Liputan6.com, Jakarta - Terpidana kasus pembunuhan berencana "kopi sianida", Jessica Kumala Wongso tersenyum lebar ketika keluar dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas II A Pondok Bambu, Jakarta, Minggu 18 Agustus pagi.
Jessica mengaku sudah iklas meskipun harus mendekam di balik jeruji besi selama 8,5 tahun meski ia yakin tak membunuh sahabatnya, Wayan Mirna Salihin.Â
Baca Juga
"Sudah tidak ada kebencian lagi di hati saya. Jadi sekarang saya sudah plong saja untuk menjalani dan apa yang harus saya harus jalani," kata Jessica usai resmi bebas bersyarat dari Lapas Pondok Bambu, Jakarta pada hari ini, Minggu (18/8/2024).
Advertisement
Meski begitu Jessica Wongso tetap mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung melalui pengacaranya untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah.Â
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai keputusan mengajukan PK sangat wajar. Jika ia masih tak bisa menerima hukumannya maka ia memiliki hak untuk mengajukan peninjauan kembali selama memiliki bukti baru.
"Dengan rencana mengajukan PK artinya Jessica masih belum menerima bahwa dirinya dihukum sebagai pelaku kejahatan meskipun dia sudah menjalankan masa hukuman yang diputuskan peradilan karena itu wajar saja karena salah satu syarat PK putusannya harus berkekuatan hukum tetap," kata Fickar kepada Liputan6.com, Senin, (19/8/2024).
Fickar mengatakan, jika Jessica bisa memberikan bukti baru yang kuat bahwa ia tak membunuh Mirna, maka tidak menutup kemungkinan kasus 'kopi sianida' ini akan dibuka kembali untuk mencari pembunuh yang sebenarnya. Namun jika Jessica tak bisa membuktikan bahwa dirinya tak bersalah maka kasus ini akan ditutup.
"Sebelum ada putusan yang menerima PK, tidak ada alasan menyelidiki lagi karena pelakunya sudah jelas Jessica. Tapi jika Jessica dibebaskan maka beralasan untuk diselidiki lagi dan pasti ada tersangka baru," ujar Fickar.
Sementara Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bonaprapta mengatakan, bukti baru yang diajukan Jessica belum tentu dapat membuatnya bebas atau mengembalikan nama baiknya. "Bisa jadi hanya meringankan atau mengurangi hukumannya," kata Gandjar kepada Liputan6.com.
Namun, jika novum tersebut benar-benar bisa membuktikan dirinya tak bersalah, maka hakim akan memulihkan nama baik Jessica. "Bila putusan PK membebaskan Jessica, barulah akan dicari pelaku sesungguhnya dan ditersangkakan dan harus ada pemulihan nama baik."Â
Ahli hukum pidana dari BINUS University, Ahmad Sofian mengatakan kasus kopi sianida ini dapat diusut kembali selama belum daluarsa. Untuk pidana yang ancamannya seumur hidup, masa daluarsanya 18 tahun sejak peristiwa kejahatan itu terjadi.Â
"Kasus ini masih 8 tahun, jadi masih tersisa 10 tahun lagi sesuai UU Pidana," kata Sofian kepada Liputan6.com.Â
Untuk itu, Jessica masih memiliki kesempatan untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah lewat pengajuan PK ini.Â
"PK pada prinsipnya jika ditemukan bukti baru, bisa keterangan saksi, surat, keterangan ahli yang membuktikan bahwa Jessica ternyata bukan yang menyebabkan kematian Mirna. Bisa jadi karena serangan jantung, gangguan kesehatan tapi bukan perbuatan Jessica," ujar Sofian.Â
Kuasa hukum Jessica, kata Sofian harus mengajukan bukti yang mereka punya ke Pengadilan Negeri terlebih dahulu untuk dicek apakah novum ini belum pernah diajukan di pengadilan sebelumnya.Â
"Alat buktinya diajukan ke PN dulu untuk dicek bahwa alat bukti itu belum pernah diajukan sebelumnya. Kalau ternyata belum maka dikabulkan pengajuannya. Nanti putusan akan dilakukan oleh hakim agung di MK," tandasnya.
Â
Klaim Punya Bukti Baru
Kuasa hukum Jessica Kumala Wongso, Hidayat Bostam, mengatakan pihaknya akan mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung meski Jessica telah dinyatakan bebas bersyarat. "PK tetap jalan, pekan depan kami akan daftarkan," kata Hidayat Bostam usai menjemput Jessica yang bebas dari Lapas Perempuan Kelas II A Pondok Bambu, Jakarta, Minggu.
Hidayat menegaskan bahwa pengajuan PK itu sebagai upaya hukum karena tim kuasa hukum menemukan fakta atau novum baru terkait dengan kasus pembunuhan berencana "kopi sianida".
"Ada novum baru. Kalau enggak ada novum, enggak mungkin kami mengajukan PK," kata dia.
Sementara Kuasa Hukum Jessica, Otto Hasibuan, mengatakan pengajuan PK yang ia lakukan semata hanya untuk mencari kebenaran. "Soal itu menurut kami benar atau tidak ada jalannya, jalannya adalah PK," kata Otto dalam konferensi persnya kemarin.Â
Otto menggatakan dirinya memiliki bukti baru atau novum yang cukup kuat yang tidak pernah disampaikan dalam sidang sebelumnya karena disembunyikan oleh seseorang. Â
"Ternyata selama perkara ini berjalan selama 8 tahun ini kami tidak pernah menemukan bukti itu sehingga tidak punya bukti kuat untuk menyatakan ketidakbenaran itu sehingga bukti itu sebentar ada pada waktu itu tapi disimpan sama seseorang, sehingga terhilang bukti itu sehingga putusan itu beratkan dia (Jessica)," kata Otto.
Ia yakin dengan bukti baru tersebut akan membuka kebenaran dalam kasus kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin ini.
"Kalau ada bukti itu tadinya, maka dengan bukti itu perkara itu harus berkata lain nah itulah yang saya ingin sampaikan," ujarnya.Â
Namun, Otto tak mau menjelaskan lebih lanjut terkait bukti baru tersebut. "Kalau soal perkara-perkara nantilah kita diskusikan khusus itulah ya. Nanti semuanya kita paparkan semuanya saat ajukan PK."
Â
Â
Jessica Wongso Bebas Bersyarat
Status terpidana Jessica Kumala Wongso Kusuma kini telah terlepas, setelah resmi mendapatkan keputusan bebas bersyarat atas kasus pembunuhan berencana kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin.
Kini Jessica Wongso telah berstatus sebagai klien dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas IA Jakarta Timur-Utara sampai 27 Maret 2032, setelah mendapatkan total remisi 58 bulan 30 hari dari vonis 20 tahun.
"Karena dia di bawah bimbingan langsung oleh Bapas, dia sekarang jadi klient sampe 27 Maret 2032. Nah itu dia berkomunikasi dan berinteraksi di bawah bimbingan Bapas," ujar Kakanwil Kemenkumham DKI Jakarta R Andika Dwi Prasetya kepada wartawan, Minggu (18/8/2024).
Selama menjadi klien di bawah bimbingan Bapas, lanjut dia, Jessica harus mematuhi segala aturan yang berlaku. Tidak hanya wajib lapor, kata dia, Jessica juga tidak boleh sampai terlibat pelanggaran hukum.
"Yang pertama ya tidak mematuhi semua program dan ketentuan yang dibuat oleh bapas. Yang terutama lagi bahwa dia tidak boleh melanggar hukum," terang Andika.
Sementara untuk berpergian dalam kota maupun luar negeri, Andika menegaskan hal itu hanya bisa dilakukan atas seizin dari Bapas Kelas IA Jakarta Timur-Utara selaku penanggungjawab.
"Untuk kepentingan tertentu boleh, atas izin menteri hukum dan ham. Yang diajukannya ke Bapas, nanti Bapas yg meneruskan ke menteri hukum dan HAM," kata Andika.
Dia menjelaskan, semua aktivitas klien Bapas harus terus dipantau. Termasuk,kata Andika, tatkala hendak pergi ke luar negeri, dengan alasan berobat hal itu bisa saja diberikan sebagai hak asasi manusia (HAM).
"Misalnya dalam keadaan darurat harus berobat (ke luar negeri). Nanti saat pemberiaan izin tuh, ada hal-hal yang menjadi catatan dari izin tersebut," katanya.
"Apa-apa nanti berkembang saat pemberian izin. Apakah dengan pendampingan, atau istilah pengawalan, itu nanti izin itu disesuaikan dengan kondisi dan situasi," tambah Andika.
Keputusan ini didasarkan pada Peraturan Menkumham RI Nomor 7 Tahun 2022 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 tentang syarat dan tata cara pemberian remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.
Pembebasan bersyarat ini diberikan kepada Jessica Wongso setelah ia menjalani sebagian besar masa hukumannya dan dinilai telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
Itu artinya, Jessica masih berada di bawah pengawasan dan harus mengikuti program pembimbingan selama kurang lebih delapan tahun ke depan.
Pembebasan bersyarat yang diberikan kepada Jessica Wongso memungkinkannya untuk kembali ke masyarakat dan memulai proses reintegrasi sosial. Namun, ia tetap harus mematuhi syarat-syarat yang ditetapkan dan menjalani pembimbingan. Jika Jessica melanggar syarat-syarat tersebut, pembebasan bersyaratnya dapat dicabut dan ia harus kembali menjalani sisa masa hukumannya di lembaga pemasyarakatan.
Penting untuk dicatat bahwa pembebasan bersyarat bukan berarti Jessica Wongso telah sepenuhnya bebas atau dinyatakan tidak bersalah. Ia tetap dianggap sebagai terpidana yang sedang menjalani masa hukuman, hanya saja dengan kondisi yang lebih longgar.
Pembebasan bersyarat ini merupakan bagian dari proses pemasyarakatan yang bertujuan untuk mempersiapkan narapidana kembali ke masyarakat dan menjalani kehidupan yang lebih baik.
Advertisement
Perjalanan Kasus Kopi Sianida
Adapun perjalanan kasus pembunuhan berencana Jessica Wongso, berawal dari pertemuannya dengan Wayan Mirna Salihin, teman sekelasnya di Billy Blue College of Design, Sydney, Australia.
Pertemuan itu berlangsung di Kafe Olivier Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada 6 Januari 2016 silam. Di sana Mirna meninggal setelah sempat kejang-kejang usai minum es kopi vietnam tersebut.
Kematian Mirna membuat polisi turun tangan, dengan memeriksa sejumlah saksi mulai dari pegawai kafe, Jessica Wongso, Hani, orang tua Mirna, suami Mirna, saudara kembar Mirna, hingga beberapa saksi ahli.
Sampai akhirnya hasil autopsi telah menemukan fakta baru adanya zat korosif atau beracun yakni, sianida di lambung Mirna yang diyakini jadi penyebab kematian.
Berbekal dari temuan beberapa alat bukti dan keterangan saksi, akhirnya pada 29 Januari 2016 Jessica ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Sampai akhirnya ditangkap esok harinya 30 Januari 2016 di sebuah hotel kawasan, Jakarta Utara.
Dalam kasus ini kelengkapan berkas terbilang cukup alot, setidaknya polisi membutuhkan waktu lima bulan untuk melengkapi berkas sesuai catatan jaksa. Sampai akhirnya kasus kematian Mirna dengan terdakwa Jessica Wongso naik ke meja hijau di PN Jakarta Pusat, pada 15 Juni 2016.
Persidangan kasus kopi sianida berlangsung selama hampir lima bulan, dimulai pada 15 Juni 2016, dan disiarkan langsung, menjadi tontonan nasional kala itu. Selama persidangan, kasus ini memiliki kelemahan, semisal rekaman CCTV dari kafe yang tidak menunjukkan Jessica mengutak-atik kopi Mirna.
Kesaksian dalam persidangan semakin menarik ketika beberapa ahli bersaksi jumlah sianida yang terdeteksi mungkin bukan penyebab kematian atau bisa saja terjadi kontaminasi setelah kematian.
Meski demikian, para hakim sependapat dengan jaksa bahwa Jessica marah karena Mirna menyarankan agar ia putus dengan pacarnya yang bermasalah, serta merasa iri dengan hubungan Mirna. Majelis hakim berpendapat bukti lain menunjukkan korban meninggal akibat keracunan.
Sehingga Jessica divonis 20 tahun penjara sesuai dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Dia ditempatkan di rutan Pondok Bambu sembari menunggu proses banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, pada 7 Desember 2016.
Namun banding yang diajukan Jessica lewat pengacaranya Otto Hasibuan gagal, lantaran Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan menolak banding Jessica Wongso dengan menguatkan vonis tingkat pertama.
Masuk pada 9 Mei 2017, Jessica kembali mencoba peruntungannya dengan mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun hasilnya kembali sama, kasasi ditolak dan akhirnya Jessica tetap mendapat vonis 20 tahun sebagaimana putusan dari hakim agung Artidjo Alkotsar.
Setahun lebih berselang, Jessica sempat mengajukan peninjauan kembali atau PK ke MA. Namun lagi-lagi MA menolak upaya PK dari Jessica dengan tetap memperkuat vonis 20 tahun, pada 31 Desember 2018.
Sampai akhirnya nama Jessica Wongso kembali menjadi perbincangan setelah film kasus kopi sianida diangkat menjadi film series dokumenter dengan judul 'Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso', 30 September 2023.
Kasus ini kembali menyoroti kelemahan sistem peradilan Indonesia, lewat film dokumenter yang juga menuai pro dan kontra, karena dianggap provokatif.
Lalu kurang lebih satu tahun, tepat 18 Agustus 2024 Jessica Wongso akan bebas bersyarat dari Lapas Pondok Bambu.
Infografis Kronologi Kasus Pembunuhan Mirna Salihin hingga Jessica Wongso Bebas Bersyarat
Advertisement