Liputan6.com, Jakarta Kepala Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Herry Jogaswara menilai, kondisi geografis menjadikan Indonesia unggul dalam potensi alam namun rawan bencana. Karenanya, pengetahuan lokal dalam manajemen pengelolaan bencana menjadi hal penting yang diketahui masyarakat di wilayah rawan bencana.
"Kalau pengelolaan bencana harus berbasis struktural dan non struktural. Struktural antara lain teknologi peringatan dini, alat pendeteksi bencana. Sedangkan, non struktural merupakan suatu pendidikan kebencanaan yang memberikan pertolongan pertama kali saat bencana itu terjadi,” kata dia dalam keterangan tertulis diterima, Jumat (27/8/2021).
Herry menyatakan, masyarakat Indonesia yang berada di wilayah rawan bencana harus diedukasi dan diberikan materi yang berkaitan dengan kebencanaan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh LIPI yaitu melakukan studi lapangan terkait di Pulau Sebesi, yang lokasi tak jauh dari Gunung Anak Krakatau.
Advertisement
Berdasarkan studi LIPI di masyarakat Pulau Sabesi dengan topik ‘Krakatau dalam Pandangan Masyarakat Sebesi: Antara Berkah dan Bencana’. Hasilnya menyatakan, pulau tersebut menjadi lumpuh komunikasi dan terisolasi.
"Survei dilakukan dengan wawancara pada 13-16 Oktober 2020. Pulau Sebesi, sebagai pulau yang posisinya hanya 20 KM (sekitar 10,7 mil laut) dari Gunung Krakatau dan tak luput dari sapuan tsunami," papar Herry.
Ditambahkan oleh Devi, peneliti LIPI, aktivitas Anak Krakatau tak lepas dari gemuruh, letusan kecil yang mengeluarkan asap, bau belerang, hujan debu vulkanik hingga tsunami di 2018 sudah biasa dirasakan oleh masyarakat di Pulau Sebesi. Tapi menariknya, lanjut Devy, risiko tinggi yang dihadapi tidak serta merta membuat masyarakat meninggalkan Pulau Sebesi.
"Bagi sebagian besar warga Sebesi, ketika ada aktivitasnya, maka mereka yakin Anak Krakatau tidak akan membahayakan mereka,” kata Devy.
Situasi Berkebalikan Dirasakan Masyarakat Pulau Sebesi
Menurut hasil penelitian, sambung Devy, ketika Anak Krakatau cenderung sepi aktivitas dan diam dalam periode waktu yang cukup lama, maka masyarakat justru mempertanyakan dan mengkhawatirkan kondisi ini.
Namun Devy berharap, dengan penelitian dan edukasi diberikan LIPI, pandangan masyarakat bisa mulai berubah. Terlepas trauma berat pada masyarakat Sebesi sebab bencana tsunami 2018.
Diketahui, kondisi alam Anak Krakatau membuat Pulau Sebesi menjadi salah satu unggulan destinasi wisata bahari oleh pemerintah Lampung. Pantai di pulau tersebut memiliki pemandangan yang indah dan berhadapan langsung dengan Anak Krakatau.
Advertisement