Liputan6.com, Jakarta - PT Prioritas Land Indonesia (PLI) sedang memasarkan proyek vila di Bali kepada investor di Jepang. Pengembang ini merespons positif rencana Pemerintah Indonesia untuk membuka kepemilikan properti bagi warga asing (foreign ownership).
“Saat ini, saya sedang berada di Jepang untuk memasarkan vila kami di Bali, yaitu Majestic Water Village. Mendengar adanya peraturan baru ini, tentu antusiasme konsumen di Jepang langsung meningkat,” ujar Presiden Direktur PT Prioritas Land Indonesia Marcellus Chandra yang dihubungi Liputan6.com, Jumat (26/06/2015).
Menurut dia, peraturan ini diharapkan dapat kembali menyegarkan pasar properti di dalam negeri yang sedang melemah sejak akhir tahun lalu. Aturan yang memperbolehkan orang asing membeli hunian seharga minimal Rp 5 miliar merupakan peluang yang sangat baik bagi pengembang untuk semakin gencar menjaring konsumen dari luar negeri.
"Selama ini warga negara asing sangat menyukai produk-produk properti di Indonesia,” tutur Marcell.
Pemerintah berencana revisi Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.
Marcell menambahkan, vila di Majestic Water Village dijual dengan harga di atas Rp 5 miliar, yakni pada kisaran Rp 9 miliar hingga Rp 16 miliar per unit. Total dipasarkan sebanyak 42 unit vila.
Namun untuk mengantisipasi lonjakan jumlah pembeli asing pasca diberlakukannya peraturan baru ini, ungkap Marcell, Prioritas Land berencana mengembangkan produk properti lain berupa apartemen dengan harga di atas Rp 5 miliar.
Pembangunan unit khusus dengan harga di atas 5 miliar itu akan dibangun di Superblok Indigo @Bekasi dan Superblok K2 Park di Serpong.
Dia memprediksi pasar properti segera pulih dengan adanya ketentuan asing boleh memiliki properti di Indonesia. Di sisi lain, Bank Indonesia telah merilis beleid pelonggaran porsi pembiayaan bank atau loan to value (LTV) bagi kredit kepemilikan rumah (KPR). Relaksasi ini diharapkan bisa menggerakkan pasar kredit properti yang sedang melesu.
Reporter: Muhammad Rinaldi
(Rinaldi/Ndw)