Guru Besar UIN Makassar Bantah Sebut Alquran Perlu Direvisi

Sebuah media online menulis Qasim Muchtar meminta Alquran direvisi karena Nabi Muhammad sudah meninggal.

oleh Oscar Ferri diperbarui 29 Jul 2013, 15:54 WIB
Diterbitkan 29 Jul 2013, 15:54 WIB
wakaf-alquran130719c.jpg
Sebuah berita berita kontroversial dimuat oleh sebuah media online pada 21 Juni yang lalu. Media itu menlis berita bahwa Guru Besar Universitas Islam Negeri Makassar Qasim Mathar menyatakan Alquran perlu direvisi karena Nabi Muhammad sudah meninggal dan sudah tidak cocok lagi.

Berita itu menulis Qasim menyampaikan pendapatnya saat menjadi pembicara diskusi tentang Islam Liberal di Lecture Theater UIN Alauddin, Samata, yang diselenggarakan oleh pegiat #IndonesiaTanpaJIL wilayah Makassar bekerja sama dengan BEM-Fakultas Ilmu Kesehatan.

Namun, Qasim membantah berita tersebut. Dia merasa tidak pernah mengeluarkan pernyataan yang meminta Alquran direvisi. "Saya tidak tahu itu statement dari mana," kata Qasim saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Senin (29/7/2013).

Qasim yang sehari-hari mengajar Sejarah dan Pemikiran Islam itu mengatakan, dalam diskusi di Kampus UIN Makassar tersebut, banyak mahasiswa dan teman-teman dosennya yang hadir. "Apa benar mereka mendengar pernyataan saya seperti itu? Saya diskusi yang ringan-ringan saja," ujarnya.

Dia mengaku baru mengetahui, berita ini dari kerabatnya. "Baru tadi malam habis sahur saya dapat kabar dari kawan mediaterkait dengan berita itu. Dan baru saya baca, ketika saya baca itu (penulisnya) Rizkia," kata dia.

Untuk itu, Qasim menyarankan, agar si penulis berita perlu juga diminta klarifikasinya. Mengingat, Qasim merasa tidak pernah mengeluarkan pernyataan Alquran harus direvisi. Qasim pun mempertanyakan, bagaimana si penulis itu mengutip untuk menjadi bahan beritanya. Si penulis, kata Qasim, harus bisa benar-benar mengklarifikasi hal ini.

Qasim mempertanyakan sumber kutipan tersebut. Pertama, apakah si penulis mengambil dari rekaman dalam diskusi. Kedua, atau memang dia mengutip dari catatan notulen diskusi. Ketiga, atau dia yang menanggapi sendiri pembicaraan dalam diskusi itu yang lantas tanggapan di itulah yang disebarkan ke internet.

"Kalau yang ketiga, berarti dia banyak yang salah paham, salah memahami atau salah mencatat. Kalau pun misalnya dia mencatat ucapan saya, harusnya jangan sampai salah catat. Tapi ketika itu rekaman dari suara saya yang direkam dan memang begitu seperti itu, tentu saya akan mengatakan bahwa itu keliru," tutur Qasim. (Eks/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya