Pakar Dorong Pemerintah Perbaiki Tata Kelola Hukum Melalui PP Nomor 28 Tahun 2022

Indeks kepercayaan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo yang terbaru dirilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) mencapai 81,9 persen.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 11 Agu 2023, 07:29 WIB
Diterbitkan 11 Agu 2023, 00:27 WIB
Diskusi Hukum bertema Memperteguh Komitmen Penegakkan Hukum di Indonesia (Istimewa)
Diskusi Hukum bertema Memperteguh Komitmen Penegakkan Hukum di Indonesia (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Indeks kepercayaan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo yang terbaru dirilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) mencapai 81,9 persen. Survei yang menyasar 83 persen dari total populasi nasional dengan periode survei 1–8 Juli 2023 itu menjadi rapot baik pemerintahan Kabinet Indonesia Maju. 

Namun, capaian itu masih menyisakan aspek hukum yang tidak bisa diabaikan. Sebab penegakkan hukum di masa pemerintahan Jokowi dinilai yang paling memprihatinkan. 

Mengutip Survei Litbang Kompas di Mei 2023, penegakkan hukum masih menjadi bidang yang punya nilai kepuasan publik terendah. Tingkat apresiasi publik terhadap kinerja penegakan hukum berada di posisi keempat yang hanya sebesar 59 persen, tidak lebih baik dari bidang ekonomi (59,5 persen), politik dan keamanan (74,4 persen), dan kesejahteraan sosial (78 persen).

Menanggapi hal itu, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Negeri 11 Maret (UNS) Surakarta Agus Riwanto mengatakan, lemahnya apresiasi publik terhadap hukum dipengaruhi sejumlah hal. Salah satunya, bayang-bayang kekuatan para pemilik modal.

Agus kemudian mengutipm PP Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara. Dia merasa, beleid itu adalah wujud dari keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan kapitalistik.

“Oleh karena itu PP Nomor 28 Tahun 2022 bisa diajukan uji materi untuk mengetahui keabsahan pembentukannya,” ujar Agus saat Diskusi Hukum bertema Memperteguh Komitmen Penegakkan Hukum di Indonesia seperti dikutip dari siaran pers diterima, Jumat (11/8/2023).

PP Nomor 28 Tahun 2022

Sementara itu, Pengamat kebijakan publik dari Universitas Slamet Riyadi, Farco Siswiyanto Raharjo mengatakan PP Nomor 28 Tahun 2022 sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. Harusnya, menurut Farco, penerbitan PP tersebut melibatkan berbagai instansi terkait dengan memperhatikan akuntabilitas, profesional, integritas, dan rekam jejak para pembuat kebijakan.

“PP Nomor 28 Tahun 2022 dari aspek kebijakan publik sangat condong pada kepentingan investasi dan pengusaha ketimbang nilai keadilan yang hakiki,” ungkap Farco.

Farco menilai, dari beberapa pasal yang ada di PP Nomor 28 Tahun 2022 seperti pasal 1 tentang pihak yang memperoleh hak dan kualifikasi penanggung utang, diyakini bertentangan dengan UU No. 49 Prp 1960 tentang PUPN, KUH Perdata dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. 

Kemudian, lanjut dia, Pasal 38 Ayat (1) PP No 28/2022 tentang Pengalihan Hak Secara Paksa juga bertentangan dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM serta UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. 

Selanjutnya, Pasal 77 PP No. 28/2022 tentang upaya hukum  sangat kontra dengan UU No 39/1999 tentang HAM yakni yang mengajukan proses hukum dan peradilan merupakan hak setiap individu dalam rangka menjamin dan mempertahankan hak-hak konstitusional. 

“Maka disimpulkan PP No 28/2022 berpotensi menutup akses terhadap keadilan (access to justice),” dia menandasi.

Infografis Journal
Infografis 10 Daftar Pahlawan Nasional Perempuan di Indonesia. (Liputan6.com/Tri Yasnie)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya