Masih Banyak KPPS yang Meninggal Dunia, Wali Kota Bogor Minta Evaluasi

Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, perlu evaluasi terhadap sistem saat pencoblosan atau pemungutan suara di Pemilu. Hal ini lantaran masih banyaknya Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang berujung pada kematian.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 18 Feb 2024, 08:42 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2024, 08:42 WIB
Wali Kota Bogor Bima Arya
Wali Kota Bogor Bima Arya menemukan indikasi pemalsuan keterangan alamat palsu pada surat keterangan domisili untuk mendaftar sekolah melalui jalur zonasi. (Foto: Achmad Sudarno/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, perlu evaluasi terhadap sistem saat pencoblosan atau pemungutan suara di Pemilu. Hal ini lantaran masih banyaknya Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang berujung pada kematian.

Dia menyadari, meski Pemilu 2024 berjalan aman dan damai, tapi perlu ada evaluasi agar para petugas KPPS tak ada yang lagi kelelahan apalagi sampai berujung kepada kematian.

"Rasanya memang perlu kita evaluasi sistem yang seperti ini. Masa setiap lima tahun ada korban massal? Saya kira itu menjadi catatan," kata Bima di Bogor, Sabtu 17 Februari 2024.

Diketahui, sehari sebelumnya, Politikus PAN ini juga menjenguk petugas KPPS yang dirawat di beberapa rumah sakit pasca pelaksanaan Pemilu 2024.

Dilansir dari Antara, berdasarkan data terakhir pada Kamis 15 Februari 2024, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor mencatat sudah ada 25 orang petugas penyelenggara Pemilu yang sakit dan ditangani petugas kesehatan, bahkan lima orang di antaranya dirawat di rumah sakit.

"Ada catatan ataupun hal yang harus diperhatikan adalah saudara kita yang hari ini sakit itu, kelelahan, kecapean. Saya kemarin nengok beberapa, karena luar biasa memang beratnya teman-teman di KPPS itu," pungkasnya.

 

Beri Santunan

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat ada 27 kasus kematian petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada pemilu 2024.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Hasyim Asy'ari memastikan akan memberikan santunan kepada petugas KPPS yang meninggal dunia.

"Santunan kecelakaan kerja yang meninggal dunia bagi penyelenggara ad hoc pemilu diatur berdasarkan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2022 dan secara teknis diatur dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 59 Tahun 2023," kata Hasyim melalui pesan singkat diterima, Minggu (18/2/2024).

Hasyim menambahkan, besaran santunan telah diatur berdasarkan Surat Menteri Keuangan S-647/MK.02/2022 melalui Satuan Biaya Masukan Lainnya (SBML) Tahapan Pemilihan Umum dan Tahapan Pemilihan.

"Untuk besaran santunan sebesar Rp36.000.000 dan untuk bantuan biaya pemakaman sebesar Rp10.000.000," rinci Hasyim.

 

Data Kemenkes

Sebagai informasi, berdasarkan pernyataan dari Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, Jumat (16/2/2024), pelbagai kasus kematian KPPS ditemukan di sejumlah daerah, di antaranya Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, dan DKI Jakarta.

"Tercatat, 9 kematian di antaranya kematian yang berkaitan dengan penyakit jantung. Selain itu, 4 penyakit diakibatkan oleh kecelakaan, 2 infeksi syok septik, 2 kematian yang tidak disebabkan oleh komorbid, 1 sindrom distres pernapasan akut (ARDS), 1 hipertensi, dan 8 lainnya meninggal dengan status kematian dalam perjalanan ke rumah sakit (death on arrival) dan sedang dikonfirmasi," ujar Siti.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan angka kematian petugas KPPS pada pemilu 2024 menurun dibandingkan dengan pemilu sebelumnya yang tercatat 894 petugas KPPS meninggal dunia.

"Memang dibandingkan tahun (pemilu) lalu yang (angka kematiannya) di atas 100, (tahun) ini menurun jauh," kata Budi saat ditemui di Rumah Sakit Kanker (RSK) Dharmais Jakarta.

Ia mengatakan penurunan angka kematian salah satunya dipengaruhi kesadaran kesehatan yang meningkat dari masyarakat yang mengajukan diri untuk menjadi petugas KPPS.

"Kita merasa bahwa masyarakat sudah lebih paham kalau bekerja itu jangan terlalu dipaksakan," ujar Budi Gunadi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya