Liputan6.com, Jakarta Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), lembaga advokasi hak-hak konsumen yang berbasis di Jakarta, merilis hasil Survei & Investigasi Nasional KKI tentang "Preferensi Konsumen Air Galon di Indonesia" pada Kamis, 23 Januari 2025.
Hasil survei menyebutkan bahwa mayoritas konsumen di lima kota besar, termasuk Jakarta, Medan, dan Bali menginginkan pemerintah mempercepat implementasi pelabelan risiko senyawa Kimia senyawa kimia berbahaya Bisfenol A (BPA) pada galon guna ulang sebagai bentuk transparansi untuk konsumen.
"Survei KKI mendapati hampir separuh dari responden survei sebanyak 43,4% ternyata tidak mengetahui adanya peraturan pelabelan peringatan BPA pada galon polikarbonat yang telah ditetapkan oleh BPOM. Setelah mengetahuinya, mayoritas responden sebanyak 96% meminta aturan itu segera diterapkan tanpa menunggu masa tenggang 4 tahun dan, bahkan 96,6% responden mendesak penerapan aturan yang lebih ketat," Ketua KKI, David M. L. Tobing, dalam sebuah sesi pemaparan hasil survei dan investigasi di Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Advertisement
David mengatakan temuan tersebut perlu disikapi serius oleh berbagai pihak, terutama pemerintah dan pelaku usaha industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).
"Mewakili suara konsumen, KKI mendesak pemerintah mempercepat implementasi pelabelan BPA, tak perlu menunggu sampai 2028. BPA adalah ancaman nyata bagi kesehatan publik dan pelabelan merupakan bentuk transparansi sekaligus pendidikan terbaik untuk konsumen," ujarnya.
Bahaya BPA Bagi Kesehatan
Sebagai informasi, Pemerintah melalui BPOM telah menerbitkan Peraturan BPOM No.6/2024 tentang “Perubahan Kedua Atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan”. Industri AMDK yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat wajib mencantumkan tulisan “dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan” pada Label. Pemberian label peringatan risiko BPA paling lama 4 (empat) tahun sejak Peraturan ini diundangkan, dimana batas waktunya April 2028.
Regulasi tersebut menyusul temuan lapangan BPOM selama dua tahun berturut-turut yang menunjukkan kontaminasi BPA pada galon bermerek di sejumlah provinsi, termasuk Jakarta, Bandung dan Medan, telah melewati ambang batas berbahaya.
"Hasil penelitian BPOM pada galon guna ulang periode 2021-2022, ada 6 daerah yang melebihi ambang batas aman kadar BPA, yaitu Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tengah. Temuan ini menjadi dasar peluncuran regulasi pelabelan risiko BPA pada kemasan plastik polikarbonat (bahan yang mengandung BPA) dalam Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024," jelas David.
Bercermin hasil temuan BPOM, David merasa heran masih muncul opini yang seolah ingin mengesankan tak ada yang perlu dicemaskan dari paparan BPA yang bersumber dari plastik kemasan pangan, termasuk galon guna ulang dari polikarbonat.
"Ratusan riset ilmiah kredibel menemukan potensi risiko kesehatan dari paparan BPA terhadap tubuh manusia. Para ahli mencapai kata sepakat bahwa BPA adalah pengganggu hormon yang bisa memicu berbagai risiko kesehatan, seperti gangguan sistem reproduksi, penyakit kardiovaskular, penyakit kanker, penyakit ginjal, dan gangguan tumbuh kembang pada anak," jelasnya.
Oleh karena itu, KKI mendesak pemerintah menggencarkan edukasi publik terkait risiko BPA pada galon polikarbonat demi meningkatkan transparansi dan perlindungan konsumen.
David menjelaskan beberapa rekomendasi dari KKI adalah mendorong percepatan tenggang waktu penyesuaian pelabelan bahaya BPA pada galon dengan bahan polikarbonat dari yang semula 4 (empat) tahun menjadi 2 (dua) tahun. Mendorong BPOM untuk melakukan edukasi dan sosialisasi terhadap regulasi pelabelan bahaya BPA pada galon polikarbonat dan bahaya BPA.
"KKI berharap hasil survei dan investigasi ini dapat memberikan pandangan yang lebih jelas kepada publik mengenai urgensi penanganan persoalan BPA dalam kemasan galon guna ulang," kata David.
(*)