Beda Masyarakat Umum dan Pakar Melihat Progres 100 Hari Kinerja Prabowo-Gibran

Kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam pemerintahan Indonesia mulai memasuki hari ke-100.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 28 Jan 2025, 16:08 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2025, 16:08 WIB
JKN dan Bansos Berlanjut, Prabowo-Gibran Komitmen Wujudkan Kesejahteraan Lansia
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka secara resmi mengemban tugas sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia masa jabatan 2024-2029 pada Minggu, 20 Oktober 2024. (Foto: BPMI Setpres/Rusman)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam pemerintahan Indonesia mulai memasuki hari ke-100. Berbagai pihak mulai menyoroti kinerja keduanya, baik lewat survei masyarakat umum hingga para pakar dan ahli.

Litbang Kompas misalnya, lembaga tersebut mencatat tingkat kepuasan publik terhadap kinerja 100 hari pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka terbilang tinggi, yakni mencapai 80,9 persen.

Hasil survei juga menunjukkan, publik yang tidak puas terhadap Prabowo-Gibran berada di angka 19,1 persen. Dari tingkat keyakinan publik terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran, masyarakat yang yakin ada 89,4 persen, sementara yang tidak yakin 10,6 persen.

Dikutip dari data Kompas, tingkat kepuasan publik di bidang hukum sebesar 72,1 persen menyatakan puas, di bidang ekonomi sebesar 74,5 persen, di bidang keamanan dan politik sebesar 85,8 persen, dan bidang kesejahteraan sosisal sebanyak 83,7 persen.

Sementara dari demografi, apresiasi kepuasan tertinggi ditunjukkan oleh responden kelompok bawah sebanyak 84,7 persen, menyusul responden kelompok menengah ke bawah sebanyak 81,4 persen, menengah ke atas 75,3 persen, dan kalangan atas sebanyak 67,9 persen.

Data tersebut merupakan hasil survei yang dilakukan Litbang Kompas melalui wawancara tatap muka mulai tanggal 4-10 Januari 2025. Ada sebanyak 1.364 responden dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi Indonesia, dengan tingkat kepercayaan 95 persen dengan margin of error penelitian kurang lebih 3,10 persen.

Sementara itu, Center of Economic and Law Studies (Celios) memberikan nilai rapor merah terkait kinerja kabinet Prabowo-Gibran. Hasil studi menunjukkan bahwa Prabowo Subianto memperoleh rapor 5 dari 10, sementara Gibran Rakabuming Raka mendapat rapor sangat rendah, yakni 3 dari 10. 

Berbeda dengan studi evaluasi kinerja pemerintah lainnya, lembaga itu menggunakan survei berbasis expert judgment. Panelis terdiri dari 95 jurnalis dari 44 lembaga pers kredibel yang memiliki wawasan mendalam tentang kinerja pemerintah. 

Para jurnalis pun dipilih karena mereka memiliki akses langsung dan kemampuan untuk mengamati kinerja pejabat publik secara rutin, serta menganalisis hasil dari kebijakan dan program pemerintah.

Hasil studi Celios untuk Prabowo-Gibran

Kinerja Presiden Prabowo Subianto selama 100 hari pertama, apabila dirata-rata hanya mendapatkan rapor nilai 5 dari 10. 

Responden yang memberikan nilai 1 sebanyak 5 persen, nilai 2 sebanyak 6 persen responden, dan nilai 3 sebanyak 11 persen responden untuk kinerja Presiden. Kemudian nilai 4 mendapatkan penilaian 13 persen responden, sedangkan mayoritas responden memilih nilai 5, dengan 24 persen.

Sisanya, sebanyak 19 persen responden memberikan nilai 6 dan 18 persen responden memberikan nilai 7. Hanya 3 persen responden yang menilai 8 dan 1 persen yang memberi nilai 9 pada kinerja Prabowo.

Sementara itu, kinerja Wakil Presiden Gibran Rakabuming selama 100 hari pertama apabila dirata-rata mendapatkan rapor nilai 3 dari 10. 

Dalam data Celios, terlihat responden memberikan nilai 1 mendominasi penilaian yakni sebanyak 31 persen. Nilai 2 cukup banyak menjadi jawaban responden, yakni sejumlah 20 persen dan nilai 3 sebesar 14 persen.

Nilai 4 mendapatkan jawaban 9 persen responden, nilai 5 mendapatkan 13 persen responden, dan nilai 6 dari 9 persen responden. Sisanya, hanya 4 persen responden memberikan nilai 7, dan tidak ada responden yang memberikan nilai memuaskan yaitu 8 hingga 10 untuk Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Selain itu, sebanyak 74 persen responden menilai janji politik hanya sebagian yang berhasil, sementara sebagian lainnya tidak terlaksana. Capaian program juga dinilai kurang optimal dengan 37 persen, dan rencana kebijakan tidak sesuai dengan kebutuhan publik sebanyak 34 persen.

Tata kelola anggaran dalam kabinet juga mendapat penilaian buruk dengan 52 persen responden menilai hal tersebut sangat mengecewakan. 

Tidak ketinggalan, Studi Celios juga mengungkapkan tantangan besar yang dihadapi kabinet Merah Putih, termasuk kurang efektifnya kolaborasiantar lembaga dengan 46 persen dan minimnya intervensi di sektor ekonomi 31 persen. 

Banyak pihak yang menilai bahwa kabinet perlu melakukan perombakan dan pergeseran menteri, dengan 88 persen responden menyatakan perlu dilakukan reshuffle pada 6 bulan pertama. 

 

Penyebab Beda Hasil Survei Publik dan Ahli

Prabowo Pimpin Sidang Kabinet Perdana di Istana Jakarta
Presiden Prabowo Subianto didampingi Wapres Gibran Rakabuming Raka memimpin sidang perdana Kabinet Merah Putih di Istana, Jakarta, Rabu (23/10/2024). (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)... Selengkapnya

Pengamat Komunikasi Politik Gungun Heryanto menanggapi perbedaan persepsi hasil survei dari Litbang Kompas dan Celios tersebut. Menurutnya, tentu ada perbedaan metodologi dan cara pandang responden, antara masyarakat umum dengan para ahli.

“Jadi begini ya, yang disurvei oleh Litbang Kompas itu kan responden dari masyarakat yang bersifat random, jadi kalau masyarakat umum tentu hubungannya itu dengan persepsi. Karena yang disurvei itu kan persepsi atau opini kan ya,” tutur Gungun saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (26/1/2025).

Gungun menilai, responden Litbang Kompas sebagian besar atau mayoritasnya mungkin masyarakat awam. Hasilnya pun akan dipengaruhi terhadap stimulan jangka pendek yang diberikan pemerintah.

“Opini itu kan respon aktif terhadap stimulus yang dikonstruksi dan menyumbang citra, kan definisinya begitu. Jadi opini itu karakteristiknya respon aktif stimulusnya apa, kalau kita lihat belakangan kan pemerintah gencar memberi stimulus program-program populis kan,” jelas dia.

“Contohnya program populis itu seperti makan bergizi gratis, kemudian ada misalnya pelayanan kesehatan ya kan, kemudian UMKM, rencana melanjutkan BLT, kan begitu. Nah ini program-program populis yang disebut dengan Quick Win, dan itu gencar sekali diresonansikan, sehingga kembali ke definisi opini,” sambung Gungun.

Program percepatan atau Quick Win tersebut dinilai berhasil mengkonstruksi pikiran sebagian dari masyarakat, khususnya kalangan awam. Sehingga ketika disurvei, menjadi wajar jika tingkat kepuasan mendapatkan ranking tinggi dan positif.

“Meskipun dugaan saya tidak detail memahami secara mendasar, fundamental, dan holistik, gitu kira-kira. Nah soal kepuasan itu, terlebih ini kan waktunya temporer, maksud saya survei itu kan Januari kan ya kalau nggak salah, 4 sampai 10 Januari, yang jelas angka kepuasan 80,9 persen kalau nggak salah, bagi saya belum merepresentasikan sebuah kesuksesan,” ungkapnya.

Gungun menyatakan, jangan sampai survei Litbang Kompas itu dijadikan sebagai kesimpulan akhir atau jumping to conclusions. Hasil tersebut mesti dinilai selayaknya survei persepsi yang juga pernah dilakukan untuk rezim sebelumnya, seperti misalnya masa kepemimpinan Joko Widodo atau Jokowi. 

“Ini menjadi semacam indikasi awal pada political support, dukungan politik dari masyarakat yang sebenarnya ini bisa menjadi semacam modal bagi pemerintahan Pak Prabowo untuk mengeksekusi ragam kegiatan yang lebih mendasar atau fundamental, yakni soal functioning government atau keberfungsian pemerintah,” ujar Gungun.

Sementara, hasil studi Celios yang menggunakan para ahli sebagai responden pastinya lebih berbicara pada basis bukti ilmiah atau evidence based.

“Praktisnya adalah data bukti, kemudian pemahamannya lebih mendasar, contoh ya contoh, saya kasih contoh kecil saja. Sampai hari ini kan belum ada pengusahaan RPJMN, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, ini bagi ahli itu fundamental sekali. Karena ini menyangkut policy direction, menyangkut arah kebijakan,” tukas dia.

Gungun turut mempertanyakan, bagaimana bisa pemerintah dalam waktu 100 hari belum juga mengesahkan RPJMN. Pasalnya, hal itu adalah petunjuk arah atau roadmap yang akan memandu semua aktivitas keberfungsian pemerintah.

“Tentu kalau bicara satu contoh itu saja menunjukkan bahwa cara pandang ahli atau expert panel, dengan masyarakat yang random lebih diisi juga oleh banyak masyarakat awam, tentu akan berbeda hasilnya,” terangnya. 

 

Prabowo-Gibran Jangan Terlena

Melihat dua hasil survei tersebut, Gungun menyarankan agar pemerintahan Prabowo-Gibran lebih banyak menyiapkan langkah dan evaluasi untuk mewujudkan janji politik ke depan. Jangan puas begitu saja dengan survei Litbang Kompas, dan tetap menjadikan data Celios sebagai salah satu acuan perbaikan.

“Kalau menurut saya gini ya, supaya itu jangan kemudian langsung melenakan pemerintahan Pak Prabowo. Karena apa, ini menyangkut, saya dari perspektif komunikasi politik mengingatkan tiga tata kelola yang penting,” tutur dia.

Ketiga tata kelola yang dimaksud adalah manajemen data, manajemen birokrasi, dan manajemen komunikasi. Keseluruhannya merupakan hal yang penting sekali dan dapat menciptakan banyak sekali indikator turunan.

“Contoh misalnya manajemen data, saya ambil satu contoh saja. Ketika pemerintah mengeksekusi program Makan Bergizi Gratis, apakah datanya itu sudah terintegrasi senasional ya kan. Kan ini cepat tuh realisasi di seluruh wilayah nusantara, kan gitu,” jelas Gungun.

“Nah harusnya di 100 hari pertama itu adalah memperbaiki data terintegrasinya, jangan sampai kemudian akhirnya niat baik, keinginan baik, kemudian tidak disupport oleh strategi yang baik karena kelemahannya data,” lanjutnya.

Kemudian untuk manajemen birokrasi, apakah di 100 hari pertama kinerja Prabowo-Gibran terkait transformasi lebih dari 100 kementerian sudah berada di jalan yang benar. Termasuk pembentukan Badan baru yang jumlahnya juga tidak kalah banyak.

“Masalahnya adalah apa itu sudah proses SOTK-nya, dan semua organisasi dan data kerjanya sudah on the right track,” ungkap dia.

Contoh dari dampak manajemen birokrasi yang buruk, kata Gungun, salah satunya ada menteri Kabinet Merah Putih yang mengeluhkan anggaran Kementeriannya kecil. Padahal, masalah tersebut tidak sepatutnya dibawa ke publik begitu saja.

“Publik tidak berharap itu, yang diharapkan itu adalah kalau soal anggaran itu kan ada kanalnya, yang bukan di media. Kanalnya itu antara pemerintah dengan DPR, namanya ini politik anggaran, jadi politik anggaran tidak berada di publikasi media, politik anggaran adanya di negosiasi antara pemerintah dengan DPR,” tegasnya.

Selanjutnya, untuk manajemen komunikasi di 100 hari pertama kinerja Prabowo-Gibran, juga dinilai masih banyak persoalan. Seperti yang terjadi pada utusan khusus presiden, hingga dugaan konflik kepentingan menteri.

“Mungkin masih ingat utusan khusus, iya kan, Gus Miftah, jadi persoalan. Kemudian soal komunikasi lagi, misalnya ya kop kementerian dipakai bukan untuk acara institutional kementerian, itu harus dievaluasi sebagai bagian dari bagaimana manajemen komunikasi pemerintah itu berjalan baik,” terangnya.

“Komunikasi itu bukan wilayah pinggiran, tapi dia adalah peran utama dalam memberikan dukungan pada implementasi seluruh program di jajaran birokrasi yang dipimpin oleh Pak Prabowo,” Gungun menandaskan.

 

 

 

 

Infografis Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran Diubah Jadi Makan Bergizi Gratis. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran Diubah Jadi Makan Bergizi Gratis. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya