Liputan6.com, Jakarta - AKP Irfan Widyanto jalani sidang putusan kasus obstruction of justice pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Keluarganya turut hadir menyaksikan persidangan secara langsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (24/2/2023).
AKP Irfan memasuki ruang sidang pada pukul 10.00 WIB. Dia kemudian menyalami satu-persatu jaksa penuntut Umum (JPU) yang sudah lebih dahulu duduk di ruang sidang.
AKP Irfan kemudian menghampiri penasihat hukum. Kedua pun berbincang-bincang kecil.
Advertisement
Tak lama setelah itu, Irfan berjalan ke arah kursi penonton sidang. Tampak, ia mendekati keluarganya. Hadir, istrinya Fitri Riphat, ibunya Wida Riasih serta adiknya Anita Dwi Widiyanti.
Suasana sidang berubah haru. Sang ibu memeluk anaknya dengan erat. Air mata tumpah. Ia tak kuasa menahan tangis melihat anak duduk di kursi pesakitan.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Irfan, Riphat Senikentara berharap kliennya diputus bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
"Pendapat kami, mengacu pada fakta persidangan, seharusnya klien kami mendapatkan vonis bebas," tutur Riphat kepada wartawan, Selasa (21/2/2023).
Menurut Riphat, ada sejumlah poin yang dapat menjadi pertimbangan Majelis Hakim PN Jaksel terkait alasan vonis bebas terdakwa Irfan Widyanto.
Pertama, fakta persidangan jelas bahwa kliennya mendapatkan perintah untuk mengganti DVR CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Fakta persidangan sudah terlihat dengan jelas bahwa Irfan ini dapat perintah untuk mengganti DVR CCTV dan berkoordinasi untuk menyerahkan ke penyidik Polres Jakarta Selatan dalam rangka pengumpulan barang bukti, perlu diingat bahwa ini atas persetujuan Kasat Reskrim Polres Jaksel," jelasnya.
Irfan Widyanto Tidak Tahu Isi Rekaman
Riphat mengatakan, Irfan Widyanto juga tidak mengetahui apapun usai DVR CCTV tersebut diberikan kepada Polres Jaksel. Termasuk fakta bahwa DVR CCTV itu ternyata diserahkan kepada Chuck Putranto atas perintah Ferdy Sambo.
"Irfan tidak ada tahu apa-apa setelah DVR CCTV itu diserahkan ke Polres Jaksel. Ternyata tanpa sepengetahuan Irfan, oleh Polres Jaksel DVR CCTV yang bisa dijadikan barang bukti tersebut, dikeluarkan dan diserahkan ke orang lain, atas perintah FS," ujar Riphat.
Lebih lanjut, katanya, Irfan Widyanto pun tidak mengetahui isi rekaman di dalam DVR CCTV tersebut. Jelas bahwa tugasnya hanya mengamankan CCTV itu untuk alat bukti kepada Polres Jakarta Selatan.
"Setelah tanggal 9 Juli itu, Irfan tidak tahu apa-apa, isi dari rekamannya saja tidak tahu. Tidak ada baik komunikasi maupun rencana apapun yang Irfan ketahui terkait DVR CCTV tersebut. Ini kan sama aja seperti saya memerintahkan karyawan saya beli pisau, pisaunya saya pakai untuk nusuk orang. Ya karyawan saya kan tidak tau apa-apa, masa mau dihukum," terangnya.
Advertisement
Orang yang Pertama Membuka Fakta soal CCTV
Kemudian, alasan lain yang dapat membebaskan kliennya adalah terdakwa Irfan Widyanto merupakan orang pertama yang membuka fakta soal CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo kepada pimpinan Polri pada 21 Juli 2022 lalu. Hal itu dilakukannya 3 hari setelah pengacara keluarga Brigadir J membuat Laporan Polisi (LP) terkait pembunuhan berencana.
"Bahwa Irfan ini yang pertama kali jujur menyampaikan kepada pimpinan Polri loh, kalau tidak salah Eliezer mulai jujur dan membuka fakta yang sebenarnya itu 8 Agustus 2022, sedangkan Irfan sudah menyampaikan fakta yang sebenarnya kepada pimpinan polri sejak 21 Juli 2022," kata Riphat.
Dalam kasus kematian Brigadir J, Irfan Widyanto memang sempat dipanggil oleh pimpinan Polri yang dalam pertemuan itu pun dia membocorkan pohak yang memerintahkannya untuk mengambil DVR CCTV. Kejujuran kliennya, lanjut Riphat, seharusnya juga dihargai Majelis Hakim seperti Bharada E, terlebih dia mengutarakan terlebih dahulu dengan jujur kepada pimpinan Polri.
"Jadi kalau bicara kejujuran, artinya Irfan yang lebih jujur, sebelum ada tekanan apapun, Irfan sudah langsung menyampaikan apa adanya pada pimpinan Polri. Baik Eliezer dan Irfan, dua-duanya belum ada yang di sidang kode etik. Saya rasa ini bentuk objektifitas institusi Polri ya, menunggu kepastian hukum secara pidana, sebelum memutuskan nasib anggotanya dalam sidang kode etik profesi," Riphat menandaskan.