat rapid test antigen Covid-19 di Ibu Kota.

oleh Ika Defianti diperbarui 08 Agu 2021, 07:50 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2021, 07:50 WIB
Warga DKI yang Tolak Tes Covid-19 Didenda Rp5 Juta
Warga mengikuti tes usap (swab test) COVID-19 di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Senin (19/10/2020). Pemprov DKI dan DPRD DKI Jakarta berencana mengatur sanksi denda Rp 5juta bagi warga yang menolak rapid test maupun swab test atau tes PCR (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta (Dinkes DKI), Widyastuti menyatakan pihaknya telah melakukan tindak lanjut terkait rekomendasi BPK atas pengadaan alat rapid test antigen Covid-19 di Ibu Kota.

Menurut dia, BPK menyatakan bahwa tindak lanjut telah selesai dalam Forum Pembahasan Tindak Lanjut atas LKPD Tahun Anggaran 2020.

"Seluruh proses pengadaan juga telah sesuai dengan Peraturan Lembaga LKPP Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa dalam Penanganan Keadaan Darurat," kata Widyastuti dalam keterangan tertulis, Sabtu 7 Agustus 2021.

Dia memandang, temuan BPK tersebut disebabkan adanya perbedaan harga atas pengadaan rapid test antibodi. Yakni antara merk Clungene yang dibeli pada Mei 2020 dari PT NPN dan pembelian pada Juni 2020 dari PT TKM.

"Dalam proses pengadaan alat rapid test antigen tersebut juga telah dilakukan negosiasi oleh PPK dengan penyedia barang dan jasa, dan telah dituangkan dalam berita acara negosiasi secara memadai," ucap Widyastuti.

Selain itu, dia juga menyebut proses pengadaan barang dan jasa saat masa pandemi memiliki kesulitan tersendiri. Terlebih harganya beragam

"Karena harga satuan yang sangat beragam. Sementara itu, pengambilan keputusan harus cepat, karena terkait dengan percepatan penanganan Covid-19. Tapi, yang perlu digarisbawahi adalah BPK menyatakan tidak ada kerugian daerah atas pengadaan tersebut," kata Widyastuti.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Temuan BPK

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya pemborosan anggaran oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta sebesar Rp1.190.908.000 untuk pengadaan alat rapid test. Bentuk pemborosan yang dimaksud, Dinas Kesehatan melakukan pengadaan alat tes di dua perusahaan dengan merek yang sama.

"Terdapat 2 penyedia jasa pengadaan rapid test Covid-19 dengan merek yang sama serta dengan waktu yang berdekatan namun dengan harga yang berbeda," demikian isi dari dokumen BPK tentang laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan daerah tahun 2020, yang dikutip pada Kamis (5/8/2021).

Pengadaan pertama dimulai saat PT NPN, mengajukan surat penawaran berupa alat rapid test Covid-19 IgG/IgM rapid test cassete merek Clungene, pada 18 Mei 2020.

Dijelaskan, dalam satu kemasan, berisi 25 alat tes. Yang mana, harga setiap unit alat tes senilai Rp197.500.

Pada pengadaan ini, Dinkes kemudian menandatangani kontrak kerja dengan nomor 18.2/PPK-SKRT/DINKES/DKI/V/2020, untuk pengadaan 50.000 unit alat tes dengan total nilai Rp9.875.000.000.

"Pekerjaan telah dinyatakan selesai berdasarkan berita acara penyelesaian Nomor 12.4/BAST-SKRT/DINKES/DKI/VI/2020 tanggal 12 Juni dengan pengadaan sejumlah 50.000 dengan harga per unit barang senilai Rp197.500."

Kemudian, Dinkes kembali membeli alat rapid test Covid-19 dengan merek yang sama, Clungene melalui PT TKM. Sama seperti PT NPN, satu kemasan berisi 25 test cassete rapid test Covid-19.

Pekerjaan dilaksanakan pada kontrak kerja yang ditandatangani pada 2 Juni 2020 dengan nilai kontrak Rp9.090.909.091.

Jenis kontrak adalah kontrak harga satuan, dengan jangka waktu pelaksanaan kontrak selama 4 hari kerja terhitung pada 2 Juni sampai dengan 5 Juni.

"Pekerjaan telah dinyatakan selesai berdasarkan pada tanggal 5 Juni dengan jumlah pengadaan sebanyak 40.000 pieces dengan harga per unit barang senilai Rp227.272," demikian isi dokumen.

BPK kemudian meminta konfirmasi atas pengadaan dua alat rapid test tersebut ke pihak Dinkes dan PT NPN. Dari hasil konfirmasi diketahui PT NPN hanya ditawarkan untuk melakukan pengadaan rapid test sebanyak 50.000 pieces.

"PT NPN tidak mengetahui jika terdapat pengadaan serupa dengan jumlah yang lain karena memang tidak diberitahukan pihak Dinas Kesehatan," demikian penjelasannya.

"Jika PT NPN ditawarkan pengadaan tersebut (40.000 pieces) lainnya maka PT NPN akan bersedia dan sanggup untuk memenuhinya karena memang stok barang tersebut tersedia.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya