Liputan6.com, Tabanan - Keindahan objek wisata Tanah Lot di Tabanan, Bali, telah dikenal di mata internasional. Wisatawan asing dan domestik bisa menikmati keindahan pura yang ada di tengah laut ini kapan saja, terutama saat matahari terbenam.
Namun tahukah Anda keindahan Pura Tanah Lot dengan latar belakang matahari terbenam akan semakin indah dengan kehadiran ribuan pemeluk Hindu Bali yang menggelar persembahyangan.
Nuansa keindahan Pulau Dewata akan semakin kental dengan suasana khusyuk umat Hindu yang datang dari berbagai penjuru Bali untuk melakukan persembahyangan.
Advertisement
Pada pekan ini di Pura Tanah Lot sedang digelar Piodalan Ngaturang Pujawali, yakni persembahyangan yang dilakukan setiap 210 hari sekali di sebuah pura.
Sesuai penanggalan tradisional Bali, Piodalan di Pura Tanah Lot jatuh pada Buda Wage Lengkir.
Baca Juga
Pemandangan yang tidak selalu bisa dinikmati oleh para wisatawan ini pun menjadi momen yang sangat bagus untuk menikmati keindahan pura yang didirikan oleh seorang begawan di zaman Kerajaan Majapahit, yakni Danghyang Nirartha.
Iring-iringan umat yang akan memasuki pura dengan manapaki punggung batu karang, menjadi sasaran wisatawan untuk berfoto dengan latar belakang Pura.
"Wisatawan sangat antusias melihat langsung prosesi keagamaan di Tanah Lot," ucap Toya Adnyana selaku Manajer Operasional DTW Tanah Lot, Kamis (25/2/2016).
Untuk bisa menikmati keindahan Pura Tanah Lot dengan kehadiran ribuan penganut Hindu Bali lengkap dengan pakaian adat khasnya, wisatawan bisa datang pada jam-jam tertentu.
"Untuk pemedek (umat) lokal kebanyakan berdatangan antara pukul 04.00-08.00 Wita, pagi harinya, karena pas itu air laut sedang surut-surutnya," imbuh Toya.
Namun, jangan kecewa jika tidak bisa menikmati keindahan Pura Tanah Lot pada jam-jam tersebut. Sebab, selama Piodalan Ngaturang Pujawali, ratusan warga Desa Pekraman Beraban telah melakukan aktivitas sejak sepekan terakhir.
"Di sini kita juga dibantu oleh teruna-teruni (kelompok muda mudi) dari Desa Pekraman Beraban yang ngaturang ayah (bergotongg royong) secara bergilir. Mereka sudah mulai ngayah (kewajiban sosial masyarakat Bali sebagai penerapan ajaran karma margadari) hari Minggu (21 Februari 2016) kemarin," Toya Adnyana menjelaskan.