Mitigasi Gempa Megathrust, BPBD DKI Inspeksi Gedung hingga Rutin Gelar Pendidikan Aman Bencana

Ancaman gempa bumi ini membayangi Jakarta yang berada tak jauh dari zona Megathrust Selat Sunda. Terkait hal ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta terus memetakan langkah mitigasi.

oleh Winda Nelfira diperbarui 16 Agu 2024, 12:10 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2024, 12:10 WIB
Gempa Megathrust
Gempa di Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M8,9) boleh dikata 'tinggal menunggu waktu' karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar. (Liputan6.com/ Dok BMKG)

Liputan6.com, Jakarta - Ramai wanti-wanti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) soal potensi gempa bumi di berbagai zona Megathrust Indonesia, salah satunya di Selat Sunda.

Ancaman gempa bumi ini membayangi Jakarta yang berada tak jauh dari zona Megathrust Selat Sunda. Terkait hal ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta terus memetakan langkah mitigasi.

Sejauh ini, BPBD DKI Jakarta memiliki sejumlah program mitigasi bencana gempa bumi. Misalnya, BPBD DKI sampai saat ini terus melakukan inspeksi gedung dan non gedung.

"Untuk program mitigasi bencana gempa bumi yang ada di Jakarta pertama adalah mengenai dibentuknya Satgas penilaian gedung dan non gedung untuk pengurangan risiko bencana gempa bumi di Provinsi DKI Jakarta," kata Kepala Satuan Pelaksana (Kasatpel) Pengolahan Data dan Informasi BPBD DKI Jakarta Michael Sitanggang kepada Liputan6.com, dikutip Jumat (16/8/2024).

Menurut Michael, inspeksi gedung sudah berjalan sejak 2023 hingga sekarang. BPBD DKI Jakarta menilai ketahanan gedung menghadapi gempa bumi.

"Tahun lalu ini sudah berjalan di dua titik dan tahun ini sudah berjalan juga di 10 titik, di mana ini akan melihat seperti apa resiliensi gedung tersebut dalam menghadapi gempa yang kemudian bisa membantu untuk melakukan mitigasi lanjutan," jelas Michael.

Selain itu, BPBD DKI Jakarta intensif melaksanakan sosialisasi dan simulasi mengenai evakuasi masyarakat untuk menghadapi gempa bumi, baik di gedung, permukiman, sekolah, hingga rumah sakit.

"Jadi kami dengan tim BPBD itu selalu melaksanakan simulasi itu bagaimana teknik evakuasi gempa bumi kepada masyarakat untuk selalu bisa siap siaga menghadapi gempa bumi," terangnya.

 

Program SPAB di Tingkat SD-SMA

Tak hanya itu, BPBD DKI Jakarta juga memiliki program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) yang menyasar seluruh sekolah, mulai dari tingkat SD, SMP, SMA sederajat di wilayah DKI Jakarta. Program SPAB digelar rutin setiap tahunnya.

"Di dalamnya kami juga melakukan peningkatan kapasitas terhadap guru, murid dan juga warga sekolah yang ada di lokasi tersebut untuk bagaimana memitigasi, melaksanakan simulasi terhadap tanggap darurat gempa bumi," kata Michael.

BPBD DKI Jakarta juga memiliki ruang literasi kebencanaan yang tercatat sebagai ruang literasi kebencanaan pertama di Indonesia dengan teknologi virtual reality (VR). Adapun ruang literasi berjalan sejak 2023 dan dibuka gratis bagi masyarakat di wilayah DKI Jakarta.

"Di mana di dalamnya, kami memberikan berbagai materi mengenai edukasi dan juga sosialisasi tentang penanggulangan bencana, termasuk salah satunya adalah gempa bumi," ujarnya.

Selain itu, dalam waktu dekat BPBD DKI Jakarta juga akan me-launching modul buku panduan kesiapsiagaan gempa bumi. Modul ini nantinya diharapkan bisa menjadi acuan bagi masyarakat umum untuk menghadapi kondisi-kondisi gempa bumi yang ada di wilayahnya masing-masing.

"Kami yakin kesiapsiagaan dari diri sendiri itu menjadi modal utama kita bisa mengurangi resiko daripada gempa bumi," kata dia.

Soal Gempa Megathrust Tinggal Tunggu Waktu, BMKG: Bukan Berarti Dalam Waktu Dekat

Banner Infografis BMKG Sebut Gempa Megathrust di Indonesia Tinggal Tunggu Waktu.
Banner Infografis BMKG Sebut Gempa Megathrust di Indonesia Tinggal Tunggu Waktu. (Desain: Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meluruskan informasi perihal gempa megathrust yang disimpulkan masyarakat akan terjadi dalam waktu dekat di Indonesia, usai keluarnya rilis perihal “Gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut Tinggal Menunggu Waktu”.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono menyampaikan, makna dari kalimat “tinggal menunggu waktu” muncul lantaran Selat Sunda dan Mentawai-Siberut memang dalam kondisi geografis yang dapat memicu gempa besar, namun belum juga terjadi dalam kurun waktu ratusan tahun.

“Tetapi bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat. Dikatakan tinggal menunggu waktu disebabkan karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah rilis gempa besar semua, sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga saat ini belum terjadi,” tutur Daryono dalam keterangannya, Kamis (15/8/2024).

Daryono mengulas, pembahasan mengenai potensi gempa di Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebenarnya bukan hal baru. Pasalnya, kondisi tersebut sudah lama dibicarakan, bahkan sejak sebelum terjadi gempa dan tsunami di Aceh pada 2004 lalu.

“Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini atau warning yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. Tidak demikian,” jelas dia.

“Kita hanya mengingatkan kembali keberadaan Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebagai sebuah potensi yang diduga oleh para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar atau seismic gap, yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Seismic gap ini memang harus kita waspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu,” sambung Daryono.

Tak Ada Kaitannya dengan Gempa Jepang Kemarin

Menurutnya, pembahasan potensi gempa di zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut yang kembali dilakukan sebenarnya tidak ada kaitannya secara langsung dengan peristiwa gempa kuat magnitudo 7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki Jepang.

“Menariknya, gempa yang memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024 beberapa hari lalu mampu menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat negara dan publik di Jepang akan potensi terjadinya gempa dahsyat di Megathrust Nankai. Peristiwa semacam ini menjadi merupakan momen yang tepat untuk mengingatkan kita di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut,” beber dia.

Sejarah mencatat, kata Daryono, bahwa gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946 dengan usia seismic gap 78 tahun, sementara gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 dengan usia seismic gap 267 tahun dan gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 dengan usia seismic gap 227 tahun.

Belum Ada Teknologi Akurat Prediksi Gempa

“Artinya, kedua seismic gap kita periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan dengan seismic gap Nankai, sehingga mestinya kita jauh lebih serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya,” tegasnya.

Daryono mengingatkan, hal yang telah dipahami bersama bahwa hingga saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu dengan tepat dan akurat memprediksi terjadinya gempa, baik soal kapan, di mana, dan berapa kekuatannya. Sehingga, semua pihak pun juga tidak tahu kapan sebenarnya bencana gempa akan terjadi, sekalipun mengetahui potensinya.

“Sekali lagi, informasi potensi gempa megathrust yang berkembang saat ini sama sekali bukanlah prediksi atau peringatan dini, sehingga jangan dimaknai secara keliru, seolah akan terjadi dalam waktu dekat. Untuk itu, kepada masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan beraktivitas normal seperti biasa, seperti melaut, berdagang, dan berwisata di pantai. BMKG selalu siap memberikan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami dengan cepat dan akurat,” Daryono menandaskan.

Infografis BMKG Sebut Gempa Megathrust di Indonesia Tinggal Tunggu Waktu.
Infografis BMKG Sebut Gempa Megathrust di Indonesia Tinggal Tunggu Waktu. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya