Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat meminta para profesional Indonesia yang bergabung dalam Diaspora Indonesia yang berada di luar negeri, agar membangun diplomasi ketenagakerjaan dengan pemerintah setempat. Karena ada banyak permintaan pekerja semi skill dan skill dari masyarakat pengguna di luar negeri. Namun pemerintahnya masih melakukan pengetatan masuknya pekerja asing.
Pernyataan itu disampaikan Jumhur ketika menjadi pembicara pada Kongres Kedua Diaspora Indonesia di Jakarta. Forum Task Force Indonesian Migrant Worker/Ketenagakerjaan ini pada Kongres Kedua Diaspora Indonesia ini juga menghadirkan Menakertrans Muhaimin Iskandar, Jumhur Hidayat, Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Internasional (BHI) WNI Tatang Budie Utama Razak, dan anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka.
"Saat ini kita patuh dan sudah menerima adanya globalisasi barang dan jasa kita. Globalisasi barang dan jasa ini telah masuk ke seluruh negara. Namun anehnya, pada saat bersamaan, negara-negara maju ini tidak mau menerima masuknya para pekerja asing," kata Jumhur di Jakarta, Senin (19/8/2013).
Diaspora Indonesia, lanjut Jumhur, harus bisa memperjuangkan adanya balance of trade antara masuknya arus barang dan jasa dengan liberalisasi migrasi manusia.
Jumhur mencontohkan, di Darwin, Australia, ekspor sapi potong ke Indonesia sudah menguntungkan pemerintahnya. Namun sayangnya, yang bekerja di sektor itu adalah para pekerja dari China yang tidak langsung berkaitan dengan impor sapi. Dan ketika pemerintah Indonesia meminta perluasan penempatan TKI sektor peternaan, pemerintah Australia membatasi dengan persyaratan skor bahasa Inggris dikenal dengan IELT'S dengan poin 7 atau sangat tinggi.
"Padahal para penggunanya di Darwin meminta pekerja dari Indonesia, namun pemerintahnya justru menghambat," terangnya.
Dia memahami, Diaspora Indonesia tidak hanya ditandai dengan keberadaan 6,5 juta TKI di 178 negara. Tetapi juga oleh orang-orang Indonesia yang telah menjadi penduduk atau warga negara keturunan Indonesia yang menetap di berbagai negara, serta orang-orang asing yang memiliki daya tarik dan kepedulian terhadap Indonesia.
"Karena itu saya minta agar Diaspora Indonesia di luar negeri melakukan desakan kuat ke negara maju untuk bisa menerima liberalisasi migrasi manusia," imbuhnya.
Jumhur juga menjelaskan adanya kritikan terhadap penerapan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN). Dia mengatakan, pemberlakuan KTKLN selama ini telah mampu mencegah meluasnya proses tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di desa-desa.
"Ratusan ribu pekerja di-traffict/smugling ke luar negeri dan hanya KTKLN yang bisa menghentikannya," tegasnya.
Soal direct hiring, kata Jumhur, permintaan rekrut langsung ini telah menimbulkan persoalan terbesar bagi pekerja Indonesia di luar negeri. Pemerintah tidak membolehkan adanya direct hiring TKI dari desa-desa, karena tidak jelas apa pekerjaan mereka dan jelas tidak ada perlindungannya.
"Perusahaan-perusahaan di Taiwan memang meminta direct hiring bagi pekerja rumah tangga. Direct hiring, No way," tutur Jumhur. (Frd)
Pernyataan itu disampaikan Jumhur ketika menjadi pembicara pada Kongres Kedua Diaspora Indonesia di Jakarta. Forum Task Force Indonesian Migrant Worker/Ketenagakerjaan ini pada Kongres Kedua Diaspora Indonesia ini juga menghadirkan Menakertrans Muhaimin Iskandar, Jumhur Hidayat, Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Internasional (BHI) WNI Tatang Budie Utama Razak, dan anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka.
"Saat ini kita patuh dan sudah menerima adanya globalisasi barang dan jasa kita. Globalisasi barang dan jasa ini telah masuk ke seluruh negara. Namun anehnya, pada saat bersamaan, negara-negara maju ini tidak mau menerima masuknya para pekerja asing," kata Jumhur di Jakarta, Senin (19/8/2013).
Diaspora Indonesia, lanjut Jumhur, harus bisa memperjuangkan adanya balance of trade antara masuknya arus barang dan jasa dengan liberalisasi migrasi manusia.
Jumhur mencontohkan, di Darwin, Australia, ekspor sapi potong ke Indonesia sudah menguntungkan pemerintahnya. Namun sayangnya, yang bekerja di sektor itu adalah para pekerja dari China yang tidak langsung berkaitan dengan impor sapi. Dan ketika pemerintah Indonesia meminta perluasan penempatan TKI sektor peternaan, pemerintah Australia membatasi dengan persyaratan skor bahasa Inggris dikenal dengan IELT'S dengan poin 7 atau sangat tinggi.
"Padahal para penggunanya di Darwin meminta pekerja dari Indonesia, namun pemerintahnya justru menghambat," terangnya.
Dia memahami, Diaspora Indonesia tidak hanya ditandai dengan keberadaan 6,5 juta TKI di 178 negara. Tetapi juga oleh orang-orang Indonesia yang telah menjadi penduduk atau warga negara keturunan Indonesia yang menetap di berbagai negara, serta orang-orang asing yang memiliki daya tarik dan kepedulian terhadap Indonesia.
"Karena itu saya minta agar Diaspora Indonesia di luar negeri melakukan desakan kuat ke negara maju untuk bisa menerima liberalisasi migrasi manusia," imbuhnya.
Jumhur juga menjelaskan adanya kritikan terhadap penerapan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN). Dia mengatakan, pemberlakuan KTKLN selama ini telah mampu mencegah meluasnya proses tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di desa-desa.
"Ratusan ribu pekerja di-traffict/smugling ke luar negeri dan hanya KTKLN yang bisa menghentikannya," tegasnya.
Soal direct hiring, kata Jumhur, permintaan rekrut langsung ini telah menimbulkan persoalan terbesar bagi pekerja Indonesia di luar negeri. Pemerintah tidak membolehkan adanya direct hiring TKI dari desa-desa, karena tidak jelas apa pekerjaan mereka dan jelas tidak ada perlindungannya.
"Perusahaan-perusahaan di Taiwan memang meminta direct hiring bagi pekerja rumah tangga. Direct hiring, No way," tutur Jumhur. (Frd)