Ahok: Kenaikan KHL dari 2007 Tidak Sama dengan 2013

Ahok menyatakan, komponen KHL saat ini yang berjumlah 60, sulit untuk dipaksakan bertambah menjadi 84 komponen.

oleh Andi Muttya Keteng diperbarui 31 Okt 2013, 12:55 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2013, 12:55 WIB
ahok-punya-hak-130923b.jpg
Demontrasi menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI oleh buruh terus berlangsung sejak 2 hari lalu. Massa buruh menginginkan agar UMP 2014 naik dari Rp 2,2 juta menjadi Rp 3,7 juta.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai, perhitungan perhitungan menaikkan UMP pada 2007 yang meningkat menjadi Rp 700 ribu atau 49 persen pada 2012, berbeda dengan dengan saat ini. Sebab dulu UMP memang tidak pernah menaati nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

"Tahun 2007 kurang, 2008 kurang sampai tahun 2012. Nah, begitu kita masuk, kita benarin sesuai KHL, ya pasti lonjak dong, kekurangan 5 tahun itu. Tapi bukan berarti yang sekarang ini masih sama. Itu kan simpanan sampai 5 tahun. Sekarang ini hitungan kita ya sesuai KHL," kata Ahok di Balaikota DKI Jakarta, Kamis (31/10/2013).

Ia menambahkan, Dewan Pengupahan sudah menaikkan KHL dari yang sebelumnya senilai Rp 1.978.798 menjadi Rp 2.299.860 dan telah disahkan pada 25 Oktober 2013 lalu. Hanya, untuk komponen KHL saat ini yang berjumlah 60, menurut Ahok, sulit untuk dipaksakan bertambah menjadi 84 komponen.

Mantan Bupati Belitung Timur itu menilai Pemprov DKI khawatir adanya tindakan pemberhentian hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja karena adanya kenaikan UMP. Namun, di satu sisi pihaknya juga tidak menginginkan perusahaan membayar karyawannya dibawah KHL. Sebab hal itu menjadi tidak adil jika pekerja digaji di bawah nilai KHL.

"Makanya, kita mesti temukan. Satu pihak mesti temukan KHL, tetapi satu pihak kita juga tidak ingin sembarangan menaikkan harga begitu," kata Ahok.

Mengenai buruh yang mengancam melakukan mogok nasional dan unjuk rasa menuntut kenaikan UMP, Ahok merasa hal itu hak buruh. Hanya ia berpesan untuk tidak dilakukan tindakan anarkis. "Kita juga susah memaksa buruh yang maunya begitu, ya bagaimana. Tapi kita juga tetap berpegang pada KHL," ujarnya.

Sementara, Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Kesejahteraan Pekerja Disnakertrans DKI, Hadi Broto, mengatakan Pemprov DKI sebenarnya sudah banyak mengakomodir kepentingan pekerja yang sebetulnya mengesampingkan kepentingan dunia usaha.

Misalnya, biaya transportasi Transjakarta dalam KHL, dari Rp 7.000 diperjuangkan naik menjadi Rp 11.000. Kemudian, biaya sewa kamar yang diminta buruh agar naik ke nilai Rp 850.000, sudah diupayakan naik menjadi Rp 650.000 - Rp 671.000.

"Kita sebenarnya sampai survei sendiri ke tempat menyewakan kos-kosan, sebenarnya enggak sampai segitu. Tapi kita masih memperjuangkan dan pengusaha mengiyakan," ujarnya.

Dia mengatakan, ancaman mogok nasional diperbolehkan karena memang sesuai dengan undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Hanya aksi mogok itu, pada pasal 141 ayat 5, disebutkan jika perundingan tidak mencapai kesepakatan maka mogok kerja dianggap sah.

"Apa yang salah? Orang kita baru membicarakan UMP. Kecuali dia mau nolak Inpres ya ke sana (pusat). Permen ya ke sana. Jangan ke sini (Balaikota)," kata Hadi. (Mvi/Ism)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya