Petisi Linggarjati: Suara Keprihatinan Kiai dan Akademisi Soal Kondisi Kebangsaaan

Kiai dan Akademisi menyoroti penyalahgunaan kekuasaan, politisasi bansos, dan fenomena lunturnya nilai-nilai kebangsaan. Mereka menilai tindakan ini mengancam demokrasi dan pendidikan politik kebangsaan yang baik.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 07 Feb 2024, 14:10 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2024, 14:10 WIB
Para Kiai dari Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Akademisi dari berbagai perguruan tinggi, dan ormas besar, menggelar pertemuan untuk membacakan "Petisi Linggarjati".
Para Kiai dari Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Akademisi dari berbagai perguruan tinggi, dan ormas besar, menggelar pertemuan untuk membacakan "Petisi Linggarjati". (Dok. Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Para Kiai dari Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Akademisi dari berbagai perguruan tinggi, dan ormas besar, menggelar pertemuan untuk membacakan "Petisi Linggarjati". Mereka hadir dan menyatakan keprihatinan atas kondisi kebangsaan yang mengkhawatirkan.

Mengutip siaran pers diterima, pertemuan tersebut berlangsung di Halaman Gedung Perundingan Linggarjati, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Selasa 6 Februari 2024.

Pada petisi itu, Kiai dan Akademisi menyoroti penyalahgunaan kekuasaan, politisasi bansos, dan fenomena lunturnya nilai-nilai kebangsaan. Mereka menilai tindakan ini mengancam demokrasi dan pendidikan politik kebangsaan yang baik.

"Teman-teman para Kiai para Akademisi itu merasa ada keprihatinan menyimak perkembangan kehidupan politik nasional sekarang ini. Oleh karena itu suara ini perlu terus digaungkan, perlu terus di disampaikan," ungkap Ustadz Dadan, Ketua PD Muhammadiyah Kuningan seperti dikutip dari siaran pers, Rabu (7/2/2024).

"Sehingga kemudian para penyelenggara negara ini, insyaAllah merasa diingatkan karena kalau tidak ini, ini bisa akan membawa dampak yang tidak kita harapkan," imbuh dia.

Petisi itu juga menyorot soal tindakan merusak moral dan etika kebangsaan, seperti cawe-cawe dalam pemilu, penyalahgunaan kekuasaan, penggunaan fasilitas negara, dan politisasi bansos juga digaungkan. Mereka yang terlibat dinilai akan semakin memudarkan nilai-nilai kebangsaan dan netralitas pejabat publik dalam pemilu.

"Menurut kami berarti pejabat yang bersangkutan tidak memahami gitu ya, sehingga kemudian nanti dari netralitas menjadi diabaikan. Oleh karena itu, semoga para pejabat yang bersangkutan bisa menyadari, sehingga kehidupan kebangsaan kita menjadi baik-baik saja," tutur Ustadz Dadan.

 

Keprihatinan Perlu Digaungkan

Senada dengan itu, KH Aang Asy'ari, Pembina Forum Silaturahmi Pesantren Kuningan & Direktur Aswaja Center Kuningan (Forsenku), juga menyuarakan hal yang sama mengenai keprihatinan terhadap kondisi politik nasional. Dia menegaskan suara keprihatian perlu terus digaungkan dan disampaikan agar para penyelenggara negara dapat diingatkan terhadap perkembangan politik yang dinilai moral dan etika.

"Kita dari berbagai elemennya dari NU, Muhammadiyah, MUI, kami hadir ke sini bukan dalam konteks lembaga, ini adalah suara pribadi," ungkap KH Aang Asy'ari.

Sebagai informasi, usai pertemuan dan membuat petisi, kelompok ini berencana untuk menyuratkan pesan kepada Presiden soal pentingnya suara moral dari berbagai elemen masyarakat. Tujuannya adalah untuk menciptakan pemilu yang jujur, adil, dan bermartabat.

"Insya Allah ada, surat ini akan kami sampaikan kepada para pihak yang menurut kami berkepentingan, siapapun. Kami saling mengingatkan sesama anak bangsa supaya menghasilkan suatu pemilu yang jujur, adil, dan bermartabat," kata KH Aang.

 

Ditutup dengan Doa

Pernyataan ini ditutup dengan doa untuk mengembalikan nilai-nilai moral dan etika kebangsaan berdasarkan Pancasila serta Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Masyarakat diharapkan bersatu dalam menjaga integritas dan keadilan dalam proses demokrasi.

Diketahui, sejumlah tokoh yang hadir antara lain, KH Dodo Syarif Hidayatulloh MA, Ketua MUI Kuningan, KH Oding, Ketua Forum Kiai dan Dai Kuningan, KH Ma’shum Abdullah, Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU) Kuningan, Dr Nanan, Rektor Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Kuningan, Dr Iskandar dosen Universitas Kuningan (UNIKU).

Kemudian ada juga Dr Fahrus dosen Universitas Kuningan (UNIKU), Dr Ugin, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kuningan, Dr Aep Saepudin, Wakil Rektor I Universitas Islam Al-Ihya (UNISA) Kuningan, para Kiai pengasuh pesantren, dan para dosen lintas perguruan tinggi Kuningan, Jawa Barat.

Infografis Ada 204 Juta Lebih DPT di Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ada 204 Juta Lebih DPT di Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya