Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemerintah yang akan menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 selama libur Natal dan Tahun Baru menuai pro dan kontra. Kebijakan ini dianggap tepat karena pandemi masih bercokol di bumi pertiwi, namun tak sedikit pula yang mengkritiknya lantaran dinilai tak efektif.
Kebijakan itu akan diterapkan pada 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022. Dalam hal ini, sejumlah kegiatan masyarakat di ruang publik akan kembali diperketat.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, dr Hariadi Wibisono melihat kebijakan tersebut sudah on the track. Menurutnya, saat ini Indonesia masih dalam kondisi yang masih labil.
Advertisement
"Ini harus dipahami oleh semua pihak," ujar dia kepada Liputan6.com, Selasa (23/11/2021).
Dia menjelaskan, tren kasus covid-19 di Indonesia saat ini memang sudah menurun dibanding pada saat varian Delta menyerang pada Juni-Juli 2021. Yang mana angka kasus saat itu mencapai 50.000 jiwa per hari, dan kini menyusut hingga 394 orang per hari ini.
Baca Juga
"Nah kondisi penurunan kasus ini suatu kondisi yang bagus, tapi kan masih labil. Artinya belum stabil. Why? Karena faktor naik turunnya kasus itu adalah ada tidaknya ketaatan terhadap pertama prokes, kedua adalah vaksinasi, dan ketiga adalah mobilitas penduduk," terang Hariadi.
Menurutnya, tiga faktor itu yang berpengaruh langsung terhadap adanya transmisi lokal. Dengan adanya akhir tahun tersebut, kemungkinan terjadinya gangguan terhadap tiga hal tersebut akan muncul.
"Maka untuk itu memang pemerintah menerapkan suatu kebijakan dalam rangka mitigasi risiko tadi. Nah saya enggak secara spesifik mengomentari PPKM-nya begini-begini, selama kebijakan pemerintah itu dalam rangka mempertahankan kondisi yang baik tadi, maka menurut saya itu langkah yang baik," kata dia.
Dia tidak menampik PPKM level 3 ini akan mendapatkan penolakan dari sebagian masyarakat. Menurutnya, penolakan itu muncul lantaran ketidakpahaman persoalan.
Hariadi menerangkan, PPKM level 3 ini memang akan memberikan dampak tak baik bagi ekonomi masyarakat. Namun bila tetep membiarkan kelonggaran aktivitas masyarakat saat Nataru, akan menimbulkan bahaya yang lebih besar lagi.
"Memang ini berpengaruh tetapi kalau diabaikan dampak kerusakan terhadap ekonomi bisa lebih parah," ucap dia.
"Kalau pakai bahasa sederhana, memang marilah kita sementara ini prihatin dulu sampai yakin betul-betul masalahnya selesai. Toh ekonomi kita juga tidak terlalu ambruk-ambruk banget," dia mengimbuhkan.
Hariadi meminta semua pihak harus menyadari bahwa melonggarkan aktivitas pada akhir tahun akan membuat masyarakat seolah tidak berada dalam kondisi pandemi. Bila itu yang terjadi, potensi gelombang ketiga bisa saja menghantam Indonesia, yang mana ongkosnya akan jauh lebih mahal dari sebelumnya.
"Jadinya apa yang kita lawan itu selama dua tahun kembali ke titik nol. Mulai lagi kan itu. Kita tak bisa membayangkan betapa penderitaan akan makin lama kan," terang dia.
"Itu yang saya berharap semua pihak merasa bertanggung jawab menyampikan pesan," harap Hariadi.
Dia meminta pemerintah harus memiliki strategi jitu agar sosialiasi PPKM level 3 ini tersampaikan dengan bahasa yang humanis. Dengan begitu, masyarakat yang menerima pesan ini tidak merasa dibuat tertekan.
"Yang penting kesan membatasi kebebasan itu harus disampaikan dengan pesan demi kemaslahatan karena kalao membatasi kebebasan saja itu kesan kekuasaan, tapi kalau mengajak demi kemaslahatan itu demi kepentingan bersama. Jadi saya ikut bertanggung jawab, Anda ikut bertanggung jawab terhadap keluarga kita," terang Hariadi.
Bila pesan itu disampaikan secara elegan, dia mengimbuhkan, akan muncul partisipasi dari masyarakat. Namun jika nanti ada pihak-pihak tertentu yang mengungkit-ungkit masalah ekonomi, menurutnya, itu bisa terjadi misspersepsi di masyarakat terutama dari yang paling bawah.
"Kan jadi terkompori ya," imbuhnya.
Di peringkat dunia, Indonesia menduduki peringkat ke-5 dalam hal vaksinasi covid-19. Data per 19 November 2021, menyebutkan, masyarakat yang divaksinasi dosis 1 mencapai 133,4 juta atau 49,37% dari populasi. Sementara dosis vaksin lengkap, mencapai 87,96 juta atau setara dengan 32,55%. Adapun untuk booster yang sudah dilakukan kepada tenaga kesehatan sudah mencapai 1,2 juta.
Meski sebagian masyarakat Indonesia sudah terselimuti vaksin covid-19, menurut Hariadi, prokes tetap harus dijalankan. Kedua unsur itu dinilainya harus berjalan seiringan.
"Prokes dengan vaksin itu harus jalan bersama. Prokes itu salah satunya membatasi pergerakan, yang kedua physical and social distancing. Jadi PPKM itu tujuannya apa? Membatasi kegiatan masyarakat. Jadi PPKM itu intinya memastikan prokes diterapkan," ujar dia.
Hariadi menilai, idealnya pembatasan masyarakat ini diterapkan hingga tidak ada ada kenaikan kasus. Selain itu, juga harus memastikan sampai transmisi lokal sudah berhenti.
"Ukurannya apa? Jumlah kasusnya betul-betul flatting atau tidak (naik). Sekarang ini kalau kita lihat walaupun rendah tapi pada pertengahan minggu naik," ujar dia.
"Kita masih was-was betul enggak udah aman. Kalau saya, marilah kita sabar sampai betul-betul angka itu flattening di tingkat yang paling rendah," imbuh Hariadi.
Ia yakin pemerintah memiliki strategi tepat untuk mensosialisasikan PPKM level 3 ini. Namun demikian, semua pihak juga dituntut untuk berkontribusi agar kebijakan PPKM level 3 berjalan dengan baik.
"Pemerintah pasti punya cara. Di samping itu setiap orang yang memahami itu termasuk media, punya kontribusi yang sangat besar untuk mensosialisasikan. kan tanggung jawab bersama," dia mengimbuhkan.
Sebulan sebelum PPKM level 3 diterapkan, Pemerintah akan memaksimalkan cara agar sosialiasi berjalan dengan baik. Sejumlah pihak bakal digandeng dalam proses sosialisasi PPKM tersebut.
"Pemerintah akan melakukan komunikasi yang lebih luas menggunakan berbagai media. Salah satu komunikasi yang diarahkan oleh Presiden adalah untuk melibatkan para tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam mendorong kesadaran dan kewaspadaan nasional," kata Deputi II Kantor Staff Presiden, Abetnego Tarigan kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa (23/11/2021).
Selain itu, semua lembaga atau kementerian diminta untuk satu frekuensi dalam menerapkan kebijakan terkait akhir tahun. Menurut Abetnego, sinkronisasi antarlembaga tidak mudah lantaran berhubungan dengan lintas sektor.
"Sampai sekarang masih terus diupayakan bagaimana sinkron dan sinergi dalam kebijakan. Memang tidak mudah karena multi dimensi dan lintas sektor," ujar dia.
Abetnego memahami kepada pihak yang menolak penerapan PPKM level 3. Namun begitu, ia menegaskan, kondisi Indonesia saat ini belum sepenuhnya pulih dari pandemi. Kondisi negara-negara di Eropa yang dihantam covid-19 bisa menjadi pelajaran bagi Indonesia.
"Tentu sangat dipahami sudah banyak yang lelah dan bosan, tapi pandemi ini belum berakhir. Situasi Eropa saat ini patut menjadi pembelajaran untuk kita, bagaimana vaksin saja tidak cukup. Perlu konsisten 3M + 3T dan vaksin," ujar dia.
"Kita menggunakan data-data dan informasi di luar negeri sebagai referensi untuk membantu kita melihat trend dan potensi masalah," dia mengimbuhkan.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai, kebijakan PPKM level 3 yang akan diterapkan pada akhir tahun itu tidak memberikan dampak berarti. Menurutnya, banyak celah bagi masyarakat untuk tetap bisa berlibur di pengujung tahun.
"Ini kebijakan tidak efektif nantinya. Karena tidak ada koordinasi karena dipukul rata daerah. Kemudian pengawasan dan sanksinya kan nggak ada juga, dan sanksi bagi pelanggarnya. Apakah akan dikenakan sanksi juga seperti dulu. Kelihatannya enggak," ujar dia kepada Liputan6.com, Selasa (23/11/2021).
Kemudian, kata dia, juga tidak ada penyekatan selama PPKM level 3 diberlakukan. Ketiadaan ketiga hal tersebut dianggapnya akan membuat PPKM tidak berjalan maksimal.
"Enggak ada penyekatan-penyekatan. Jadi orang memanfaatkan situasi yang ada, Nataru berlibur," kata dia.
Trubus menilai, penerapan PPKM yang diambil pemerintah berlandaskan asumsi saja. Karena saat ini, belum ada data yang menunjukkan bahwa Indonesia sudah dihantam gelombang ketiga.
"Hari ini belom ada data yang mengungkapkan adanya gelombang ketiga. Jadi kita hanya berdasarkan asumsi-asumsi. saya kira juga ini merupakan perencanaan yang salah kalau kemudian kita menggunakan cara-cara ini," ujar dia.
Sebenarnya yang paling penting itu, menurut dia, pemerintah fokus kepada penerapan prokes yang ketat dan menggenjot cakupan vaksinasi kepada msyarakat. Berkaca pada PPKM yang lalu, masyarakat sudah acuh dan tidak peduli dengan kebijakan tersebut.
"Menurut saya, vaksinnya diperketat, prokesnya diperketat. Kalau perlu vaksin booster juga diberikan. Ngggak usah membuat PPKM level seperti. Karena nantikan masyarakat juga berpikir nanti jangan-jangan di tengah ini ada perubahan, terus suruh tes PCR, itu kan lebih (menyusahkan)," ujar dia.
Selain itu, ia juga menilai sebaiknya PPKM level tiga ini tidak diterapkan kepada seluruh wilayah. Hanya daerah dengan kasus tinggi saja yang bisa diterapkan PPKM tersebut.
"PPKM level 3 tidak semua wilayah, yang paling ideal itu. Level 3-4 diterapkan kalau kondisinya emang terjadi ledakan. Kalau semuanya dipukul rata PPKM level 3, itu kabupaten kota pada teriak semua mas, nanti ya ekonomi bisa klenger (mati)," kata dia.
Trubus menilai instruksi Presiden Jokowi agar lembaga dan kementerian satu frekuensi dalam kebijakan akhir tahun akan sulit dilaksanakan. Kebijakan yang tumpang tindih, kata dia, masih mungkin akan terjadi pada momen akhir tahun.
"Kelihatannya enggak jauh beda, apalagi tafsiran 50 persen, multitafsir. Kebijakan antarkementerian bisa mungkin terjadi," ujar dia.
Adapun Anggota Satgas Penanganan COVID-19 Sub Bidang Mitigasi, Falla Adinda menegaskan, diberlakukannya PPKM Level 3 serentak demi keselamatan bersama. Tujuannya agar penularan COVID-19 dapat diredam lantaran potensi libur panjang Nataru dapat menimbulkan mobilitas masyarakat yang masif.
"Kenaikan level PPKM (PPKM Level 3) ini sebenarnya bukan untuk mematikan lahan satu ataupun menghidupkan lahan lainnya. Tapi ini dipergunakan sebaik-baiknya dengan tujuan sebesar sebesar-besarnya," tegas Falla dalam dialog Waspada dan Tetap Produktif Akhir Tahun pada Selasa, 23 November 2021.
"Karena ini masih dalam situasi pandemi. Seluruh dunia juga sekarang sedang mengalami hal yang sama, tidak hanya Indonesia saja. Variabel kenaikan level PPKM bukan untuk mematikan, karena kebijakan yang diambil semata-mata untuk menyelamatkan yang paling penting dulu, yaitu nyawa manusia."
Lebih lanjut, Falla mengatakan, Indonesia harus belajar dari pengalaman dua gelombang COVID-19 sebelumnya. Kebijakan pembatasan mobilitas dan penerapan level PPKM menjadi salah satu upaya pengendalian.
"Kita tentu tidak ingin agar kasus di bulan Juli kemarin terulang lagi (gelombang kedua COVID-19). Sekarang, Pemerintah mengambil langkah prebventif agar bagaimana tidak terjadi pergerakan masyarakat, tidak terjadi kerumunan, tidak terjadi interaksi, dan tidak terjadi masyarakat yang banyak keluar kota, dan lain sebagainya," lanjutnya.
Ketika ada lonjakan kasus COVID-19, menurut Falla Adinda, yang hilang bukan hanya nyawa manusia, melainkan sistem kesehatan bisa kembali turun (drop). Pun begitu dengan fasilitas kesehatan (faskes) dan tenaga kesehatan (nakes).
"Faskes mulai drop lagi, lalu tenaga kesehatan juga. Sekarang ini kita mulai bisa pegang banyak penyakit, sudah mulai bisa kembali lagi ke ritme awal (tidak hanya menangani pasien COVID-19), operasi sudah mulai dengan APD semestinya," jelasnya.
"Kita sudah mulai bisa melakukan operasi-operasi schedule (terjadwal). Nah, ini yang sudah berjalan, harus benar-benar dijaga."
Masyarakat perlu memahami PPKM Level 3 masa Nataru bukan mematikan lahan ekonomi.
"Kita semua mencoba agar Indonesia bisa mengendalikan angka COVID-19, sehingga ke depannya, bulan-bulan berikutnya, kita tetap berada di bawah (kasus COVID-19 landai) seperti hari ini," terang Falla.
"Itu tujuannya Pemerintah menetapkan level PPKM. Untuk masalah ekonomi yang terjadi di sebuah provinsi ataupun di daerah tertentu langkah kebijakan ya sementara dimaksimalkan sesuai aturan berlaku."
19 Kota Diawasi
Kasus aktif COVID-19 pada berbagai negara masih begitu fluktuatif. Berkaitan dengan hal tersebut, Indonesia pun diminta untuk belajar dari kenaikan kasus yang terjadi di negara-negara Eropa.
"Di Eropa kasus konfirmasinya hampir semuanya naik. Sehingga arahan bapak presiden kita harus hati-hati dan waspada terutama menghadapi nataru (natal dan tahun baru ini)," ujar Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan pers terkait Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ditulis Selasa, (23/11/2021).
Budi mengungkapkan bahwa kenaikan kasus di Eropa hampir semuanya disebabkan oleh varian Delta. Meskipun begitu, banyak pula negara yang sudah pernah terkena lonjakan kasus akibat varian Delta dan saat ini masih berstatus landai.
"Contohnya India, yang dulu pernah puncaknya terkena Delta, sekarang masih landai sesudah 195 hari. Contohnya juga Afrika Selatan, pernah kena Delta juga, sekarang melandai sudah 134 hari. Indonesia sudah 124 hari," kata Budi.
Namun, ada satu negara yang mulai mengalami kenaikan kembali setelah landai yakni Sri Lanka. Kondisi-kondisi tersebutlah yang hingga saat ini masih terus dipantau oleh pemerintah.
"Semua gerakan atau kejadian kasus di negara-negara luar negeri ini kita pelajari dengan ketat dan kita laporkan ke bapak presiden agar membuat kita tetap waspada terutama di masa Nataru ini," ujar Budi.
Menurut Budi, situasi pandemi COVID-19 pada seluruh kabupaten dan kota di Indonesia saat ini masih dalam keadaan baik. Akan tetapi, ia pun mengungkapkan bahwa monitoring terhadap daerah-daerah yang berpotensi mengalami kenaikan juga dilakukan.
"Jadi ada dua kota yaitu Fakfak dan Purbalingga yang kita sudah lihat empat minggu berturut-turut ada kenaikan kasus konfirmasi. Walaupun memang jumlahnya masih kecil, positivity rate-nya masih rendah, BOR-nya juga masih rendah," kata Budi.
"Tapi kita mengikuti daerah-daerah ini agar jangan sampai kita terlambat kalau nanti ada kenaikan. Ada satu kota, Lampung Utara yang sudah tiga minggu berturut-turut naik dan ada 16 kota yang dua minggu naik," tambahnya.
Sehingga jika ditotalkan, ada sekitar 19 kota yang saat ini sedang dalam masa pengawasan ketat oleh Kementerian Kesehatan terkait kenaikan kasus yang terjadi.
"Kami melihat kota-kota yang ada kenaikan disiplin untuk tracing kontak eratnya, dan melakukan testing bagi orang yang didefinisikan sebagai kontak erat sudah sangat rendah," ujar Budi.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika RI Johnny G. Plate mengatakan, penerapan PPKM Level 3 periode Nataru ini disosialisasikan lebih awal supaya masyarakat dapat mempersiapkan diri mengisi perayaan Natal dan Tahun Baru secara tertib.
"Sehingga tidak menimbulkan klaster COVID-19 yang baru. Syarat penerapan juga akan diatur secara detail, agar masyarakat tetap dapat beribadah, kenyamanannya terjaga, dan pengendalian COVID-19 dapat dilakukan dengan baik," ujar Plate melalui pernyataan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, Senin (22/11/2021) malam.
Sosialisasi terkait peraturan PPKM Level 3 akan dilakukan secara masif melalui aneka kanal komunikasi, seperti televisi, media sosial maupun penempatan tayangan informasi di tempat-tempat publik.
“Di saat yang bersamaan, ada dua hal yang tetap harus kita perhatikan dalam rangka pencegahan COVID-19 ini. Yakni kita harus ikut protokol kesehatan dengan tertib dan disiplin serta akselerasi vaksinasi akan terus dilakukan,” lanjut Plate.
Pemerintah mengingatkan peningkatan angka kasus COVID-19 di Indonesia harus jadi alarm agar masyarakat selalu bersiap mengantisipasi kemungkinan gelombang ketiga. Masyarakat diharapkan dapat lebih bijaksana menjalani aktivitas pada periode Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Peningkatan mobilitas masyarakat dapat berujung melonjaknya kasus COVID-19.
“Kebijakan PPKM Level 3 nanti disiapkan untuk mengatur adanya pengetatan mobilitas masyarakat saat Natal dan Tahun Baru, guna menekan adanya kemungkinan lonjakan kasus COVID-19," jelas Johnny G. Plate.
"Ini juga jadi upaya siap siaga adanya gelombang ketiga di Tanah Air (usai libur Nataru)."
PPKM Level 3 Nataru akan diterapkan di seluruh Indonesia, bukan berdasarkan asesmen per daerah seperti pada pelaksanaan PPKM berlevel yang diterapkan saat ini.
Advertisement
Tolak Lockdown di Negara Luar
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy sebelumnya mengungkapkan, PPKM Level 3 Nataru akan diberlakukan seluruh wilayah di Indonesia. PPKM level 3 ini akan dilaksanakan selama libur Nataru akhir tahun ini.
"Selama libur Nataru, seluruh Indonesia akan diberlakukan peraturan dan ketentuan PPKM Level 3," ungkap Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy dalam keterangan tertulis, Rabu 17 November 2021.
Kendati begitu, rencana itu dikeluhkan masyarakat dan juga para pengusaha. Mayoritas mereka keberatan lantaran memupuskan harapan menangguk cuan di pengujung tahun.
Menanggapi ini, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta para menteri mengkomunikasikan dengan baik ke masyarakat soal kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 saat libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
"Rencana penerapan PPKM level 3 di seluruh Indonesia pada saat Natal dan tahun baru. Ini agar dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat," kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas Evaluasi PPKM di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (22/11/2021).
Dia memerintahkan para menteri untuk menyampaikan perkembangan kenaikan kasus Covid-19 yang terjadi di Eropa. Jokowi menekankan hal ini sebagai landasan dari keputusan pemerintah menerapkan PPKM level 3 di seluruh Indonesia saat libur Nataru.
"Ini penting sekali sebagai sebuah background dari keputusan yang akan kita ambil. Karena memang ada beberapa yang menolak pemberlakuan PPKM level 3 ini karena memang menginginkan situasi menjadi normal kembali," ujar Jokowi.
Sejumlah negara di belahan dunia diwarnai demonstrasi akibat pembatasan aktivitas selama pandemi COVID-19. Hal ini menyusul lonjakan kasus covid-19 yang terjadi di negara-negara tersebut.
Sebuah keputusan dari pemerintah setempat menimbulkan pro dan kontra. Di Australia misalnya, kepolisian di Melbourne menahan 235 orang dan 32 di Sydney, Sabtu 18 September 2021, saat demonstrasi tanpa izin berlangsung untuk menentang pemberlakuan penguncian atau lockdown COVID-19.
Sejumlah polisi terluka dalam bentrokan dengan para pengunjuk rasa. Kepolisian Victoria melaporkan bahwa enam polisi membutuhkan perawatan rumah sakit kala itu.
Sejumlah personel tersungkur ke jalan dan terinjak-injak, kata kepolisian dan menurut gambar yang ditayangkan televisi.
Italia
Skema serupa, yang disebut kartu kesehatan atau "green pass", telah memicu demonstrasi di seluruh Italia pada Juli 2021. Orang-orang di Roma, Napoli dan Turin melantunkan "kebebasan" dan "runtuhlah kediktatoran" atas rencana untuk apa yang disebut "green pass".
Sertifikat diperlukan mulai Agustus 2021 untuk makan di restoran dan mengunjungi bioskop di antara kegiatan dalam ruangan lainnya.
Banyak orang berkumpul tanpa mengenakan masker menuntut pembatasan tersebut.
Prancis
Di tengah pandemi COVID-19, gelombang demo melawan aturan paspor kesehatan (pass sanitaire) kembali terjadi di Prancis. Pada Sabtu 4 September 2021, demonstran diperkirakan berjumlah 130 ribu sampai 170 ribu orang.
Prediksi jumlah itu menurun dari demo sebelumnya ketika peserta pernah lebih dari 200 ribu. Paspor kesehatan itu ditolak karena bisa membatasi pergerakan warga yang belum mendapat vaksin COVID-19.
Berdasarkan laporan BMF TV, aparat menanti lebih dari 200 unjuk rasa di seluruh Prancis. Untuk di wilayah ibu kota Paris, jumlah pendemo diperkirakan 17 ribu hingga 27 ribu orang.
Belanda
Kerusuhan telah terjadi di Belanda pada 21 November 2021 terhadap aturan lockdown baru di tengah meningkatnya kasus COVID-19 di Eropa.
Orang-orang melemparkan kembang api ke polisi dan membakar sepeda di Den Haag, pada malam setelah protes di Rotterdam berubah menjadi kekerasan dan polisi melepaskan tembakan.
Direktur regionalnya Dr Hans Kluge mengatakan kepada BBC bahwa kecuali tindakan diperketat di seluruh Eropa, setengah juta lebih banyak kematian dapat dicatat pada musim semi berikutnya.
"COVID-19 sekali lagi menjadi penyebab kematian nomor satu di wilayah kami," katanya kepada BBC, seraya menambahkan "kami tahu apa yang perlu dilakukan" untuk memerangi virus - seperti mendapatkan vaksinasi, memakai masker, dan menggunakan pass COVID.
Banyak pemerintah di seluruh benua memberlakukan pembatasan baru dalam upaya untuk mengatasi peningkatan infeksi. Sejumlah negara baru-baru ini melaporkan jumlah kasus harian tertinggi.
Kuba
Puluhan orang ditangkap di Kuba setelah ribuan warga bergabung dengan protes terbesar selama beberapa dekade melawan pemerintah komunis di negara tersebut.
Pada Selasa 13 Juli 2021, warga Kuba marah akibat runtuhnya ekonomi, kekurangan makanan dan obat-obatan, kenaikan harga bahan pokok hingga penanganan pemerintah terhadap COVID-19.
Salah satu pengunjuk rasa bernama Alejandro, mengatakan kepada BBC, "Tidak ada makanan, tidak ada obat-obatan, tidak ada kebebasan. Mereka tidak membiarkan kita hidup."
Para pengunjuk rasa meneriakkan "kebebasan" dan "jatuhkan kediktatoran" dalam demonstrasi di Kuba, termasuk ibu kota Havana.
Austria
Austria kembali menerapkan lockdown penuh pada November 2021 ketika protes terhadap pembatasan baru yang bertujuan untuk mengekang infeksi Covid-19 menyebar ke seluruh Eropa.
Warga Austria diminta untuk bekerja dari rumah dan toko-toko yang tidak penting ditutup.
Pembatasan baru telah memicu protes di seluruh Eropa. Orang-orang bentrok dengan polisi di Belanda dan Belgia.
Tingkat infeksi telah meningkat tajam di benua Eropa sehingga memicu peringatan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
PPKM Memupus Asa
Harapan dunia pariwisata untuk bangkit saat libur akhir tahun pun akan pupus. Hal ini lantaran Pemerintah bakal menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Level 3 pada libur Natal dan Tahun Baru.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, pariwisata perlahan bangkit terancam kembali turun. Harapan okupansi hotel naik kini pupus.
"Okupansi hotel misalnya yang berharap dari peak season Natal Tahun Baru kemungkinan besar alami cancellation atau pembatalan dan perubahan jadwal," kata Bhima kepada merdeka.com, Jakarta, Jumat (19/11/2021).
Bhima mengatakan, masyarakat tentu akan menunggu kebijakan dari pemerintah sebelum memutuskan berlibur. Apalagi sudah ada penghapusan cuti bersama.
"Tentu yang berpikir menunda bepergian langsung meningkat drastis," katanya.
Kondisi yang sama juga dialami oleh restoran. Harapan dipenuhi oleh pelanggan tak bisa dicapai. Sebab, pemerintah pasti akan mengurangi berkunjung ke tempat umum.
"Begitu juga dengan pendukung pariwisata seperti restoran, cafe dan tempat hiburan mungkin belum akan terisi 70 persen," katanya.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bogor juga menyatakan keberatan terkait rencana pemerintah memberlakukan PPKM Level 3 di seluruh Indonesia saat libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022.
"Kami kecewa, karena merasa enggak fair saja kalau diterapkan yang sama juga di Kota Bogor," kata Ketua PHRI Kota Bogor, Abeta Lahay, kepada wartawan, Senin (22/11/2021).
Yuno beralasan pihaknya bersama pelaku usaha lain selama ini turut berpartisipasi dalam percepatan program vaksinasi dan menekan laju kasus Covid-19 di Kota Bogor.
"Tujuan kami terlibat dalam dua hal itu ya supaya usaha kami bisa kembali bangkit," ujar Yuno.
Menurutnya, usaha yang dilakukan Pemkot Bogor bersama para pelaku usaha dinilai telah berhasil, hingga menjadikan Kota Bogor bisa turun menjadi PPKM Level 1.
"Capaian vaksinasi yang cukup tinggi berkat dorongan dan suport kita bersama Pemda, ini kan menjadi sia-sia," ucap Yuno.
Menanggapi hal itu, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, rencana penerapan PPKM Level 3 periode Nataru berkaca dari pengalaman Indonesia pada tahun lalu. Di mana pada periode Nataru tersebut, berpotensi terhadap peningkatan kasus COVID-19.
Ini lantaran momen libur panjang akhir tahun diiringi kenaikan tinggi mobilitas masyarakat.
"Periode Nataru memiliki risiko terjadinya peningkatan kasus COVID-19 akibat kecenderungan aktivitas sosial masyarakat yang meningkat. Maka dari itu, perlu dilakukan penyamaan level PPKM secara serentak, agar kegiatan sosial masyarakat dapat berlangsung aman COVID-19," terang Wiku menjawab pertanyaan Health Liputan6.com di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Selasa (23/11/2021).
Dia menegaskan, pada prinsipnya, PPKM Level 3 menaungi berbagai macam penerapan protokol kesehatan demi menjaga agar aktivitas masyarakat dilakukan dengan hati-hati, dengan penerapan 3M (testing, tracing, treatment), skrining kesehatan, pengaturan mobilitas dan lain-lain.
Sementara itu Menteri Komunikasi dan Informatika RI Johnny G. Plate menyampaikan, beberapa strategi kebijakan Pemerintah pada masa Nataru. Pertama, larangan cuti atau libur bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, Polri, karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta selama libur akhir tahun.
Kedua, pembatasan pergerakan masyarakat dari satu tempat ke tempat lain.
"Nantinya penyesuaian syarat bepergian akan diatur dalam Surat Edaran Satgas COVID-19 maupun Kementerian Perhubungan," terang Plate melalui pernyataan tertulis yang diterima Health Liputan6.com pada Senin, 22 November 2021 malam.
"Ketiga, pengetatan penerapan protokol kesehatan pada kegiatan masyarakat di seluruh fasilitas publik. Keempat, pengawasan penerapan kebijakan pengendalian sampai ke tingkat komunitas beserta pendisiplinan di lapangan secara langsung."
Apabila masyarakat harus bepergian dan berkegiatan pada masa libur Nataru, Menkominfo Johnny G. Plate menegaskan, masyarakat diminta memastikan diri dalam keadaan sehat dan memenuhi syarat-syarat bepergian.
Dukungan hasil tes antigen atau PCR serta vaksinasi harus dimiliki. “Semoga Nataru ini nanti kita laksanakan dengan baik, laksanakan protokol kesehatan, ikuti semua aturan, semoga semuanya lancar,” tandas Plate.
Advertisement