Liputan6.com, Jakarta Kuasa hukum terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak, Maqdir Ismail menyampaikan keberatan atas tuntutan jaksa terkait dugaan penggelembungan harga (mark up) saat mengajukan daftar kuantitas (bill of quantity/BoQ) dalam proyek menara BTS 4G.
Menurut Maqdir, pembiayaan proyek yang mengalami kenaikan dikarenakan beberapa faktor, bukan mark up. Antara lain kondisi geografis alam di wilayah 3T, persoalan logistik, transportasi, dan ketersediaan SDM menjadi kendala tersendiri. Bahkan, lanjut Maqdir, banyak desa di 3T yang belum memiliki infrastruktur jalan yang layak dan aliran listrik yang mengakibatkan membengkaknya biaya pembanggunan.
"Wilayah Papua dengan kondisi geografi yang sulit dan gangguan keamanan. Kemudian, lokasi menara tersebar di pelosok. Bukan hanya itu, Infrastruktur juga terbatas sehingga biaya logistik lebih besar," kata Maqdir dalam keterangannya.
Advertisement
Dengan kondisi itu, lanjut Maqdir, mengakibatkan kenaikan pembiayaan pengerjaan proyek. Termasuk adanya kenaikan gaji terhadap karyawan yang mengerjakan proyek tersebut.
"Untuk yang ada di daerah di situ (pengerjaan proyek) kan engga gampang. Masa tidak boleh untung. Kalau ada keuntungan itu wajar," ujar Maqdir.
Kemudian, lanjut Maqdir, adanya anggapan bahwa proyek BTS 4G mangkrak merupakan anggapan yang salah. Sebab, berdasarkan fakta pekerjaan seluruh konsorsium sudah selesai hampir 100% di luar menara yang bermasalah karena kondisi kahar.
"Mestinya kalau pekerjaan belum selelsai ya jangan dipidanakan dahulu," kata Maqdir.
Demikian juga mengenai kerugian negara berdasarkan hasil audit BPKP yang menyebutkan ada kerugian negara Rp8 triliun, terutama karena menara belum selesai dibangun hingga 31 Maret 2022 adalah menyesatkan. Faktanya, pembangunan menara BTS terus berlanjut hingga sekarang dan sebagian besar sudah selesai.
"Ini konyol BPKP. Kan uang yang diterima dari proyek itu Rp7,7 triliun, tetapi nilai kerugian Rp8 triliun. Ini konyol, ini yang harus dihentikan. Kan MK sudah memutuskan dalam menghitung kerugian harus BPK, enggak sembarangan. Kita kan mau tegakkan hukum," ujar Maqdir.
Pertanyakan Penerapan Pasal Pencucian Uang
Maqdir sebelumnya juga mempertanyakan penerapan pasal pencucian uang terhadap kliennya terpenuhi jika seseorang sudah menerima sejumlah uang dan dipergunakan. Atas dasar itulah, ia menyebut, seharusnya Galumbang Menak dapat dibebaskan.
"Jadi, harusnya dibebaskan. Karena konsunsursiom rugi. Plus cara penghitungan BPKP juga keliru. Jaksa tidak bisa membuktikan apa pun," kata Maqdir.
Galumbang Menak Simanjuntak sebelumnya juga menyampaikan keberatan atas dakwaan jaksa yang disampaikan melalui nota pembelaan atau pledoi. Dia keberatan dituntut 15 tahun penjara karena tidak menikmati uang hasil korupsi yang disebut jaksa dalam amar tuntutan.
"Sampai hari ini saya tidak menerima apa yang dituduhkan. Hal ini juga diamini JPU dalam tuntutannya bahwa saya tidak menikmati hasil korupsi proyek BTS 4G," kata Galumbang dalam pledoinya.
Advertisement
Kritisi Pernyataan JPU
Galumbang sebelumnya juga mengkritisi pernyataan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menilai kekerasan di Papua merupakan hal yang biasa terjadi dan tidak termasuk kategori force majeure.
Menurutnya, insiden karyawan ditembaki kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua bukanlah hal biasa, layaknya gunung meletus ataupun banjir bandang. Pembangunan BTS 4G di Papua sudah seharusnya mendapatkan perlindungan dari negara, terlebih proyek tersebut bagian dari kepentingan pembangunan bangsa.
"Jadi bukan diputarbalikkan menjadi suatu keadaan yang biasa-biasa saja. Saya khawatir jika hal ini dibenarkan maka perusahaan mana pun jadi enggan membangun di Papua dengan alasan keamanan,” tutur Galumbang di sela pembacaan pleidoi saat gelaran sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
Terdakwa kasus korupsi BTS 4G Bakti Kominfo ini menyebut, sampai saat ini pihaknya sudah membangun 70 ribu kilometer kabel laut yang menghubungkan pulau-pulau utama di Indonesia, termasuk daerah terpencil di Natuna dan Papua.
Korban Nyawa Karyawan dan Personel Keamanan di Papua
“Pulau ini sebelumnya tidak mendapatkan akses internet, sekarang sudah menikmati layanan Internet,” jelas dia.
Galumbang juga mempertanyakan apakah sampai dengan saat ini manfaat internet tersebut senilai dengan pengorbanan dan trauma yang dialami oleh karyawan PT Moratelindo.
“Selain pengorbanan nyawa puluhan karyawan, prajurit yang tewas dengan tragis dalam proyek itu, banyak karyawan kami yang mengalami trauma akibat tindakan keji dan sadis orang yang tidak bertanggung-jawab khususnya di daerah konflik,” ucap Galumbang menandaskan.
Advertisement