Trump Tegaskan Iran Tidak Boleh Punya Senjata Nuklir, Teheran: Peluang Kesepakatan Ada, Asal AS Realistis

Dengan ketegangan yang masih tinggi, dunia menantikan apakah AS dan Iran dapat mencapai titik temu dalam negosiasi di Roma.

oleh Khairisa Ferida Diperbarui 19 Apr 2025, 16:59 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2025, 16:59 WIB
Ilustrasi nuklir Iran.
Ilustrasi nuklir Iran (Dok. AFP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Teheran - Iran menyatakan kesediaannya untuk mencapai kesepakatan dengan Amerika Serikat (AS) mengenai program nuklirnya, asalkan AS bersikap realistis. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi menjelang putaran baru negosiasi yang akan digelar di Roma, Italia, pada Sabtu (19/4/2025).

Pembicaraan tidak langsung antara Araqchi dan Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff akan difasilitasi oleh Oman sebagai mediator. Pertemuan sebelumnya di Muscat dinilai kedua belah pihak sebagai langkah konstruktif.

"Jika AS menunjukkan keseriusan dan tidak membuat tuntutan yang tidak realistis, kesepakatan bisa tercapai," tegas Araqchi dalam konferensi pers di Moskow, Jumat (18/4), usai bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov seperti dikutip dari The Guardian.

Namun, Teheran berusaha meredam harapan akan tercapainya kesepakatan dengan cepat. Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei pekan ini menegaskan sikapnya dengan menyatakan, "Saya tidak terlalu berharap, tapi juga tidak putus asa."

Negosiasi berlangsung di bawah bayang-bayang peringatan Presiden Donald Trump, yang mengancam akan menyerang Iran jika tidak mematuhi tuntutan AS terkait program nuklirnya.

"Saya ingin menghentikan Iran - sesederhana itu - dari memiliki senjata nuklir. Mereka tidak boleh punya senjata nuklir. Tapi saya ingin Iran menjadi negara yang besar, makmur, dan luar biasa," ungkap Trump pada Jumat.

Pada 2018, Trump menarik AS dari Perjanjian Nuklir Iran (JCPOA) dan memberlakukan kembali sanksi ekonomi yang melumpuhkan. Sejak berkuasa lagi pada awal tahun ini, dia kembali menggalang tekanan maksimal terhadap Teheran.

AS menuntut Iran agar menghentikan pengayaan uranium tingkat tinggi, yang menurut AS berpotensi digunakan untuk membuat bom nuklir. Namun, pemerintah Iran terus menyatakan bahwa aktivitas nuklir mereka semata-mata ditujukan untuk keperluan sipil dan energi.

Peringatan IAEA

Ilustrasi Iran.
Ilustrasi Iran. (Dok. Pixabay)... Selengkapnya

Iran bersedia menegosiasikan pembatasan program nuklirnya sebagai imbalan pencabutan sanksi, namun meminta jaminan kuat bahwa AS tidak akan kembali mundur dari kesepakatan seperti yang terjadi pada 2018.

"Hak Iran untuk memperkaya uranium tidak bisa ditawar," tegas Araqchi, menanggapi seruan Witkoff agar aktivitas pengayaan dihentikan sepenuhnya.

Sejak 2019, Iran telah melampaui batas pengayaan uranium yang diatur dalam JCPOA, dengan tingkat pengayaan dan stok yang jauh melebihi kebutuhan program energi sipil—sesuatu yang dikritik keras oleh Barat.

Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi dalam wawancara dengan Le Monde pada Rabu (16/4), memperingatkan bahwa Iran "tidak jauh" dari kemampuan membuat bom nuklir.

Grossi, yang baru saja mengunjungi Teheran, menegaskan bahwa AS dan Iran berada pada "tahap sangat krusial" dalam negosiasi dan "tidak punya banyak waktu" untuk menyepakati solusi.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya