Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis hukuman tiga tahun penjara terhadap terdakwa mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono di kasus korupsi proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol Layang MBZ tahun 2016-2017.
"Menyatakan Terdakwa Djoko Dwijono telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama sebagaimana yang didakwakan penuntut umum dalam dakwaan subsider," tutur hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2024).
"Menjatuhkan pidana terhadap Djoko Dwijono oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun," sambungnya.
Advertisement
Selain itu, hakim juga mewajibkan Djoko Dwijono untuk membayar denda sebesar Rp 250 juta yang apabila tidak dapat dipenuhi maka diganti dengan pidana penjara 3 bulan.
Adapun hal yang memberatkan dalam vonis tersebut yakni perbuatan Djoko Dwijono tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme alias KKN.
Untuk hal yang meringankan yaitu terdakwa telah mengaku bersalah dan menyesal atas perbuatan yang dilakukan, bersikap sopan selama di persidangan, merupakan tulang punggung dalam keluarganya, belum pernah dihukum, hasil pengerjaan berupa jalan Tol MBZ sudah dimanfaatkan oleh masyarakat dan kenyataannya telah dapat mengurangi kemacetan lalu lintas.
Sebelumnya, Nota pembelaan akhir atau duplik empat terdakwa perkara kasus dugaan korupsi pembangunan Tol MBZ dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (24/07). Hanya eks Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono (DD) yang membacakan duplik secara langsung di hadapan majelis hakim.
Dibacakan Kuasa Hukum
Sementara terdakwa lain, Ketua Panitia Lelang PT JJC Yudhi Mahyudin (YM), Tenaga Ahli Jembatan PT LAPI Ganeshatama Consulting Tony Budianto Sihite (TBS) dan eks Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama, Sofiah Balfas (SB), dibacakan oleh penasihat hukum masing-masing.
Terdakwa DD yang diberikan kesempatan pertama dalam penyampaian duplik tetap memohon majelis hakim untuk membebaskannya dari tuduhan dugaan korupsi seperti yang didakwakan kepada dirinya. Terutama dalam dugaan menyerahkan dokumen lelang yang memenangkan pihak tertentu secara sepihak adalah tidak benar.
"Tidak pernah ada bukti bahwa saya nyata-nyata menyerahkan dokumen tersebut, baik soft copy maupun hard copy. Baik secara langsung atau tidak langsung pada YM ataupun anggota panitia lelang," ujar DD.
Terkait dengan proses lelang yang disebut-sebut sebagai proyek hore-hore tidak mendasar. Bahkan dikatakan DD itu sebagai kalimat yang tidak etis dan tentunya tidak dapat dikonfirmasi kebenarannya.
Fakta dan kenyataannya, panitia lelang telah bersungguh-sungguh dalam melakukan tugasnya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan PT JJC melalui metode right to match(hak menyamakan penawaran).
Advertisement
Tol MBZ Diklaim Sudah Penuhi SPM
Sebagai kesimpulan, DD menjelaskan bahwa Jalan Tol MBZ sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai Peraturan Menteri PUPR Nomor 16 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol.
"Jalan Tol MBZ memiliki sertifikat layak desain, layak fungsi, serta layak operasi sehingga dapat dilalui kendaraan," imbuhnya.
Berdasarkan fakta tersebut, DD berharap dan memohon kepada majelis hakim agar berkenan menerima jawaban, serta memberi putusan adil dan terbaik untuk dirinya, yakni membebaskan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC), Djoko Dwijono, dengan pidana penjara selama 4 tahun atas kasus korupsi proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II atau Tol Layang MBZ pada tahun 2016-2017.
"Menjatuhkan pidana terhadap Djoko Dwijono oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun," kata Jaksa dalam amar tuntutannya yang dibacakan di PN Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2024).
Jaksa berkeyakinan Djoko terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam pasal Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.