Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memerintahkan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menghentikan sementara pemeriksaan etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron atas dugaan penyalahgunaan jabatan karena membantu mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kementerian Pertanian (Kementan).
Hal itu sehubungan dengan upaya yang diambil Ghufron di PTUN. Komisioner KPK itu menggugat anggota Dewas KPK Albertina Ho ke PTUN atas dugaan tindakan administrasi pemerintahan atau tindakan faktual.
Baca Juga
Berdasarkan laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, dengan nomor perkara 142/G/TF/2024/PTUN.JKT, dalam amar putusan selanya memerintahkan Dewas KPK menunda sementara sidang etik Ghufron.
Advertisement
"Memerintahkan Tergugat untuk Menunda Tindakan Pemeriksaan atas Dugaan Pelanggaran Etik Atas Nama terlapor Nurul Ghufron sebagaimana Surat Undangan Pemeriksaan Klarifikasi Nomor: R-009/DEWAS/ETIK/SUK/02/2024 tertanggal 21 Februari 2024," tulis laman SIPP yang dikutip, Senin (20/5/2024).
Perintah itu ditetapkan majelis hakim PTUN siang hari ini. Hakim selanjutnya memerintahkan panitera PTUN melanjutkan surat keputusan itu.
"Memerintahkan Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta untuk menyampaikan salinan Penetapan ini kepada pihak-pihak yang berkaitan; Menangguhkan biaya yang timbul akibat Penetapan ini diperhitungkan dalam Putusan akhir," lanjut keterangan putusan sela itu.
Dalam gugatan yang diajukan oleh Wakil Ketua KPK ini, menyebut bahwa dugaan pelanggaran etik Ghufron dianggap telah kedaluwarsa.
Sebab peristiwa Ghufron yang membantu mutasi ASN kenalannya dari pusat ke daerah terjadi pada 15 Maret 2022. Sehingga dianggap tidak sah dan batal demi hukum.
Oleh karenanya, Ghufron melalui hakim PTUN menghentikan pemeriksaan dan atau peristiwa lalu menerima laporannya yang telah dimasukkan pada 28 Februari 2024.
Â
Reporter: Rahmat Baihaqi
Merdeka.com
Ghufron Dijadwalkan Sampaikan Pembelaan
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dijadwalkan menyampaikan pembelaan dalam sidang kode etik yang digelar Dewas KPK hari ini, Senin (20/5/2024). Hal itu terkait dugaan penyalahgunaan wewenangnya, yakni membantu mutasi ASN Kementan ke Malang, Jawa Timur.
"Sesuai putusan majelis kemarin, Senin pukul 09.00 WIB pembacaan pembelaan NG," tutur Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris saat dikonfirmasi wartawan.
Sidang etik ini merupakan penjadwalan ulang dari yang seharusnya digelar Jumat, 17 Mei 2024 lalu, lantaran Nurul Ghufron belum menyelesaikan nota pembelaannya. Sebab itu, pelaksanaan sidang kode etik pun ditunda hingga hari ini.
"Selanjutnya ditunggu saja putusan majelis," sambung Syamsuddin.
Kasus ini berawal pada awal Desember 2023, Nurul Ghufron diadukan ke Dewas KPK terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dengan membantu mutasi aparatur sipil negara Kementerian Pertanian ke Malang, Jawa Timur.
Ghufron pun angkat bicara mengenai hal tersebut dan membenarkan bahwa dirinya memang menelepon Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021--2023 Kasdi Subagyono.
"Faktanya saya benar meneelpon, tetapi telepon sifatnya adalah meneruskan pengaduan dan sebelum meneruskan pengaduan itu saya sudah berdiskusi dan kemudian minta pendapat kepada Pak Alex (Marwata). Pak Alex bahkan kemudian juga mencarikan nomor telepon Pak Kasdi. Saya tidak kenal (dengan Kasdi)," kata Ghufron.
Â
Advertisement
Penjelasan Ghufron Soal Mutasi ASN Kementan
Â
Wakil Ketua KPK berlatar belakang akademisi itu menerangkan bahwa dirinya tidak mengenal ASN tersebut, namun kenal dengan mertua dari ASN itu.
Sang mertua menceritakan soal menantunya yang sudah dua tahun mengajukan permohonan untuk mutasi dari  Jakarta ke Malang, namun tak kunjung dikabulkan.
"Jadi, sifat telepon saya adalah meneruskan pengaduan tentang adanya seseorang ASN di Kementan yang mengajukan diri untuk mutasi, izin ikut suami, karena memelihara ataupun merawat anaknya tidak mampu di  Jakarta, maka dia ingin mutasi. Setelah dua tahun berproses tidak dikabulkan, kemudian yang bersangkutan mengatakan 'ya sudah kalau mutasi tidak boleh, saya memutuskan memilih mundur'," katanya.
"Ketika mundur diproses, jalan, orang tuanya, mertuanya, yang kemudian kontak saya menyampaikan 'kok bisa ya mutasi tidak boleh karena alasan kekurangan SDM, tetapi mundur dibolehkan atau diproses. Kan sama-sama akan mengurangi jumlah SDM'," tuturnya. Â