Liputan6.com, Jakarta - Pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) kelompok relawan Pro Jokowi (Projo) di Magelang, Jawa Tengah, Sabtu 21 Mei 2022 lalu menjadi sorotan.
Jokowi disebut-sebut memberi sinyal dukungan terhadap Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Dalam pidatonya, Jokowi meminta relawan Projo tidak terburu-buru dalam menentukan pilihan politik, meski pilihannya hadir di acara tersebut.
"Urusan politik itu jangan tergesa-gesa, meskipun mungkin yang kita dukung ada di sini. Sudah dibilang, jangan tergesa-gesa. Ini mau tergesa-gesa ini kelihatannya," ujar Jokowi yang disambut tepuk tangan meriah seluruh relawan Projo yang hadir.
Advertisement
Baca Juga
Diketahui, saat itu Ganjar Pranowo hadir di tengah-tengah forum Rakernas V Projo. Sebagian relawan pun meneriakkan nama Ganjar saat merespons pidato Jokowi. "Pak Ganjar presiden. Pak Ganjar untuk 2024. Maju terus Pak Ganjar."
Lantas apakah ini berarti sinyal Jokowi mendukung Ganjar di Pilpres 2024?
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto mengatakan bahwa gestur dan tendensi komunikasi Jokowi memang cenderung mengarah ke Ganjar. Namun saat itu Jokowi masih menggunakan strategi komunikasi politik yang tersamar.
"Namanya equivocal communication, komunikasi politik yang sengaja masih dibikin ngambang, karena kemarin Jokowi di forum Projo Magelang juga bilang jangan terburu-buru, ojo kesusu. Meskipun dia tetap memberi sinyal dengan kata mungkin sekalipun capres ada di sini," ujar Gun Gun saat dihubungi Liputan6.com, Senin (23/5/2022).
Dia melihat Jokowi memang memiliki kecenderungan menggunakan gaya komunikasi yang samar. Dengan gaya tersebut, Jokowi dinilai setidaknya akan melakukan dua tahapan sebelum benar-benar memberikan dukungan terhadap suksesornya.
Tahap pertama, Jokowi akan memberikan dukungan di balik layar dengan mulai mengkonsolidasikan jangkar-jangkar kekuatan pendukung di 2014 dan 2019, seperti Projo di Magelang kemarin.
"Pernyataan publik belum mengarah ke siapa-siapa, tapi kan jelas dengan melakukan pertemuan dengan menentukan arah baru Projo mau ke mana, berarti menkonsolidasikan kekuatan sebenarnya," ujar Gun Gun.
Tahap kedua, Jokowi akan mulai berkomunikasi intens dengan siapapun yang potensial maju di Pilpres 2024. Hal ini perlu dilakukan karena Jokowi punya kepentingan untuk menjaga kontinuitas apa yang sudah dieksekusi pada eranya, terutama proyek Ibu Kota Negara (IKN).
"Jadi menurut saya dia akan tetap berkomunikasi dengan seluruh orang potensial maju. Sekalipun tentu circle politiknya kalau saya membaca lebih kecenderungannya bacaan awal saya mengarah ke Ganjar," katanya.
Dia mencontohkan hubungan baik yang selama ini dijalin Jokowi dengan Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra Prabowo Subianto. Begitu juga pertemuan-pertemuannya dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, seperti yang belum lama ini terjadi saat meninjau sirkuit Formula E di Ancol.
"Jadi itu jangan dibaca bahwa Jokowi kemudian lantas mendukung Prabowo atau Anies. Dia hanya menjaga ritme dengan seluruh orang yang potensial maju. Tetapi kalau lihat ke mana manuver Jokowi, menurut saya lihat saja circle pendukung Jokowi pada akhirnya konsolidatif ke mana. Contoh Projo kemarin diundang enggak Prabowo, atau diundang enggak Puan (Maharani). Kan yang datang Ganjar," tutur Gun Gun Heryanto.
Hal yang sama juga disampaikan Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing. Dia menilai, pernyataan Jokowi di forum Projo tidak menunjukkan dukungannya terhadap Ganjar Pranowo untuk Pilpres 2024.
Dia mengatakan, Jokowi sejauh ini memiliki hubungan baik dengan siapapun yang akan maju sebagai kandidat Calon Presiden (Capres) 2024, termasuk terhadap Prabowo Subianto dan beberapa menteri lainnya.
"Jadi kalau ada yang mengatakan pernyataan Pak Jokowi ke arah Ganjar, itu hanya seolah-olah dari sekelompok orang saja. Karena ada juga sekelompok orang lagi pendukung Pak Jokowi tapi mendukung ET (Erick Thohir) dan seolah-olah ada dukungan Pak Jokowi ke Pak ET," kata Emrus saat dihubungi Liputan6.com, Senin (23/5/2022).
Dia melihat, Jokowi sejauh ini masih memberikan kedekatan yang sama di antara kandidat yang telah diwacanakan di ruang publik. Karenanya, kata Emrus, sinyal Jokowi mendukung Ganjar pada Pilpres 2024 hanyalah anggapan dari para pendukung Gubernur Jateng itu saja.
"Pak Jokowi juga memberi sinyal kepada siapa pun yang akan maju, termasuk menterinya. Jadi sesungguhnya, saat Pak Jokowi mempersilakan menterinya maju, dapat dimaknai sebagai keberhasilan Jokowi telah melahirkan pemimpin di bawah kepemimpinan Jokowi. Karena salah satu visi pemimpin adalah melahirkan penggantinya," ujarnya.
Lebih lanjut, Gun Gun Heryanto juga menyinggung soal konstelasi politik di internal PDI Perjuangan dalam menghadapi Pilpres 2024. Meski PDIP punya kans mengusung calon sendiri, namun hingga saat ini belum terang siapa yang bakal didapuk menjadi calon penerus Jokowi.
"Ini konstelasinya menurut saya agak mendekati mirip 2014 gitu ya, dilema antara Megawati dan Jokowi," katanya.
Jika melihat perspektif elite parpol, tentu mereka akan cenderung mengikuti kemauan atau instruksi Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri yang bisa saja mengusung anaknya, Puan Maharani. Meski elektabilitasnya kecil, Puan cukup baik jika dipasangkan dengan Prabowo.
"Paketnya PDIP-Gerindra, Prabowo-Puan. Itu kalau prespektif elite. Tapi kalau prespektif khalayak luas yang diuji di berbagai survei, seharusnya PDIP memajukan Ganjar. Kenapa? Karena Ganjar punya ruang yang berpotensi menjadi magnet elektoral bukan hanya Pilpers tapi Pileg, artinya akan punya daya dorong atau booster seperti Jokowi di 2014," ucap Gun Gun.
Namun jika Ganjar yang popularitas dan elektabilitasnya kerap berada di tiga besar ini tidak digunakan PDIP, bisa saja dia akan diambil poros lain. Menurut Gun Gun, Partai NasDem yang kemungkinan akan menggaet Ganjar di Pemilu 2024.
"NasDem menunggu konselasi internal PDIP. (NasDem) tanggal 15-17 Juni akan Rakernas di Jakarta. Dia akan kerucutkan menjadi tiga nama akhirnya satu nama, artinya salah satu di antara tiga nama bisa Ganjar selain Anies Baswedan," katanya.
Meski begitu, Gun Gun memastikan Jokowi tidak akan menyeberang ke partai lain. Jokowi diyakini akan tetap bersama PDIP hingga akhir periode kekuasaannya.
Sementara itu, Emrus Sihombing menilai kecil kemungkinan Ganjar akan menyeberang ke parpol lain. Sebab, menurut dia, Ganjar merupakan sosok kader yang loyal. Dia juga dikenal sebagai kader ideologis PDIP.
"Kalau Ganjar meninggalkan PDIP, walau kecil kemungkinan, artinya Ganjar adalah pemimpin pragmatis, dan saya lihat Pak Ganjar tidak memiliki kepribadian yang semacam itu. Saya amati dia kader loyal, selalu hormat dan patuh pada aturan partai. Hanya saja kelompok-kelompok relawan yang menyebut-nyebut itu," ujar Emrus.
"Jadi idealnya Ganjar bisa mengatakan kepada relawannya untuk tidak menyampaikan hal yang di luar keputusan partai sebelum ada keputusan resmi, karena di dalam partai masih berproses," imbuh dia.
Meski memiliki dua sosok kuat yang digadang-gadang bakal maju di Pilpres 2024, Emrus berpandangan PDIP tetap solid dan tidak akan terpecah. Hal itu didasarkan pada sikap PDIP saat berada di luar lingkaran kekuasaan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.
"Lihat dulu saat mereka di luar kekuasaan SBY, bukan tidak ada tawaran masuk ke koalisi, tapi ketika sebuah keputusan dibuat PDIP, saya melihat semua tegak lurus terhadap putusan partai. Beda dengan kader partai lain yang pragmatis. Antar faksi pasti terjadi dialektika politik, namun PDIP di bawah Mega saya pastikan solid," kata Emrus menandaskan.
Jokowi Beda Jalan dengan PDIP?
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin melihat Jokowi cenderung mendukung Ganjar ketimbang kandidat potensial lain di Pilpres 2024. Sebab, Ganjar dianggap memiliki banyak kesamaan dan dapat mengamankan Jokowi setelah tak lagi menjadi presiden.
"Melanjutkan kerja-kerja dan mengamankan persoalan hukum dan politik. Kalau kerja-kerja semua presiden melanjutkan, tapi yang paling politik belakang layar. Kan selama 10 tahun nanti banyak persoalan-persoalan yang menimpa Jokowi setelah sudah tidak jadi presiden lagi," kata Ujang saat dihubungi Liputan6.com, Senin (23/5/2022).
Karena itu, dia sudah jauh-jauh hari memprediksi sikap politik Jokowi akan berbeda dengan PDIP pada Pilpres 2024. Salah satu indikasinya soal isu Jokowi tiga periode. Menurut Ujang, Jokowi sebenarnya mau menjadi presiden tiga periode, tapi PDIP tegas menolak.
"Itu jelas perbedaan pendapat. Kedua, kalau Jokowi mendukung PDIP atau Puan, setelah nanti jadi presiden Jokowi tidak punya kekuatan apa-apa, karena secara politik Puan kalau jadi akan tunduk dan patuh pada partainya, kepada Megawati ketua partai," ujarnya.
"Ganjar bukan pemilik PDIP. Ganjar sama kayak Jokowi sebagai petugas partai, bukan sebagai pemilik saham PDIP. Saya konsisten dengan pernyataan saya dari dua tahun lalu sampai hari ini, (Jokowi dan PDIP) akan berbeda, dan tadi kode-kode menyiratkan perbedaan dukungan di 2024 nanti," sambung Ujang.
Namun jika ingin kembali memenangi Pilpres, maka penting bagi PDIP satu jalan dengan Jokowi. Apalagi keduanya memiliki kekuatan yang cukup besar, PDIP dengan kader loyalnya dan Jokowi massa nonparpolnya.
Tapi Ujang melihat PDIP saat ini masih cenderung bakal mengusung Puan di Pilpres 2024, kendati elektabilitasnya masih sangat rendah. Namun setidaknya di daerah basis PDIP, Puan akan menang. Selain itu, elite PDIP juga meyakini bahwa elektabilitas Ganjar saat ini tidak nyata dan hanya dikondisikan oleh kelompok tertentu.
"Ya kalau skenarionya Ganjar didukung oleh Jokowi terus dia dicarikan partai, ya kelihatannya PDIP akan mencalonkan sendiri, Puan. Soal menang kalahnya kita masih belum kelihatan karena serba mungkin. Karena kan pasangannya dengan siapa dengan siapa belum tahu," ucap dia.
Dia menyebut, elektabilitas tiga besar kandidat capres-cawapres saat ini, yakni Prabowo, Ganjar, dan Anies belum ada yang mencapai 60 persen. Artinya, peluang ketiganya masih sama.
"Angka psikologi kemenangan itu di angka 60. Hari ini masih rata antara Anies, Ganjar, Prabowo masih margin error. Itu pun masih di angka 30-32 persen, belum sampai angka 60. Jadi soal kemenangan masih serba mungkin, masih dinamis," kata Ujang.
Saat disinggung soal kemungkinan Prabowo berpasangan dengan Ganjar, Ujang menilai skenario itu tidak akan terjadi. Sebab, kedua kandidat sama-sama disiapkan sebagai capres, bukan cawapres.
"Kelihatannya enggak ketemua Prabowo-Ganjar. Karena Ganjar akan jadi capres bukan cawapres. Saya sih lihatnya begitu, karena disiapkan perahu atau partai oleh Jokowi dan Luhut. Karena itu akan jadi skenario mereka juga,".
Picu Persaingan Panas di PDIP
Sementara itu, Pengamat Politik Indonesia Ahmad Fauzi atau Ray Rangkuti menilai kemunculan nama Ganjar Pranowo dalam acara Rakernas V Projo di Magelang mampu memicu persaingan di internal PDIP untuk mengusung calon presiden pada Pilpres 2024.
Ganjar yang hadir sebagai tamu undangan Rakernas Projo memang tidak blak-blakan disebut namanya atau pun menjadi agenda bahasan pada acara Sabtu (21/5/2022) lalu itu. Kala itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanya mengisyaratkan kehadiran sosok yang tengah santer didukung untuk Pilpres 2024 mendatang.
"Saya kira makin menguat bahwa Jokowi punya kecenderungan untuk mendorong Ganjar Pranowo sebagai capres pilihannya," kata Ray Rangkuti saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (22/5/2022).
Dorongan Jokowi kepada Ganjar dianggap wajar bagi Ray. Ada beberapa aspek hingga kesamaan kedua tokoh yang melandasi sinyal dukungan ini.
"Selain karena popularitas dan elektabilitasnya yang memang terus naik, juga karena banyak kesamaan di antara keduanya. Sama-sama berasal dari Jateng, telah lama bekerja sama, budaya yang sama dan sebagianya," ujar Direktur Lingkar Madani Indonesia itu.
"Jadi tidak mengherankan jika Jokowi lebih dekat dengan Ganjar dari pada bakal capres lainnya. Yang baru dari peristiwa kemarin hanyalah bahwa Jokowi mulai lebih terbuka akan pilihannya. Tentu jika dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya," sambungnya.
Kendati, Ray berpendapat jika isyarat dukungan macam ini bisa berubah setiap waktu mengikuti perkembangan dan kepentingan politik.
"Selain kemungkinan karena tawar-menawar politik, tapi juga disebabkan oleh kemungkinan adanya keretakan di antara keduanya. Oleh karena itu, dukungan ke Ganjar tidak bisa dibaca sebagai dukungan yang baku. Itu dukungan dinamis, naik turun, tergantung perkembangan politik dan kepentingan yang sama," jelasnya.
Satu hal yang hampir pasti, menurut Ray, adalah isyarat dukungan ini sudah cukup untuk memanaskan persaingan di internal PDIP dalam mengusung capresnya untuk 2024 nanti. Baginya, ini merupakan hal positif bagi partai berlambang banteng tersebut.
"Bahwa pengumuman pak Jokowi tentang pencapresan Ganjar akan makin menimbulkan persaingan ketat di internal PDIP, sesuatu yang tak terhindarkan. Justu hal itu bagus bagi partai sebesar PDIP. Partai besar seperti PDIP memang harus terus menerus menggelorakan kompetisi di internal mereka," katanya.
"Maka pengumuman pak Jokowi terhadap Ganjar itu justru positif, mendinamisasi internal PDIP agar membuat terobosan dan contoh bagaimana mestinya partai besar mencari kader untuk jadi capres bangsa ini," ujar Ray menambahkan.
Sekalipun Jokowi dan PDIP memiliki pandangan yang berbeda soal urusan capres, kata Ray, ini tak serta merta merusak hubungan antar keduanya.
"Ini bagian dari negosiasi politik yang lazim. PDIP sendiri belum secara tegas dan pasti mendukung Puan sebagai capres atau cawapres. Semuanya masih bisa berkembang dan dinamis," pungkasnya.
Advertisement
Keuntungan Kandidat Didukung Jokowi
Wakil Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas menilai bahwa sejauh ini Presiden Jokowi tetap bersikap netral dalam urusan politik. Dia tidak memihak secara terbuka pada satu capres tertentu.
"Sejauh ini Presiden sudah menunjukkan sikap berimbang dan hangat pada semua tokoh potensial. Termasuk ke Pak Prabowo, Pak Anies, Pak Ganjar dan tokoh-tokoh lain. Tidak terlihat ada pemihakan," ujar Sirojudin saat dihubungi Liputan6.com, Senin (23/5/2022).
Dia mengatakan, ini adalah sikap yang bagus dan ideal bagi kepala negara. Sebab presiden bertanggung jawab menciptakan situasi politik yang kondusif dan iklim kompetisi yang fair menjelang Pemilu dan transisi kekuasaan di 2024.
"Pernyataan Presiden di Rakernas Projo kemarin memang banyak ditafsirkan mengarah ke Ganjar Pranowo. Itu wajar. Tetapi hemat saya, itu terkait sikap politik Projo sebagai kelompok relawan, bukan sikap politik Presiden," tutur dia.
Namun begitu, dukungan Jokowi tetap sangat berarti bagi kandidat capres dalam memenangkan kontestasi politik. Apalagi jika kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi tinggi, maka akan berdampak pada peluang kandidat yang didukungnya.
"Selama kepuasan masyarakat pada kinerja Presiden tinggi, Presiden Jokowi dapat memperpesar peluang kemenangan seorang Capres pada Pilpres 2024. Tentu bukan yang paling menentukan. Tetapi akan cukup besar," kata Sirojudin.
"Tetapi, jika kepuasan pada kerja Presiden pada saat pilpres rendah, nilai dukungannya terhadap capres akan rendah juga. Itulah sebabnya, Presiden sangat berkepentingan untuk menjaga agar mayoritas rakyat tetap puas pada kinerjanya," imbuhnya.
Kendati, Sirojudin berharap, Presiden Jokowi idealnya tetap menunjukkan sikap netral pada Pemilu 2024 ini. Presiden harus terbuka dan seimbang terhadap semua calon.
Sementara itu, Direktur Riset Surabaya Consulting Group (SCG) Arif Budi Santoso mengapresiasi pesan Presiden Jokowi kepada para relawan Projo agar jangan tergesa-gesa berbicara tentang capres pada Pemilu 2024.
"Kami perlu mengapresiasi Presiden Jokowi yang menempatkan urusan politik di belakang urusan pandemi dan pemulihan krisis ekonomi. Ini adalah sikap negarawan," kata Arif, seperti dikutip dari Antara, Minggu (22/5/2022).
Namun terkait dengan arah dukungan politik bisa dibaca dari pidato Jokowi dalam momentum Rakernas Projo. Menurut dia, Jokowi sedang melakukan pemetaan politik. Selain itu, Jokowi juga dinilai sedang mengirim sinyal dukungan, namun dengan sikap hati-hati sehingga memberi ruang penafsiran sangat luas.
"Meskipun secara semiotika jelas, Jokowi saya kira cukup taktis dengan mengucapkan kode 'meskipun mungkin yang kita dukung hadir di sini, tidak boleh terburu-buru'. Kata Pak Jokowi, 'ojo kesusu' (jangan tergesa-gesa), harap sabar," ucapnya.
Ia berpendapat bahwa bahasa-bahasa yang membuka peluang penafsiran dukungan kepada sosok yang hadir di lokasi adalah Ganjar Pranowo. Tapi di saat yang sama menutup kemungkinan bahwa sikap Jokowi sudah final.
"Inilah hebatnya Pak Jokowi," ujar Arif BS.
Sebagai sosok berlatar belakang Jawa, menurut Arif, perilaku politik Jokowi yang hati-hati tersebut bisa jadi merujuk pada ungkapan 'alon-alon waton kelakon'. Filosofi ini menyampaikan pesan tentang kehati-hatian dan waspada agar segala asa bisa terwujud.
"Artinya Pak Jokowi sedang melakukan pemetaan politik terhadap siapa calon-calon yang bisa meneruskan program yang telah dia rintis. Dalam pemetaan itulah, calon yang bisa memberi kepastian sevisi dengan program Jokowi bisa mendapat dukungan dari beliau," tuturnya.
Terkait dengan signifikansi dukungan Jokowi kepada salah seorang calon, menurut Arif, relatif cukup besar. Sosok Jokowi dinilai masih digemari mayoritas rakyat, bahkan tingkat kepuasan publik meskipun fluktuatif pada masa pandemi relatif masih cukup tinggi di kisaran 70 persen.
"Jokowi juga pastinya memiliki infrastruktur politik, termasuk para sukarelawan yang bisa digerakkan. Siapa pun calon yang didukung Jokowi, ibaratnya sudah selangkah lebih maju dalam kontestasi dibanding kompetitornya," kata Arif menandaskan.
Respons PDIP
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto melihat sisi lain dari pesan yang disampaikan Presiden Jokowi saat menghadiri acara Rakernas V Projo. Kata dia, Jokowi menyampaikan pesan bahwa dalam memilih capres dan cawapres harus memperhatikan banyak aspek.
"Apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi menegaskan bahwa terkait dengan capres-cawapres harus memperhatikan banyak aspek," kata Hasto dalam keterangannya, Senin (23/5/2022).
Aspek tersebut adalah, pertama melihat konteks situasional bangsa negara. Saat ini Indonesia tengah mengatasi dampak pandemi dan ketidakpastian global.
"Hal inilah yang ditegaskan Presiden Jokowi sebagai kepentingan nasional yang harus didahulukan," imbuh Hasto.
Kedua, Presiden Jokowi dinilai berpesan untuk melihat momentum. Berdasarkan konstitusi, capres dan cawapres dicalonkan oleh partai politik sesuai tahapan yang ditetapkan KPU. Adapun pendaftaran capres-cawapres baru akan dibuka tahun depan.
Menurut Hasto, masih perlu landasan pertimbangan strategis bagi masa depan bangsa yang dikedepankan dalam mencari sosok pemimpin. Selain itu, penting juga menghitung kalkulasi kekuatan dukungan rakyat.
Terakhir, capres dan cawapres harus melalui pertimbangan jernih dan matang. Apalagi sosok pemimpin yang dicari harus dapat mengemban tugas bagi penduduk Indonesia.
"Bahwa berkaitan dengan kepemimpinan nasional harus melalui pertimbangan yang jernih, dan matang. Sebab yang dicari adalah sosok pemimpin yang mampu mengemban tugas bagi lebih dari 270 juta penduduk Indonesia," ujar Hasto.
Tak Bisa Disimpulkan Jokowi Dukung Ganjar
Sementara itu, Politikus senior PDIP, Masinton Pasaribu angkat bicara soal pernyataan Presiden Jokowi saat Rakernas Projo yang ditafsirkan sebagian kelompok sebagai sinyal dukungan terhadap Ganjar Pranowo.
Masinton menilai pernyataan Jokowi tidak serta merta dapat disimpulkan sebagai bentuk dukungan kepada Ganjar.
“Ya kalau itu kan acara ormas, Projo ya. Kemudian di acara itu disebutkan ya dukung mendukung lah. Jangan buru-buru yang kita dukung ada di sini. Kalau saya memaknai, yang ada di situ kan ada pak Wantimpres, ada Pak Moeldoko, ada Pak Ganjar, dan ada Pak Jokowi. Ya saya enggak tahu mau dukung apa. Terus ada teriakan 3 periode,” kata Masinton di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (23/5/2022).
Masinton justru menilai pernyataan Jokowi bisa diartikan dukungan pada siapa saja yang berada di acara, termasuk kepada Jokowi sendiri untuk tiga periode.
“Dukungan ke mana, ada teriakan 3 periode. Saya enggak tahu apakah itu wacana itu masih berjalan di bawah, kan gitu, buktinya ormas Projo masih teriak 3 periode. Kalau mau membacanya kan gitu,” ujar dia.
Saat ini, kata Masinton, penentuan capres yang akan diusung merupakan kewenangan dari Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Dia mengingatkan, bahwa Rakernas Projo bukan merupakan forum resmi parpol untuk memberikan dukungan capres kepada tokoh tertentu.
“Kalau kami keputusan partai itu ada di Bu Ketum. Ya acuan kami itu. Kalau ada kemarin itu kan bukan forum parpol. Itu forum ormas Projo,” ucap dia.
Ia menegaskan PDIP tak akan mencampuri urusan ormas terkait pilpres 2024. “Enggak mau campurilah urusan ormas lain, yang jelas kalau PDIP forumnya nanti bulan 6 mau ada Rakernas,” pungkasnya.
Advertisement