HEADLINE: Perpres Terbit, Siapkah Indonesia Memasuki Era Mobil Listrik?

Perpres mobil listrik sudah resmi diteken Presiden Jokowi. Era baru kendaraan ramah lingkungan di Indonesia?

oleh Arief AszhariLiputan6.comDian Tami Kosasih diperbarui 14 Agu 2019, 00:00 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2019, 00:00 WIB
Mobil Listrik GIIAS 2019
Teknologi fast charging pada mobil listrik BMW i8 Roadster dipamerkan dalam GIIAS 2019 di ICE BSD, Tangerang, Jumat (19/7/2019). Konsumsi bahan bakar gabungan dalam siklus pengujian kendaraan plug in hybrid adalah 47,6 km/liter, ditambah 14.5 kWh energi listrik per 100 km. (Liputan6.com/FeryPradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Presiden (Perpres) terkait mobil listrik sudah resmi diteken Joko Widodo atau Jokowi. Payung hukum mobil ramah lingkungan ini juga akan didukung Peraturan Pemerintah (PP) baru, hasil dari revisi PP Nomor 41 tahun 2013, tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, salah satu aturan turunan dari Perpres mobil listrik ini di antaranya mengatur tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk kendaraan bermotor listrik (KBL). Contoh komponennya adalah battery electric vehicle (BEV).

"Iya, Perpres mengatur TKDN. Kemudian mengatur mengenai pembagian tugas di kementerian termasuk infrastrukturnya," kata Airlangga saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Selasa (13/8/2019).

Untuk produksi awal, wajib memenuhi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) minimum 35 persen. Ke depannya, dia berharap akan semakin luas lagi tingkat komponen dalam negerinya. "TDKN sampai 2023 itu 35 persen," imbuhnya.

Banner Infografis Selamat Datang Era Mobil Listrik di Indonesia. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Dia menambahkan, dalam Perpres mobil listrik ini juga mengatur soal insentif. Aturan ini merupakan perubahan dari revisi Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2013 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah memberikan beberapa insentif terkait pengembangan mobil listrik. Di antaranya soal insentif impor kendaraan listrik diberikan dalam jangka waktu tertentu, serta pemberian tax allowance bagi industri suku cadang.

Ada juga pemberian tax holiday untuk integrasi kendaraan listrik dengan baterai dan pemberian tax allowance bagi industri suku cadang. Pemerintah juga menanggung bea masuk untuk impor mobil listrik dan bahan bakunya, serta kemudahan impor untuk tujuan ekspor.

Untuk insentif pajak pada mobil, pemerintah akan memberikan keringanan pajak untuk sedan. Selama ini sedan kena pajak lebih tinggi dari jenis kendaraan MPV. 

 
 

Rencana Pabrikan Otomotif di Indonesia

Meski banyak pabrikan yang sudah memperkenalkan line up mobil listriknya secara global, hingga saat ini agen pemegang merek (APM) di Tanah Air masih menunggu kebijakan dan peraturan terkait hal ini dilaksanakan.

DFSK misalnya, PR & Digital Manager DFSK Arvianne DB mengungkapkan, pihaknya masih menunggu sosialisasi resmi terkait dengan Perpres.

"Tentunya kami menyambut positif, namun hingga sekarang kami belum mendapat sosialisasi secara resmi tentang Perpres tersebut dari kementerian terkait. Tentunya jika nanti kami mendapatkan surat tersebut, akan kami pelajari dan diskusikan di internal kami," kata ungkap Arvianne DB kepada Liputan6.com.

Hal senada diutarakan oleh PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI) selaku pemegang merek mobil penumpang Mitsubishi di Indonesia.

"Saya baru mendengar kabar soal kebijakan baru yang sudah ditandatangani Presiden (8/8). Karena itu, belum tahu pasti mengenai isi dan konten yang dipaparkan dalam dokumen itu. Yang pasti kami perlu melakukan studi dan riset mendalam. Tidak semata-mata harganya bisa langsung turun. Semua ini butuh waktu serta menunggu keputusan dari prinsipal di Jepang,” ucap Michimasa Kono, Director of Sales and Marketing MMKSI.

 

PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) berharap, penandatanganan Perpres mobil listrik ini dapat mengembangkan ekosistem industri kendaraan berbasis listrik.

"Mudah-mudahan sukses mengembangkan ekosistem industri kendaraan berbasis listrik, sehingga kita menjadi basis produksi di Asia. Selain itu, juga bisa terjadi penghematan pemakaian bahan bakar minyak (BBM), dan tentunya kualitas udara yang lebih baik," jelas Bob Azam, Direktur Administrasi Korporasi dan Hubungan Eksternal PT TMMIN saat berbincang dengan Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Lanjutnya, dengan Perpres ini, meskipun raksasa asal Jepang ini belum menerima salinan peraturan yang bakal berlaku, namun sudah menyusun rencana bisnis, dan memetakan serta mendalami industri pendukungnya.

"Supaya kita jangan hanya jadi pengimpor, tapi sebaliknya menjadi produsen dan ekspor (mobil listrik)," tegasnya.

Saat ini, pasar mobil listrik di Indonesia memang masih sangat kecil. Namun, ke depannya, tren pasti akan bergerak menuju kendaraan yang hemat energi dan lebih ramah lingkungan.

Terlebih, memang kendaraan ini dibutuhkan untuk menekan impor bahan bakar agar kondisi trade balance perdagangan lebih baik.

"Tapi, jangan sampai trade balance yang positif dari sektor bahan bakar, berbanding terbalik dengan impor kendaraan. Oleh karena itu, kita harus membangun industri dalam negeri," pungkasnya.

 

Infrastruktur Siap?

Pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu menegaskan, pemerintah harus serius mempersiapkan diri untuk mengantisipasi datangnya era kendaraan listrik.

"Pertama, tariff dan non tariff barrier yang membuat semua stakeholders kendaraan listrik diuntungkan secara ekonomi," kata Yannes kepada Liputan6.com, Selasa (13/8/2019).

Selain itu, peraturan yang nantinya akan menguntungkan pemilik kendaraan listrik juga harus disiapkan, sehingga masyarakat memiliki minat lebih terhadap kendaraan ramah lingkungan.

"Pemerintah daerah juga harus mengembangkan kawasan eksklusif untuk kendaraan listrik yang membuat orang semakin tertarik dengan berbagai kemudahan, kenyamanan, privilege, dan prestise dari kendaraan listrik yang mereka beli dan pergunakan," ujar Yannes.

Tak hanya itu, pajak untuk kendaraan listrik juga diharapkan memiliki keunggulan dibandingkan dengan kendaraan konvensional.

"Memastikan juga jika pemerintah daerah mengimplementasikan peraturan yang pro pada peningkatan pendapatan asli daerah mereka melalui pajak kendaraan bermotor yang nilainya lebih rendah dari kendaraan bermotor bakar, nah bagaimana kompensasi dana perimbangan daerah akibat turunnya pemasukan asli daerah akibat skema pajak ini? Pemerintah pusat harus segera menjelaskannya," ujarnya.

Infrastruktur terkait sistem charging juga harus diperhatikan. Hal ini tak terlepas dari sumber utama kendaraan listrik ialah pengisian daya ulang dengan sistem charging.

"Infrastruktur listrik sebuah keharusan, terutama sistem fast charging di rumah tinggal yang tidak membebani keuangan pelanggan. PLN sudah dipersiapkan atau belum? Edukasi dari pemerintah juga harus segera dilakukan, mulai dari level generasi Z, our next generation, hingga generasi baby boomers," ujar Yannes.

Limbah Baterai Listrik

Permasalahan yang banyak disorot terkait kendaraan ramah lingkungan seperti mobil hybrid dan listrik ialah limbah baterai yang digunakan. Memiliki masa pakai, pengolahan baterai kendaraan menjadi salah satu hal yang harus dipikirkan pabrikan otomotif di Tanah Air.

Menanggapi hal tersebut, pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu menegaskan, saat ini sudah ada solusi terkait pengolahan limbah baterai kendaraan listrik.

"Limbah baterai secara akademis sudah ada solusinya. Pemerintah, bangunlah business model yang baru," katanya kepada Liputan6.com, Selasa (13/8/2019).

Yannes menegaskan riset saat ini menunjukkan limbah baterai kendaraan listrik bisa didaur ulang, karena itu dukungan pemerintah terkait hal ini sangat dibutuhkan.

"Secara laboratorium, limbah baterai sudah bisa didaur ulang, bahkan hingga 95 persen reusable. Dukung lah hilirisasi riset tersebut agar bisa layak secara keekonomian," ujarnya.

Bukan di luar negeri, Yannes mengatakan riset terkait daur ulang baterai mobil listrik dilakukan di dalam negeri, tepatnya oleh Universitas Sebelas Maret (UNS).

"Sudah berhasil dikembangkan sekali lagi oleh UNS, bukan luar negeri. Dalam skala laboratorium," tuturnya.

Mobil Listrik Bebas Tilang Ganjil Genap

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta kepada masyarakat untuk bersiap menggunakan kendaraan listrik terkait dengan perluasan sistem ganjil genap. 

"Karena ganjil genap tidak berlaku bila menggunakan kendaraan berbasis listrik," kata Anies seperti dilansir kanal News Liputan6.com.

Selain itu, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini juga menyatakan, aturan terkait kendaraan listrik telah diteken Presiden Joko Widodo.

"Perpresnya sudah ditandatangani presiden, jadi siap-siap bagi seluruh masyarakat," jelasnya.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta agar Pemprov DKI Jakarta memberikan insentif kepada pengguna mobil listrik. Pemberian insentif ini lantaran Jokowi menyadari harga mobil listrik lebih mahal dibandingkan mobil berbahan bakar bensin.

Dengan insentif tersebut, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu berharap masyarakat yang membeli mobil listrik lebih banyak.

"Pembeli, kalau harganya terlalu mahal, siapa yang mau juga? Sehingga kami mendorong, terutama Gubernur DKI yang APBD-nya gede bisa memberi insentif. Saya kira bisa dimulai," ujar Jokowi di Gedung Sekretariat ASEAN Jakarta Selatan, Kamis (8/8/2019).

Saat Jokowi mengusulkan soal insentif, Anies Baswedan langsung menimpali dan menyatakan bahwa pemberian insentif bagi pemilik mobil listrik telah dilakukan. Menurut dia, pemberian insentif yang diberikan berupa pembebasan di kawasan ganjil-genap.

Masa transisi dari mobil konvensional ke mobil listrik pasti akan membutuhkan waktu. Sama halnya seperti transisi sistem pengabutan karburator ke injeksi yang kini mulai diterima oleh masyarakat. Memang, perubahan teknologi dari karburator ke injeksi tak sejauh konvensional ke teknologi listrik. Tapi, hybrid atau plug-in hybrid bisa menjembatani masa transisi ini. 

Akankah insentif yang ditawarkan mampu mempercepat masa transisi ke era mobil listrik?

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya