Ribuan Orang Pesta Jenang Langka di Solo

Jenang-jenang langka itu memiliki filosofi yang mendalam.

oleh Fajar Abrori diperbarui 17 Feb 2016, 16:30 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2016, 16:30 WIB
Ini Cara Solo Lestarikan Jenang Langka
Festival kuliner tersebut juga diikuti oleh perwakilan dari berbagai daerah di luar Jawa seperti halnya Kepulauan Riau, hingga Papua.

Liputan6.com, Solo - Ribuan pengunjung ikut berebut kudapan jenang dalam Festival Jenang Solo 2016 yang digelar di kawasan Ngarsopuro, Solo. Dari puluhan jenis jenang yang ditampilkan, ada beberapa jenang yang keberadaannya kini sudah langka di kalangan masyarakat.

Warga berdatangan ke kawasan Ngarsopuro sejak pukul 06.30 WIB. ‎Kedatangan mereka untuk bisa mencicipi beraneka ragam jenang yang dipamerkan dalam Festival Jenang Solo ke-5 yang bertema Ragam Jenang Nusantara.

Selain diikuti oleh diikuti oleh kelompok ibu-ibu PKK dari kelurahan di seluruh Kota Solo, festival kuliner tersebut juga diikuti oleh perwakilan dari berbagai daerah di luar Jawa, seperti halnya Kepulauan Riau, Kalimantan Timur hingga Papua.

Jenang Solo (Liputan6.com/Reza Kuncoro)

Bahkan, perwakilan dari luar negeri, yakni Timor Leste juga turut hadir untuk memeriahkan ajang festival jenang yang digelar setiap tahun tersebut.

Masing-masing kelompok peserta mendapatkan satu stand. Selain membuat jenang yang sering dijumpai sehari-hari serta dijajakan di pasar, terdapat pula jenang hasil kreasi olahan serta jenang yang sudah jarang ditemui di masyarakat.


Ketua PKK Kelurahan Panularan, Bu Parno‎ mengatakan jenang yang ditampilkan dalam festival kali ini ada beberapa jenis jenang. Hanya saja ada dua jenang yang terbilang langka ditemukan di masyarakat pada saat ini, yakni jenang graulan dan jenang suran.

Lebih lanjut dia menjelaskan, jenang graulan merupakan jenang yang terbuat dari biji jagung, tepung beras, tepung beras ketan, gula, dan daun pandan. Jenang yang bertekstur lembut ini diberikan kepada anak yang giginya sedang mengalami pertumbuhan.

"Jenang graulan memiliki memiliki arti filosofi agar anak yang memakan jenang ini giginya tumbuh dengan baik dan tidak mengalami gangguan," ujar Bu Parno, Rabu (17/2/2016).

Selain jenang graulan, lanjut dia, terdapat juga jenang suran yang pada masa lampau selalu dihidangkan saat memasuki bulan Syuro. Saat ini jenang suran jarang ditemui di masyarakat pada saat bulan tersebut.

"Jenang tersebut merupakan bubur beras yang beri toping potongan telur dadar, sambel goreng krecek, kedelai dan bergedel (perkedel). Arti filosofi dari jenang suran adalah bahwa waktu itu terbatas dan selalu menjalankan siklusnya. Oleh itu kita harus selalu ingat masa lalu dan memperbaiki masa yang akan datang," papar dia.

Bubur Suran. (Liputan6.com/Reza Kuncoro)

Selai‎n kedua jenis jenang tersebut, terdapat pula jenang langka lainnya yang dinamakan jenang rangrang yang dipamerkan oleh Kelompok PKK Kelurahan Semanggi.

Menurut Ketua PKK Kelurahan Semanggi, Bu Hendra bahwa jenang rangrang terbuat dari beras ketan yang ditampung dengan gula jawa sehingga warnanya pun kecokelatan.

"Jenang rangrang disajikan dengan toping santan kelapa. Saat ini, keberadaan jenang tersebut sudah jarang ditemui dalam kehidupan sehari-hari‎," ucap dia.

Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Yayasan Jenang Indonesia, Slamet Raharjo menyebutkan 100 peserta mengikuti Festival Jenang Solo 2016. Sedangkan, jenis jenang yang ditampilkan terdapat 35 macam.

"Dari 35 jenis jenang itu, sekitar 15 jenis jenang dari luar Jawa. Sedangkan yang berasal dari Solo dan sekitarnya, ada 22 jenis jenang," sebut Slamet.

Dalam festival jenang kali ini, dikatakan dia, juga terdapat jenang yang kondisinya sudah langka, yakni jenang panca warna, jenang lokoh, jenang katul, jenang surang, jenang lang dan lainnya.

"Jenang yang langka itu ikut ditampilkan dalam festival kali ini. Ini bagian daripada cara melestarikan jenang kepada generasi muda," kata Slamet.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya