Fakta Seputar Letusan Gunung Kelud

Dalam rentang 100 tahun terakhir, Gunung Kelud tercatat meletus sebanyak 40 kali. Erupsi terakhir pada 2007.

oleh Liputan6 diperbarui 12 Feb 2014, 08:00 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2014, 08:00 WIB
gn-kelud-140211c.jpg
Beberapa hewan dikabarkan keluar dari hutan menuju permukiman penduduk di kaki Gunung Kelud. Kabar ini disampaikan sejumlah warga Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang, Malang, Jawa Timur.

"Ada laporan yang masuk, bahwa warga melihat kijang dan hewan lain keluar hutan menuju permukiman penduduk," beber mantan Kepala Desa Pandansari, Sakirman ketika dikonfirmasi di Malang, Jawa Timur, Selasa (11/2/2014).

Sakirman yang juga anggota Tim Siaga Jangkar Kelud mengatakan, salah satu tanda alam jika gunung mau meletus memang berpindahnya hewan-hewan yang ada di sekitar gunung. Dalam kasus ini, kijang dan kera keluar yang dari hutan menuju dekat permukiman warga.

Bila benar demikian, berarti aktivitas Gunung Kelud benar-benar harus diwaspadai. Hanya saja, Sakirman belum memercayai sepenuhnya laporan yang masuk tersebut. Ia pun mengimbau warga sekitar yang biasa masuk ke dalam hutan untuk mengecek informasi tersebut.

Gunung Kelud terhitung Senin petang 10 Februari 2014, berstatus Siaga. Meningkatnya status Kelud dari Waspada (level II) menjadi Siaga (level III) jelas menyita perhatian banyak pihak di Tanah Air.

Sebab, bila Kelud kembali meletus, banyak warga di 3 kabupaten di Jawa Timur yang terancam. Secara administratif, gunung api berketinggian 1.731 meter dari permukaan laut (mdpl) ini terletak di perbatasan Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang. Sementara, puncak kawah Gunung Kelud terletak di Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri.

Kelud tercatat sebagai salah satu gunung teraktif di Jawa Timur. Merujuk penelitian Lembaga Smithsonian di Washington DC, Amerika Serikat, selama seabad atau 100 tahun terakhir tercatat letusan Gunung Kelud hampir 40 kali.

Letusan 1586

Dalam catatan sejarah, letusan terbesar sejak 1.000 tahun lampau berlangsung pada 1586. Pada waktu itu hampir semua karakter erupsi terjadi, seperti letusan hebat, luncuran awan panas hingga lelehan lahar panas dan lahar dingin.

Berdasarkan buku Data Dasar Gunung Api di Indonesia, jumlah korban saat itu diperkirakan mencapai lebih dari 10 ribu orang --jumlah yang sangat besar mengingat populasi penduduk di sana saat itu masih sangat sedikit. Letusan pada 1586 itu diperkirakan memiliki kekuatan Volcanic Explosivity Index (VEI): 5. Ini setara letusan Gunung Pinnatubo di Filipina pada 1991.

Sebagai perbandingan kekuatan letusan, Gunung Tambora yang meletus pada 1815 berkekuatan VEI=7 mengakibatkan 92 ribu orang meninggal dunia. Sementara, letusan Gunung Krakatau pada 1883 yang berkekuatan VEI=6 mencerabut nyawa 36.400 warga. Letusan Krakatau yang VEI=6 itu setara dengan 150-175 megaton dinamit atau setara dengan 7,500-8,750 bom atom Hiroshima -- 1 bom Hiroshima kira-kira termal energinya 20 kiloton.

Gunung Kelud termasuk dalam tipe stratovulkan dengan karakteristik letusan eksplosif. Seperti banyak gunung api lainnya di Pulau Jawa, Gunung Kelud terbentuk akibat proses subduksi lempeng benua Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia. Sejak 1300 Masehi, gunung ini tercatat aktif meletus dengan rentang jarak waktu yang relatif pendek (9-25 tahun), menjadikannya sebagai gunung api yang berbahaya bagi manusia.

Kekhasan gunung api ini adalah adanya danau kawah (hingga akhir 2007) yang membuat lahar letusan sangat cair dan membahayakan penduduk sekitarnya. Akibat aktivitas vulkanik pada 2007 yang memunculkan kubah lava, danau kawah nyaris sirna dan tersisa semacam kubangan air.

Puncak-puncak yang ada sekarang merupakan sisa dari letusan besar masa lalu yang meruntuhkan bagian puncak purba. Dinding di sisi barat daya runtuh terbuka sehingga kompleks kawah membuka ke arah itu. Puncak Kelud adalah yang tertinggi, berposisi agak di timur laut kawah. Puncak-puncak lainnya adalah Puncak Gajah Mungkur di sisi barat dan Puncak Sumbing di sisi selatan.

Satu sistem untuk mengalihkan aliran lahar telah dibuat secara ekstensif pada 1926 -- masih berfungsi hingga kini -- setelah letusan pada 1919 memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu permukiman penduduk.

Pada abad ke-20, Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919, 1951, 1966, dan 1990. Pada 2007, gunung ini kembali meningkat aktivitasnya. Pola ini membuat beberapa ahli gunung api berpendapat bahwa siklus letusan Gunung Kelud adalah kira-kira 15 tahun sekali.

Letusan 1919

Letusan ini termasuk yang paling mematikan karena menelan korban 5.160 jiwa, merusak 15.000 hektare lahan produktif karena aliran lahar mencapai 38 kilometer. Kendati di Kali Badak, telah dibangun bendungan penahan lahar pada 1905. Selain itu, Hugo Cool pada 1907 juga ditugaskan melakukan penggalian saluran melalui pematang atau dinding kawah bagian barat. Usaha itu berhasil mengeluarkan air 4,3 juta meter kubik.

Karena letusan inilah kemudian dibangun sistem saluran terowongan pembuangan air danau kawah, dan rampung pada 1926. Secara keseluruhan dibangun 7 terowongan. Pada masa setelah kemerdekaan dibangun terowongan baru setelah letusan 1966, 45 meter di bawah terowongan lama. Terowongan yang selesai pada 1967 itu diberi nama Terowongan Ampera. Saluran ini berfungsi mempertahankan volume danau kawah agar tetap 2,5 juta meter kubik.

Letusan 1990

Letusan 1990 berlangsung selama 45 hari, yaitu 10 Februari 1990 hingga 13 Maret 1990. Pada letusan ini, Gunung Kelud memuntahkan 57,3 juta meter kubik material vulkanik. Lahar dingin menjalar sampai 24 kilometer dari danau kawah melalui 11 sungai yang berhulu di gunung itu. Letusan ini sempat menutup terowongan Ampera dengan material vulkanik. Proses normalisasi baru selesai 1994.

Letusan 2007

Kegiatan vulkanik Gunung Kelud meningkat pada akhir September 2007. Dan terus berlanjut hingga November tahun yang sama, ditandai dengan meningkatnya suhu air danau kawah, peningkatan kegempaan tremor, serta perubahan warna danau kawah dari kehijauan menjadi putih keruh. Status Awas (tertinggi) dikeluarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sejak 16 Oktober 2007 yang berimplikasi penduduk dalam radius 10 km dari gunung (lebih kurang 135 ribu jiwa) yang tinggal di lereng gunung tersebut harus mengungsi. Namun letusan tidak terjadi.

Sempat agak mereda, aktivitas Kelud kembali meningkat sejak 30 Oktober 2007 dengan peningkatan pesat suhu air danau kawah dan kegempaan vulkanik dangkal. Pada 3 November 2007, tepat sekitar pukul 16.00 WIB, suhu air danau melebihi 74 derajat Celsius -- jauh di atas normal gejala letusan sebesar 40 derajat Celsius -- sehingga menyebabkan alat pengukur suhu rusak. Getaran gempa tremor dengan amplitudo besar (lebih dari 35 mm) mengakibatkan petugas pengawas harus mengungsi, namun kembali tidak terjadi letusan.

Akibat aktivitas tinggi tersebut terjadi gejala unik dalam sejarah Kelud dengan munculnya asap tebal putih dari tengah danau kawah diikuti dengan kubah lava dari tengah-tengah danau kawah sejak 5 November 2007 dan terus `tumbuh` hingga berukuran selebar 100 meter. Para ahli menganggap kubah lava inilah yang menyumbat saluran magma, sehingga letusan tidak segera terjadi. Energi untuk letusan dipakai untuk mendorong kubah lava sisa letusan 1990.

Sejak peristiwa tersebut, aktivitas pelepasan energi semakin berkurang dan pada 8 November 2007 status Gunung Kelud diturunkan menjadi Siaga. Namun, danau kawah Gunung Kelud praktis `hilang` karena kemunculan kubah lava yang besar. Yang tersisa hanyalah kolam kecil berisi air keruh berwarna kecoklatan di sisi selatan kubah lava.

Kini, status Gunung Kelud menjadi Siaga, berarti tinggal 1 level lagi menjadi Awas atau status gunung akan meletus. Temperatur kawah Gunung Kelud pun kemarin meningkat menjadi sekitar 56 derajat Celcius. Sebagai perbandingan, awal November 2007, suhu air danau kawah melebihi 74 derajat Celsius, jauh di atas normal gejala letusan sebesar 40 derajat Celsius.

Letusan memang sulit diprediksi. Yang terang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur menyatakan sedikitnya 83 ribu jiwa tinggal di kawasan rawan bencana Gunung Kelud.

BPBD pun memetakan beberapa Kawasan Rawan Bencana di wilayah itu. Kawasan Rawan Bencana I adalah radius 2 kilometer dari bibir kawah. Selanjutnya, Kawasan Rawan Bencana II berada dalam radius 5 kilometer. Terakhir, Kawasan Rawan Bencana III di radius 10 kilometer. Sementara, jalur evakuasi mengacu pada wilayah masing masing. (dari berbagai sumber/Ans)

Baca juga:

[VIDEO] Gunung Kelud Siaga, Aktivitas Warga Masih Normal
2 Lokasi Evakuasi Disiapkan Pemkab Malang Jika Kelud Meletus
Hewan Mulai Keluar Hutan, Aktivitas Gunung Kelud Diprediksi Naik
Gunung Kelud Berstatus Siaga, Posko Bencana Dibangun
Status Gunung Kelud Naik Lagi Jadi `Siaga`
Gunung-gunung Api di Indonesia Dipasangi Kamera CCTV
[VIDEO] Aktivitas Gunung Kelud Meningkat, Status Tetap Waspada

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya