Adu Cepat DPR Vs MK Bahas Perppu No 1/2013

Yusril melihat MK dan DPR sekarang seperti adu cepat membahas Perppu No 1/2013 tentang MK.

oleh Oscar Ferri diperbarui 20 Nov 2013, 09:31 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2013, 09:31 WIB
yusril130219b.jpg
DPR kembali bersidang pada Senin 18 November kemarin. Salah satu agenda masa sidang kali ini adalah sikap DPR terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra, sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011, DPR sudah harus bersikap terhadap Perppu tersebut dalam masa sidang sekarang. DPR hanya punya 2 pilihan, menerima atau menolak.

"Kalau diterima, Perppu itu otomatis menjadi UU. Kalau ditolak, Perpu otomatis tidak berlaku dan harus dicabut oleh Presiden," kata Yusril dalam pesan singkatnya yang diterima Liputan6.com, Rabu (20/11/2013).

Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) itu mengatakan, di satu sisi DPR sedang membahas, di sisi lain MK sedang menguji materi Perppu yang digugat oleh sejumlah pihak. Karena itu, Yusril melihat bahwa MK dan DPR sekarang seperti adu cepat. Siapa yang lebih dulu selesai kerjanya.

"Kalau DPR lebih dulu selesai dan menolak Perppu untuk disahkan, maka MK kehilangan obyek pengujiannya. Apa lagi yang mau diuji MK?" ujarnya.

Sebaliknya, sambung Yusril, bila Perppu telah disahkan jadi UU sementara MK belum selesai menguji, maka obyek pengujian juga gugur dengan sendirinya. "Karena Perppu itu statusnya telah berubah menjadi UU Nomor 'XYZ' Tahun 2013 tentang Pengesahan Perpu tersebut," jelas mantan Menteri Sekretaris Negara itu.

Jika objek pengujian sudah berubah status, lanjut dia, maka Pemohon tidak boleh lagi mengubah permohonan pengujian Perppu yang mereka mohonkan. Jika dilihat dari sudut hukum acara, permohonan tersebut harus diputus dengan amar 'Tidak Dapat Diterima' atau 'niet ontvankelijke verklaard (NO)'.

Lalu, bagaimana jika MK lebih dulu selesai menguji Perppu itu sebelum DPR menentukan sikap? Menurut Yusril, jika itu terjadi, maka problematika hukumnya lebih banyak, karena terkait dengan kewenangan DPR terhadap Perppu.

"Tapi kalau putusan MK menolak seluruh permohonan dengan alasan permohonan tidak beralasan hukum, maka tak ada masalah bagi DPR. DPR leluasa saja untuk meneruskan pembahasannya dan memutuskan akan menerima atau menolak Perppu tersebut," terang Yusril.

Namun sebaliknya, tegas Yusril, bila MK menyatakan mengabulkan seluruh permohonan Pemohon dengan amar yang berbunyi 'menyatakan bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan memerintahkan agar putusan dimuat dalam Berita Negara', "Maka ada problematika konstitusional yang dihadapi oleh DPR." (Mut/Ism)

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya