Liputan6.com, Jakarta - Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sudah disahkan oleh DPR. Optimisme pun muncul, bahwa tidak adalagi informasi internal milik perseorangan akan diserahkan kepada tangan yang tidak bertanggungjawab.
Menanggapi hal itu, Pengamat Kemanan Siber Vaksincom Alfons Tanujaya, mengatakan optimisme tersebut tentu menjadi sebuah harapan bahwa lahirnya UU PDP dapat mengurangi kebocoran data. Menurut dia, hal itu disebabkan karena adanya ancaman sanksi yang jelas bagi para pengelola data.
“Dengan adanya UU PDP ini diharapkan justru pengelola data bisa lebih peduli dan baik dalam mengelola datanya dan kunci dari hal ini ada di lembaga yang (akan) dibentuk untuk mengawasi pengelolaan data pribadi ini,” kata Alfons dalam siaran pers diterima, Kamis (22/9/2022).
Advertisement
Alfons meyakini, jika badan yang nantinya akan dibentuk sesuai turunan beleid ini dapat menjalankan peran dengan baik dan memiliki kewenangan yang setingkat dengan satgas pengendali kebocoran data bentukan Menkopolhukam beberapa waktu kemarin, maka hadirnya badan itu akan memberikan pengaruh signifikan terhadap perbaikan pengelolaan data di Indonesia.
“Tetapi jika tidak, maka tidak akan memberikan dampak siginifikan pada perbaikan pengelolaan data di Indonesia,” wanti Alfons.
Kuncinya di BSSN
Alfons menambahkan, peran mengamankan ranah cyber di Indonesia sebenarnya tidak berubah dan kuncinya masih ada di Badan Siber Sandi Negara (BSSN) karena salah satu kunci utama pengamanan data adalah penerapan enkripsi yang baik dan kuat dalam lalu lintas data.
“BSSN juga diharapkan dapat memposisikan dirinya dengan baik, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan menetapkan standar pengamanan data yang harus diikuti oleh semua institusi pengelola data,” tambah Alfons.
Advertisement
Sinergi
Alfons meminta, nantinya lembaga baru turunan UU PDP, dapat bersinergi dengan BSSN dan Kominfo untuk menjalankan perannya dengan baik sesuai tupoksi guna menciptakan ranah cyber yang aman, sehat dan bermanfaat untuk masyarakat Indonesia meski secara langsung belum tentu mengurangi aksi-aksi peretasan secara langsung.
“Karena sebelum adanya UU PDP pun sebenarnya peretas sudah melanggar hukum dan dapat dihukum berat sesuai kesalahannya. Peretas yang menjalankan aktivitasnya semuanya tahu tindakannya melanggar hukum dan jika tertangkap konsekuensi hukum menanti mereka,” Alfons menutup.