Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi merilis tarif timbal balik (resiprokal) ke beberapa negara pada 2 April 2025 lalu. Tarif Trump itu sendiri menarget negara-negara yang memiliki surplus perdagangan ke Amerika Serikat, termasuk Indonesia yang dipatok tarif impor sebesar 32 persen. Kebijakan itu pun menuai beragam respons.
Pada kondisi tersebut, Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) menyuarakan kegelisahannya dan meminta Pemeritah Indonesia untuk bernegosiasi dengan pihak USA terkait tarif impor produk kelistrikan dan meminta pemerintah membendung maraknya impor produk jadi di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum APPI Yohanes P.Widjaja. Bahkan Yohanes menilai ada pihak yang tengah berusaha menggeser isu perang tarif itu ke isu pelonggaran kebijakan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) dan kebijakan NTM (Non Tarif Measure) lainnya.
Advertisement
“APPI meminta Pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri melalui perlindungan pasar domestik dari produk impor terutama produk impor dari negara terdampak atas kebijakan bea masuk impor AS tersebut,” kata Yohanes dalam keterangannya.
Dia juga menjelaskan bahwa pasar domestik Indonesia, merupakan secondary market, size besar dan dengan daya beli tinggi. Oleh karena itu, perlu bagi industri atau asosiasi industri meminta perlindungan dari Pemerintah atas pemberlakuan kebijakan bea masuk impor (BMI) AS tersebut.
APPI meminta pemerintah untuk segera bernegosiasi dengan Amerika Serikat terkait tarif impor produk kelistrikan. Menurut Yohanes, penerapan tarif impor produk kelistrikan oleh Amerika Serikat beberapa hari lalu akan berdampak negatif terhadap potensi ekspor produk kelistrikan dari Indonesia yang dalam beberapa tahun terakhir mendapat kesempatan ekspor ke USA serta beberapa negara lainnya untuk produk seperti transformator tenaga, transformator distribusi, panel listrik tegangan menengah, panel listrik tegangan rendah, dan meter listrik (kWh Meter).
“Produk peralatan listrik dari Indonesia secara kuallitas sudah mampu untuk bersaing di pasar international dan kami membutuhkan kehadiran pemerintah untuk mempertahankan industri lokal,” tegasnya.
Dampak
Kebijakan Trump tersebut menurut Yohanes akan memberikan dampak negatif secara luas. Misalnya maraknya produk impor dari negara yang terkena imbas tarif impor dari Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia yang ditengarai dengan cara dumping guna menjual hasil produksi negara tersebut. Hal ini tentunya dapat membawa dampak yang luar biasa besar di dalam negeri seperti yang dialami produk tekstil, sehingga industri lokal dapat tumbang, dan Indonesia kehilangan kesempatan menjadi negera manufaktur. Hal tersebut dikarenakan pengenaan bea masuk nol persen untuk produk produk dari Asia Tenggara, China dan India sementara di dalam negeri sudah mampu untuk menghasilkan produk produk tersebut.
“Yang menjadi kendala utama adalah tidak tersedianya bahan baku di dalam negeri, sehingga kita tergantung dengan impor. Sementara di negara negara lain, China contohnya, bahan baku melimpah sehingga kecepatan dan daya saing mereka akan lebih unggul,” ujarnya.
APPI sendiri meminta agar kebijakan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) tetap dipertahankan dan tidak dilonggarkan guna merespon kebijakan kenaikan bea masuk impor AS itu. Menurutnya kebijakan TKDN telah terbukti ampuh meningkatkan demand produk manufaktur dalam negeri terutama dari belanja pemerintah. “Kebijakan TKDN juga telah memberi jaminan kepastian investasi dan juga menarik investasi baru ke Indonesia. Banyak tenaga kerja Indonesia bekerja pada industri yang produknya dibeli setiap tahun oleh pemerintah karena kebijakan TKDN ini,” katanya.
Pelonggaran kebijakan TKDN, kata Yohanes justru akan berakibat hilangnya lapangan kerja dan berkurangnya jaminan investasi di Indonesia. Penerapan TKDN untuk proyek-proyek yang bersumber dana APBN yang saat ini diterapkan oleh pemerintah adalah sudah tepat guna melindungi produsen dalam negeri.
Namun yang masih perlu ditingkatkan adalah di sektor pasar swasta yang saat ini di Indonesia dibanjiri dengan produk impor. Maraknya produk impor dengan harga murah (ditengarai karena dumping) lambat laun akan membuat goyah produsen dalam negeri untuk beralih sebagian atau seluruhnya menjadi importir. Dan ini dapat mengakibatkan meningkatnya pengangguran.
“APPI berharap pemerintah untuk mulai memikirkan dan merumuskan bagaimana untuk mengendalikan perdagangan di sektor swasta agar industri kelistrikan dalam negeri dapat tetap hidup,” harapnya.
Advertisement
