Megarini Puspasari dan Beasiswa Langit Berbintang

Megarini dari Yogyakarta bersama komunitasnya mengembangkan beasiswa sistem kakak asuh. Kini sudah memiliki seribu lebih adik-adik asuh.

oleh Yanuar H diperbarui 11 Apr 2016, 18:03 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2016, 18:03 WIB
Megarini Puspasari
Megarini dari Yogyakarta bersama komunitasnya mengembangkan beasiswa sistem kakak asuh. Kini sudah memiliki seribu lebih adik-adik asuh.

Liputan6.com, Yogyakarta - Megarini Puspasari tidak menyangka jika bantuan kecil kepada anak tetangganya di Bantul yang kekurangan biaya sekolah bisa berkembang pesat. Ia mengawali dengan membantu uang saku dua anak untuk biaya sekolah, selanjutnya berkembang memberi bantuan ke banyak anak.

Kisah kepeduliannya berawal saat perempuan kelahiran Bantul, 22 Maret 1984 itu meraih impian kuliah di luar negeri, yaitu di Ritsumeikan Asia Pacific University, Jepang. Beasiswa kuliah di Jepang dan uang hasil kerja paruh waktu memberinya uang saku yang cukup selama di sana.

Pada 2002 saat sudah di Jepang, dia mendapat informasi jika ada beberapa anak tetangganya yang kekurangan biaya sekolah. Merasa peduli dengan pendidikan sekitar, uang hasil kerja paruh waktu disisihkannya dan dikirim ke tetangga yang membutuhkan biaya sekolah.

"Tahun 2002 ya awalnya bantu dua tetangga, tapi lambat laun jumlahnya bertambah. Karena mungkin semakin banyak yang tahu," ujar Megarini Puspasari, pendiri Hoshizora Foundation, Minggu, 10 April 2016.

Mega mengaku jumlah anak yang membutuhkan dana pendidikan di daerahnya semakin bertambah seiring permintaan beberapa komunitas peduli anak-anak. Akhirnya, ia mengajak teman-temannya yang kuliah di Jepang untuk terlibat dalam urusan bantu membantu.

Teman-temannya sepakat agar gerakan ini harus ditampung dalam sebuah komunitas. Bersama teman-temannya, ia sepakat menamai komunitas itu dengan Hoshizora pada 2006.

"Hoshizora yaitu 'langit yang berbintang'. Itu melambangkan anak-anak Indonesia memiliki impian tinggi. Impian akan mengubah hidup seseorang. Seperti aku bisa sampai ke Jepang itu juga dari impian," ujar Megarini.

Hoshizora dibentuk oleh enam orang dengan menerapkan sistem kakak asuh atau kakak bintang karena semua anggota komunitas ini adalah anak-anak muda semua. Sementara, adik asuh atau adik bintang adalah sebutan bagi penerima beasiswa. Saat itu, semua menyisihkan uang saku senilai 1000 yen atau senilai biaya sekali makan di Jepang saat itu.

Sementara, 1000 yen itu jika dikirimkan ke Indonesia menjadi Rp 120 ribu yang dapat membiayai uang sekolah satu anak selama satu bulan di Indonesia. Sistem donasi itu ternyata membuat teman-teman kuliahnya yang tidak hanya dari Indonesia, tapi juga dari Jepang dan Eropa tertarik turut ambil bagian.

"Ternyata membantu anak dalam sekolah sangat mudah ya. Kita hanya tidak makan sekali, tapi efeknya luar biasa bisa menyekolahkan anak selama satu bulan. Akhirnya banyak yang ikut," tutur Mega.

Dengan banyaknya teman-teman yang terlibat dalam gerakan itu, jumlah bantuan pun semakin bertambah. Hasilnya berbanding lurus dengan jumlah anak yang dibantu.

Dari 13 adik bintang menjadi 30 adik bintang hingga mencapai 80 adik bintang. Jumlah itu dalam periode 2006 hingga 2010. Usai lulus dan bekerja di Jepang, organisasi itu terus berjalan di tengah kesibukan kerja dan menikah pada 2009.

Sampai akhirnya ada keinginan untuk pulang ke Indonesia. Tahun 2010 akhirnya dia memutuskan untuk pulang dan fokus pada kegiatan sosial itu.

"Sebelum pulang aku dan tiga temen pendiri Hoshizora membahas komunitas ini mau diseriusin enggak, soalnya adik-adik bintangnya mulai berkembang. Sementara, kita masing masing sibuk kerja," ujar Mega.

Akhirnya diputuskan Megarini yang fokus mengurusnya. Sebelum pulang, mereka mencari sponsor dan donatur untuk modal pendirian yayasan Hoshizora ini atau Hoshizora Foundation.

"April 2010 aku ke Indonesia langsung menempati kantor baru di Pajangan, Bantul," ujar dia.

Gayung bersambut. Dengan fokus ke dunia ini, ternyata adik-adik bintang semakin berkembang. Sampai akhirnya diikuti dengan jumlah kakak bintang. Peningkatan itu juga membuat adik-adik bintang tidak hanya di wilayah Jawa, tapi mulai ke Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Sumatera.

"Saat ini kita punya adik bintang seribu anak yang tersebar di Indonesia, mulai dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua," kata dia.

Surat dari Adik Bintang

Mega mengatakan tingginya antusias menjadi kakak bintang membuat pihaknya selalu memberikan informasi dan laporan. Laporan penggunaan dan alokasi dana yang diterima Hoshizora Foundation akan dikirimkan per enam bulan sekali melalui email.

Laporan ini diolah dari pendamping adik bintang yang memberikan laporan setiap bulan sekali. Dari data ini, pihaknya akan memasukkan ke database dan diolah. Namun, database ini bisa juga dilihat secara online.

Dengan demikian, donatur bisa login dan meliat perkembangan adik bintangnya. Tidak hanya laporan akademik saja yang dapat dipantau kakak bintang, tapi juga rumah atau yang berkaitan dengan kegiatan adik bintang. Nantinya, setiap enam bulan sekali adik bintang akan mengirimkan surat kepada kakak bintang.

"Surat ini adik bintang bisa bercerita tentang perkembangannya di sekolah atau impian mereka. Surat ini menjadi sarana interaksi antara adik bintang dan kakak bintang. Kebanyakan adik bintang mengucapkan terima kasih atas bantuannya dan bercerita tentang hasil akademik. Kalau SMP dan SMA bisa beragam isinya," jelas Mega.

Mega menjelaskan saat ini ada sekitar 600 kakak bintang di yayasannya. Menjadi kakak bintang di program ini bisa memilih siapa calon adik bintangnya yang bisa diakses di Hoshizora.org. Calon kakak bintang bisa akses web tersebut dan melakukan donasi pertama.

Setelah memilih adik bintang maka kakak bintang akan diminta komitmennya dalam memberikan beasiswa selama satu tahun. Mega mengatakan setiap siswa SD akan mendapatkan beasiswa 100 ribu per bulan, SMP 150 ribu per bulan, dan SMA Rp 200 ribu per bulan yang diberikan setiap enam bulan sekali.

Namun, adik bintang tidak menerima penuh uang tersebut, tetapi sebagian dengan perincian siswa SD akan menerima uang tunai Rp 80 ribu per bulan, SMP Rp 120 ribu, dan SMA Rp 170 ribu. Sebagian uang tersebut digunakan untuk program pendampingan. 

Program pendampingan ini justru sangat berpengaruh kepada anak-anak karena anak akan diajak langsung ke beberapa tempat untuk acara outbond, workshop, seminar, dan program motivasi.

"Kita sedang research permasalahan yang dihadapi anak-anak dan orang tua. Jadi permasalahan yang muncul itu bisa diketahui sejak SD. Catatan dari survei dan research itu untuk menyusun kurikulum yang menjawab tantangan anak-anak dalam dunia pendidikan," pungkas Mega.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya