Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md memastikan, kasus pemerkosaan terhadap ND, pegawai di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) akan terus dilanjutkan.
Dia menegaskan bahwa surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang sempat diterbitkan Polres Bogor dalam kasus pemerkosaan ini akan dicabut.
Keputusan ini diambil Mahfud Md usai menggelar rapat bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kabareskrim Polri, Kompolnas, Kejaksaan Agung, Kemenkop UKM, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA).
Advertisement
Baca Juga
"Memutuskan bahwa kasus perkosaan terhadap seorang pegawai di Kementerian Koperasi dan UKM yang korbannya bernama ND dilanjutkan proses hukumnya dan dibatalkan SP3-nya," ujar Mahfud Md dalam keterangannya, Selasa (22/11/2022).
Mahfud pun meminta agar empat tersangka, N, MR, WH, ZP dan tiga saksi A, T, dan H yang diduga terlibat untk terus diproses secara hukum. Dia meminta mereka diseret ke meja hijau untuk membuktikan peristiwa di hadapan majelis hakim.
Menurut Mahfud Md, alasan SP3 yang sempat dikeluarkan Polres Bogor terkait kasus ini tidak bisa dibenarkan.
"Alasan SP3 karena pencabutan laporan itu tidak benar secara hukum, dalam hukum itu laporan tidak bisa dicabut, yang bisa dicabut itu pengaduan, kalau laporan, kepolisian harus mendalami, kalau tidak cukup bukti tanpa dicabut pun bisa dihentikan perkaranya, tapi kalau cukup bukti, meski yang lapor mencabut, maka perkara harus diteruskan," kata Mahfud.
Ā
Tak Bisa Diselesaikan dengan Restorative Justice
Mahfud menjelaskan perbedaan antara laporan dengan pengaduan. Menurut Mahfud, suatu kasus yang bermula dari laporan, polisi harus terus mengusutnya jika bukti cukup. Sedangkan pengaduan bisa dihentikan jika yang mengadu mencabut aduan.
Sementara terkait dengan penghentian penyidikan karena restorative justice, Mahfud menegaskan hal itu tidak bisa dilakukan terhadap kasus yang ancaman hukumannya tinggi.
"Restorative justive itu hanya berlaku untuk tindak pidana tertentu yang sifatnya ringan, misalnya delik aduan, kalau kejahatan serius kalau ancaman 4 atau 5 tahun lebih itu tidak ada restorative justice, korupsi, pembunuhan, perampokan harus terus dibawa ke pengadilan," kata dia.
"Ini orang banyak salah kaprah, restorative justice itu sudah ada pedomannya di MA, Kejagung, Kepolisianm restorative justice itu bukan sembarang tindak pidana orang mau berdamai terus kasusnya ditutup, tidak bisa," Mahfud menandaskan.
Sekedar informasi, kasus pemerkosaan ini terjadi pada 2019, namun baru dilaporkan oleh orang tua korban pada 2020. Namun antara pihak korban dan pelaku sepakat berdamai dengan menikahkan keduanya. Kepolisian pun menerbitkan SP3 terhadap kasus ini pada 18 Maret 2022.
Advertisement